Terdakwa Kasus Sisik Tenggiling Sempat Jadi ‘Agen’ Kulit Harimau

Asahan, IDN Times – Kasus perdagangan 1,18 ton sisik tenggiling masih bergulir di Pengadilan Negeri Asahan. Kasus ini cukup menarik, karena dalam setiap persidangan selalu mengungkap fakta baru.
Dalam persidangan, Senin (5/5/2025), terungkap fakta lain soal Amir Simatupang. Terdakwa dari masyarakat sipil. Mulai dari Amir yang mengaku baru pertama kali melihat sisik trenggiling, hingga soal dugaan Amir yang diduga juga menjadi agen perdagangan bagian tubuh satwa lainnya.
1. Bertemu calon pembeli lewat media sosial

Usai mendengar keterangan ahli dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara, agenda persidangan berlanjut kepada pemeriksaan terdakwa Amir. Tiga Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Asahan; Naharuddin Rambe, Agus Tri Ichwan dan Era Husni Thamrin mencecar Amir dengan sejumlah pertanyaan.
Mereka mengejar pengakuan bagaimana Amir bisa mengenal Alex, orang yang disebut sebagai calon pembeli sesik tenggiling.
“Saya mengenal Alex dari media sosial Facebook,” kata Amir.
Saat itu, kata Amir, Alex yang mengaku tinggal di Aceh, menghubungi Amir via Facebook mencari sisik tenggiling. Sementara Amir sendiri mengaku sebagai penjual minyak nilam.
Lantas, Jaksa terus mencecar Amir, dari mana dia mengetahui soal perdagangan sisik tersebut. Amir mengaku, dia mengikuti grup percakapan di Facebook yang diduga khusus untuk jual beli bagian tubuh satwa.
“Saya gabung di grup sisik tenggiling,” ujar Amir.
2. Amir nyaris tidak mengakui pernah mencarikan kulit harimau

Jaksa terus mencecar Amir dengan berbagai pertanyaan. Termasuk bertanya soal bagaimana dia mengetahui soal sisik tenggiling. Amir mengaku mengetahui sisik tenggiling lewat pencarian internet. Dia juga mengaku baru pertama kali melihat sisik tenggiling, saat ke rumah Yusuf, salah seorang terduga pelaku berstatus prajurit TNI.
Jaksa kemudian mencecar soal komunikasi Amir kepada Alex. Di situ Amir mengaku hanya membicarakan soal sisik tenggiling. Ternyata, Jaksa punya pembuktian lain. Hasil digital forensik dari penyelidikan kasus itu menunjukkan, bahwa Amir tidak hanya mencarikan sisik tenggiling. Dia pernah menawarkan beberapa bagian tubuh harimau. Dia sempat menawarkan taring, tulang hingga kulit harimau.
Dia diduga menjadi agen atau middle man dalam perdagangan satwa dilindungi. Namun Amir kembali membantah.
Jaksa menyebut, Amir pernah menawarkan bagian tubuh harimau kepada Alex. Lokasi bagian tubuh satwa itu, disebut Amir berada di Sumatra Barat. Akhirnya Amir pun mengakuinya. Namun transaksi itu batal.
Di akhir persidangan, Amir pun mengaku menyesal. Dia mengaku tidak megetahui bahwa tenggiling merupakan satwa dilindungi.
“Saya menyesal pak hakim. Saya mengaku bersalah,” kata Amir.
3. Aliansi Bela Satwa: Satu pelaku perdagangan biasanya tidak hanya menjual satu jenis

Fakta persidangan terkait dugaan Amir yang juga terlibat dalam perdagangan satwa lainnya, memantik komentar pegiat konservasi. Indra dari Aliansi Bela Satwa mengatakan, seorang pelaku perdagangan, biasanya tidak hanya memerdagangkan satu jenis satwa. Apa lagi, jika melihat Amir yang memiliki peran sebagai penghubung atau middleman.
“Dalam pengalaman kami memantau kasus perdagangan satwa, satu pelaku perdagangan biasanya tidak hanya menjual satu jenis saja. Dia akan mencarikan permintaan pembeli. Karena mereka ini biasanya berjejaring. Mulai dari tingkat pemburu, sampai pembelinya,” katanya.
Oleh karena itu, Indra mendorong aparat penegak hukum, atau Jaksa dalam kasus ini, mengusut dugaan keterlibatan pihak lainnya.
“Fakta persidangan menyebut bahwa terdakwa memiliki kolega yang punya kulit harimau. Ini perlu diusut juga. Sehingga terungkap jaringan luas perdagangan satwa,” kata Indra.
Aliansi Bela Satwa mendorong proses hukum yang berkeadilan. Baik keadilan ekologi, dan bagi para pelaku.
“Kami mendorong hukuman yang berperspektif kepada keadilan ekologi. Karena perbuatan mereka sudah membuat kerugian yang begitu besar,” pungkasnya.
Sebelumnya, kasus ini terungkap dalam operasi gabungan Polisi Militer TNI AD, Polda Sumut dan Bala Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan wilayah Sumatra pada 11 November 2024 lalu. Dalam operasi ini, petugas menyita total 1,18 ton sisik tenggiling. Amir ditangkap petugas bersama dua prajurit TNI Rahmadani Syahputra dan Muhammad Yusuf Siregar serta seorang Anggota Polri Bripka Alfi Hariadi Siregar.
Yusuf dan Rahmadani sudah menjalani proses persidangan di Mahkamah Peradilan Militer di Kota Medan. Sementara Bripka Alfi, disebut-sebut belum diproses hukum.
Dalam kasus ini, keempatnya diduga menyebabkan kerugian lingkungan begitu besar. Direktorat Jenderal Gakkum LHK Rasio Ridho Sani mengungkapkan valuasi ekonomi yang dilakukan Kementerian LHK bersama dengan ahli dari IPB University, bahwa 1 ekor trenggiling mempunyai nilai ekonomis berkaitan dengan lingkungan hidup sebesar Rp. 50,6 juta. Untuk mendapatkan 1 kg sisik trenggiling, 4-5 ekor trenggiling dibunuh. Dengan dibunuhnya 5.900 ekor trenggiling, maka kerugian lingkungan mencapai Rp. 298,5 miliar.