Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Napi Dibebaskan untuk Cari Anak Istri di Banjir Aceh Tamiang

-
Muhammad Muchsin, narapidana dari Lapas Kajhu yang dibebaskan untuk mencari anak dan istrinya dalam banjir Aceh Tamiang. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Intinya sih...
  • Muhammad Muchsin, narapidana Lapas Kajhu Banda Aceh, dibebaskan untuk mencari anak dan istrinya yang menjadi penyintas banjir di Aceh Tamiang.
  • Muchsin diberikan izin untuk keluar dari sel setelah solidaritas rekan satu selnya dan berbekal uang Rp18 ribu.
  • Setelah menerobos banjir, kelaparan, dan tidur di masjid, Muchsin berharap bisa bertemu dengan anak dan istri yang selamat dari bencana banjir Aceh Tamiang.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Badannya tampak kuyu,
Matanya berkaca-kaca saat meminta tumpangan
Adalah Muhammad Muchsin,
Narapidana Lapas Kajhu Banda Aceh,
Berjuang ke Aceh Tamiang untukmencari anak dan istrinya

Aceh Tamiang, 10 Desember 2026

Seorang laki-laki muda berperawakan kurus tinggi mendekat ke arah mobil yang ditumpangi IDN Times dalam perjalanan dari Kota Langsa menuju Aceh Tamiang. Sambil memegang kresek berisi nasi bungkus, laki-laki itu memelas.

“Boleh menumpang bang? Mohon saya menumpang ke Kuala Simpang,” katanya.

Saat itu, para relawan banjir Aceh Tamiang dari lembaga Dompet Dhuafa langsung mempersilakan naik ke atas mobil. Raut wajahnya langsung berubah senyum.

Saat berkenalan, para relawan di atas bak mobil, terkejut. Laki-laki itu adalah Muhammad Muchsin (34). “Saya dari Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Kajhu bang. Napi di sana,” ujar Muchsin.

Ternyata, Muchsin sudah berhari – hari di perjalanan. Tekadnya cuma satu. Bertemu dengan anak istrinya yang menjadi penyintas banjir di Desa Kota Lintang Bawah, Aceh Tamiang. Di hari itu, dia belum tahu bagaimana nasib anak dan istrinya.

Muchsin mengaku dibebaskan oleh Kepala Lapas Kajhu. Meski pun harusnya dia Bebas pada Februari 2026 mendatang. Dia harus menjalani vonis 18 bulan penjara karena kasus narkoba, ganja kering.

Berbekal uang Rp18 ribu dari rekan satu sel

DJI_0378-69.jpg
Potret udara kondisi Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Selasa (9/12/2025). Kuala Simpang menjadi salah satu daerah terparah terdampak banjir bandang pada Rabu (26/11/2025) lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Pada 26 November 2025 lalu, Muchsin kaget saat melihat pemberitaan di televisi Lapas. Aceh Tamiang diterjang banjir bandang. Saat itu dia bingung. Istri dan putrinya yang masih balita, berada di tempat mertuanya di Desa Kota Lintang Bawah.

Dari berita dan informasi yang didapatnya, daerah itu terdampak paling parah. Pemukiman warga porak poranda tersapu banjir. Sejumlah orang dikabarkan menjadi korban jiwa.

Setiap hari sejak banjir menerjang, Muchsin cemas. Dia dihantui ketakutan yang mendalam. Setiap hari hanya bisa menangis, berharap keluarganya baik-baik saja. Kian bingung kala dia baru bisa bebas dua bulan lagi.

“Saya komunikasi dengan anak istri satu bulan setengah yang lalu melalui sambungan telepon. Lepas itu tidak pernah lagi,” ungkapnya.

Di saat itu, solidaritas rekan-rekan satu selnya muncul. Mereka memohon supaya Muchsin mendapat kesempatan mencari istri dan anaknya.

Sungguh tidak disangka, tiba – tiba Kepala Lapas memberikannya izin untuk ke luar dari sel. “Saya dibebaskan. Mungkin dilihatnya saya setiap hari menangis di dalam sel. Kemudian kawan satu sel juga mendukung,” kata Muchsin.

Sebelum bebas, rekan – rekan di dalam sel mengumpulkan uang. Terkumpullah Rp18 ribu yang menjadi bekal Muchsin menuju Aceh Tamiang.

Menerobos banjir, kelaparan hingga tidur di masjid

DSC_7822-84.jpg
Kondisi Kompleks Pertokoan di Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (10/12/2025). Aceh Tamiang diterjang banjir bandang pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Muchsin diberikan izin ke luar dari sel sejak Jumat (5/12/2025) petang. Sejak itu perjuangan beratnya di mulai. Dari Banda Aceh dia menumpangi sejumlah kendaraan yang melintas. Banyak orang yang memberikannya tumpangan. Tapi hanya sedikit yang mengetahui statusnya sebagai narapidana.

“Jika ada yang nanya baru saya kasih tahu. Ada yang takut, ada yang malah kasih semangat,” katanya.

Perjuangannya tidak mulus. Muchsin bertahan hidup di jalanan berhari – hari. Dia harus memelas kepada sejumlah penjual makanan. Banyak yang merasa iba, memberikannya makanan. Tidak jarang juga dia mendapat penolakan.

Setiap hari mulai gelap, Muchsin mencari masjid. Di situ dia bermalam dan menahan lapar. Belum lagi perjuangannya harus menerobos banjir di beberapa daerah yang masih terendam saat itu. “Baju udah basah dan kering di badan. Nanti kalau di masjid saya cuci baju, sudah kering sedikit saya pakai lagi. Jalan lagi saya,” katanya.

Mengenang pertemuan dengan Istri

DSC_7890-60.jpg
Kondisi Desa Babo, Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh pasca diterjang banjir bandang, Rabu (10/12/2025). Aceh Tamiang diterjang banjir bandang pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Selama perjalanan ke Aceh Tamiang, Muchsin banyak terdiam. Pandangannya tertuju pada kondisi pemukiman yang dihantam bandang.

Disela itu, Muchsin sempat bercerita bagaimana pertemuannya dengan sang istri. Mereka menikah pada 2018 lalu. Dia bertemu sang istri saat menjadi juru masak di salah satu kedai kuliner di Banda Aceh.

Saat itu, sang istri sedang berkuliah di Banda Aceh. Dia sering berkunjung ke kedai kuliner tempat Muchsin bekerja.

“Dia sering makan di tempat saya sama teman-temannya. Karena sama – sama anak rantau juga kan. Jadi setiap dia bawa kawan, saya kasih diskon saja terus,” ujar laki – laki asal Kelurahan Keude Kuta Binjei, Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur, Aceh itu.

Lama berkenalan, keduanya sepakat untuk menikah. Mereka pun dikaruniai seorang putri pada 2020 lalu. Hingga dia terjerat kasus narkoba pada 2023 lalu.

Berharap anak dan istri selamat dari banjir

DSC_7603-43.jpg
Seorang anak bermain di pengungsian jembatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamian, Aceh, Selasa (9/12/2025). Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (10/12/2025). Aceh Tamiang diterjang banjir bandang pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sebelum memasuki kawasan Kuala Simpang, Muchsin melahap nasi yang didapatnya dari pedagang makanan di Langsa. Dia kembali menatap kondisi Aceh Tamiang yang porak poranda.

“Nanti saya turun di jembatan aja yah bang,” kata Muchsin.

Jembatan yang dimaksud Muchsin adalah jembatan Sungai Tamiang. Dari atas jembatan bisa terlihat bagaimana kondisi Desa Kota Lintang Bawah. Pemukiman hancur, kayu gelondongan di mana – mana. Kini warga bertahan di tenda – tenda pengungsian. Dari atas terlihat, hanya satu masjid yang bertahan dari terjangan banjir.

“Rumah saya dekat masjid itu. Sebelum masjid,” ungkapnya sambil menunjuk dari atas jembatan.

Selepas melewati jembatan, Muchsin pun pamit. Dengan terburu – buru dia berjalan ke arah Kota Lintang Bawah. “Doakan saya yah bang, bisa bertemu anak sama istri. Saya bersyukur bisa dibebaskan dari Lapas,” pungkasnya.

Banjir Aceh Tamiang, terbesar dalam dua dekade terakhir

DSC_7540-44.jpg
Penyintas banjir mulai membersihkan rumah ari lumpur di Desa Menang Gini, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (9/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Air bah menghantam Kabupaten Aceh Tamiang pada 26 November 2025 lalu. Meluap dari sungai Tamiang bersama lumpur dan gelondongan kayu.

Sebanyak 12 kecamatan atau hampir seluruh Tamiang terendam. Tepatnya ada 475 titik banjir. Ada 58 orang meninggal dunia menurut data per Jumat 12 Desember 2025 petang. Angka kematian tertinggi dari 18 kabupaten/kota di Aceh yang terdampak.

Banjir mengakibatkan 59.220 kepala keluarga dengan 209.460 jiwa menjadi pengungsi. Ada 2.811 rumah yang terdampak banjir. Membuat para penyintas harus kehilangan tempat tinggal.

Di sisi pertanian, ada 8.161 hektar yang rusak hingga gagal panen. Banjir juga merusak berbagai fasilitas publik. Ada 62 kantor rusak dengan berbagai tikngkatan. Sebanyak 33 rumah ibadah rusak.

Kondisi ini membuat Tamiang lumpuh total. Jamak warga menyebut, banjir kali ini seperti tsunami kedua. Warga mengingat, banjir terparah terjadi pada 1996 dan 2006. Namun dampaknya tidak seperti saat ini. Belum diketahui, kapan kondisi Aceh Tamiang kembali normal. Sama seperti di daerah lain. Baik di Aceh, Sumatera Utara hingga Sumbar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Kisah Napi Dibebaskan untuk Cari Anak Istri di Banjir Aceh Tamiang

12 Des 2025, 22:34 WIBNews