Jumatan Pertama di Sekumur, Masjid Berlumpur Kini Bangkit Kembali

- Masjid di Desa Sekumur, Aceh Tamiang, bangkit kembali setelah dua pekan terkena dampak banjir parah pada 26 November 2025.
- Warga bergotong royong membersihkan masjid dari lumpur dengan bantuan relawan, sehingga bisa digunakan kembali untuk ibadah dan pemulihan pasca banjir.
- Solidaritas warga dan relawan dalam membersihkan masjid menunjukkan semangat pemulihan dan harapan untuk membangun kembali desa Sekumur pasca bencana banjir.
Tangis Muchtar pecah di pelukan para relawan
Kerinduannya akan suara azan terbayarkan
Sudah dua pekan Muchtar merasa sepi
Azan yang biasa dikumandangkannya, kini hilang di telan Banjir Aceh Tamiang
Desa Sekumur, Jumat 12 Desember 2025
Kumandang azan menggema dari dalam masjid. Satu per satu jemaah, memenuhi saf. Tidak ada sajadah. Jemaah hanya menggunakan karpet seadanya, dari rumah – rumah mereka.
Selesai salat, warga bersalaman. Senyum terpancar dari wajah setiap jemaah. Mereka senang, akhirnya rumah ibadah bisa berfungsi kembali.
Dua pekan tanpa salat Jumat, warga Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang akhirnya bisa menunaikannya kembali. Haru biru banjir pada 26 November 2025 lalu, juga memberi dampak parah terhadap masjid yang sejatinya menjadi tempat mereka beribadah.
Tua, muda hingga anak – anak dengan kusyuk menjalankan ibadah Jumatan pertama mereka. Suasana haru terjadi usai salat. Mengucap syukur, karena masih bisa melaksanakan salat di tengah bencana yang melanda.

Kondisi masjid sebelumnya lumpuh total. Bangunan masjid dikepun gelondongan kayu. Di dalam masjid, lumpur dengan ketinggian 50-100 cm mengendap.
Sehari sebelumnya, warga bergotong royong. Bersama para relawan dari Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa, warga membersihkan masjid dari lumpur. Warga begitu semangat. Bahkan, anak-anak juga ikut terjun, berlumpur untuk membersihkan masjid.
“Sudah rindu saya mendengarkan azan,” ujar Muchtar, seorang sepuh di Kampung Sekumur, Kamis (11/12/2025).
Masjid lumpuh, tidak ada tempat berteduh

Banjir menyapu kampung Sekumur pada 26 November 2025. Saat itu, warga pergi ke bukit untuk menyelamatkan diri. Satu korban jiwa meninggal saat bencana di Sekumur. Seorang perempuan meninggal dunia di pengungsian, karena penyakit komplikasi yang menderanya.
Sepengingatan Muchtar, ini banjir paling besar yang dialaminya sepanjang lahir dan hidup di Sekumur. Malam itu, suara gemuruh ada di mana – mana. Suara kayu yang bergesekan, gelombang air, hingga rumah – rumah yang hancur satu per satu.
Malam itu, Muchtar tidak hanya memikirkan rumahnya. Dia memikirkan Masjid Jami’. Tempatnya biasa menunaikan ibadah lima waktu. Subuh hingga Isya.
“Biasa saya yang azan. Ini tidak ada lagi suara azan,” kata Laki-laki 65 tahun itu.
Bagi Muchtar, masjid seperti rumah kedua. Di sana dia tidak hanya beribadah. Kala Muchtar tengah resah, masjid jadi tujuannya. Menjadi tempat dia merenung, dan mengadu semua permasalahan hidup yang menderanya.
“Makanya kemarin pas lihat kondisi masjid, sedih saya. Tidak ada lagi tempat awak (saya) merenung,” ungkapnya.
Cuma masjid yang bertahan di Sekumur

Banjir yang begitu hebatnya meluluhlantakkan Sekumur dalam satu malam. Rumah – rumah yang dihuni lebih dari seribu jiwa, 98 persen hancur.
Dari potret udara menggambarkan bagaimana porak-porandanya kampung ini. Jamak warga menyebut banjir datang bak tsunami. Hanya Masjid Jami’ yang bertahan dari keganasan banjir.

Dari dalam masjid terlihat garis air yang membekas. Nyaris menyentuh kubah utama. Warga juga heran, kenapa masjid bisa bertahan. Sementara rumah mereka, rata tersapu semuanya.
“Cuma masjid ini lah yang bertahan. Kalau rumah-rumah, aih mak. Hancur,” imbuh Muchtar.
Muchtar yang merupakan generasi kedua hidup di kampung ini meyakini, ada kuasa Tuhan sehingga masjid tidak hancur. Padahal, gelondongan kayu mengepung masjid.
Masjid akan menjadi pusat aktivitas pemulihan pasca banjir

Di tengah situasi bencana, solidaritas warga teruji. Sejak pagi hingga petang mereka bergotong royong merampungkan pembersihan.
Warga ingin, masjid menjadi pusat aktivitas untuk pemulihan pasca banjir. Baik untuk beribadah hingga bermusyawarah.
“Kami hari ini semangat. Dibantu sama kawan – kawan relawan. Kami berharap bisa dipakai masjid ini terus. Karena rumah – rumah kami sudah habis semua,” ujar James (27) di sela pembersihan masjid.

Senada, Koordinator Relawan DMC Dompet Dhuafa Ahmad Barqo Syudjai mengatakan, sejak awal mereka memberikan prioritas kepada Sekumur. Setelah melakukan assesmen, mereka memutuskan Sekumur sebagai fokus utama.
“Seperti yang kita lihat tinggal masjid yang berdiri. Sementara masyarakat yang di sini semua aksesnya terputus. Hanya bisa lewat jalur sungai. Ini yang menjadi kesulitan tersendiri ya di Desa Sekumur,” kata laki-laki yang karib disapa Berpa ini.
Berpa mengapresiasi kekompakan masyarakat. Antusiasmenya begitu tinggi saat bergotong royong membersihkan masjid dengan peralatan seadanya.
Ke depan Berpa berharap, masjid bisa dijadikan sebagai posko besar pemulihan pasca banjir. Dia juga mendorong soal pemulihan akses menuju Sekumur. Sehingga akses bantuan lebih mudah untuk disalurkan.
“Kita hanya bisa bantu apa yang kita bisa. Mudah-mudahan dari teman-teman yang lain, dari lembaga-lembaga atau dari donatur, bisa turut membantu pemulihan Desa Sekumur atau pun Aceh Tamian secara keseluruhan,” pungkasnya.

















