KKJ Aceh Kecam TNI Hapus Rekaman dan Intimidasi Jurnalis Kompas TV

- Davi merekam WNA Malaysia yang akan bantu Aceh
- Anggota TNI AU meminta video yang direkam Davi dihapus
- Tindakan Aster Kasdam IM menghalangi kebebasan pers
Banda Aceh, IDN Times - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh mengecam aksi perampasan dan penghapusan karya jurnalistik oleh sejumlah anggota TNI terhadap Jurnalis Kompas TV Aceh, Davi Abdullah.
Kejadian tersebut terjadi di Posko Terpadu Penanganan Bencana Alam di Lanud Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, sebagai pangkalan operasi jajaran Koopsau I, pada Kamis (11/12/2025).
“Jurnalis di Aceh mengalami perampasan alat kerja serta penghapusan karya jurnalistik yang diwarnai oleh intimidasi,” kata Koordinator KKJ Aceh, Rino Abonita, dalam keterangan tertulis, Jumat (12/12/2025).
1. Berawal saat Davi merekam WNA Malaysia yang akan bantu Aceh

Rino menceritakan Davi dan rekan kerjanya awalnya sedang bersiap-siap untuk menggelar siaran langsung pada pukul 10.05 WIB. Davi lalu mengambil sejumlah gambar aktivitas di sekitar Lanud SIM untuk kebutuhan visual siaran langsung.
Sewaktu sedang melakukan pengambilan gambar, kata Rino, sejumlah orang tampak turun dari sebuah mobil dengan membawa koper. Beberapa orang di antaranya mengenakan baju yang menurut Davi memiliki emblem bendera Malaysia.
Davi yang awalnya cukup berjarak dengan rombongan tersebut pun memutuskan untuk mendekat agar visual yang didapatnya terasa lebih jelas.
“Saat itu, sejumlah anggota TNI bersama orang yang mengaku intelijen datang menghampiri warga negara asing (WNA) yang sedang direkam oleh Davi,” ujar Rino.
Antara WNA Malaysia dan sejumlah anggota TNI tersebut, kata Rino, sempat bersitegang. Menurut Davi, dokumen resmi perihal kedatangan para WNA tersebut menjadi penyebabnya.
Di dalam rombongan terdapat tiga orang yang mengaku staf khusus gubernur, yang berusaha menjelaskan bahwa rombongan WNA tersebut bertujuan ke Aceh Tamiang.
“Bersama iring-iringan Gubernur Aceh untuk membantu penyintas banjir yang terdapat di sana,” kata Rino.
Namun, oleh seorang anggota TNI yang oleh Davi dikenali sebagai Asisten Teritorial Kepala Staf Komando Daerah Militer (Aster Kasdam) Iskandar Muda, Kolonel Inf Fransisco, rombongan tersebut diminta untuk meninggalkan lokasi.
2. Anggota TNI AU meminta video yang direkam Davi dihapus

Rino mengatakan Davi merekam semua kejadian tersebut melalui kamera telepon genggam miliknya. Namun, seorang anggota TNI AU menyamperi usai mengetahui Davi merekam semua kejadian tersebut.
Anggota TNI AU itu memintanya untuk menghapus rekaman yang diambil tadi. Davi serta-merta menolak dan menjelaskan bahwa tindakannya merupakan ruang lingkup dari kerja-kerja jurnalistik yang diembannya selaku jurnalis.
“Menurut Davi, saat itu seorang anggota TNI lainnya berusaha memotret dirinya serta kartu tanda pengenal yang dikenakan olehnya,” jelas Rino.
“Disusul oleh seorang anggota TNI lainnya yang sempat melontarkan kalimat bernada hardikan, tetapi Davi tetap berkeras dan tak mengindahkan permintaan untuk menghapus rekaman dari handphone-nya,” imbuh Rino.
3. Rekaman video Davi akhirnya dihapus, diduga atas suruhan Aster Kasdam IM

Merasa semakin terpojok, Davi saat itu berjanji rekaman tadi tidak akan ditayangkan dan akan disimpan sebagai dokumen pribadi. Davi pun berusaha menghindari kumpulan anggota TNI yang menekannya tadi.
“Melipir ke tempat di mana rekan-rekan satu kantornya berada dan mulai membahas terkait siaran langsung yang terancam batal dikarenakan insiden barusan,” ujar Rino.
Sesaat kemudian, Aster Kasdam IM, Kolonel Inf Fransisco bersama beberapa tentara lainnya datang menghampiri dan kembali meminta Davi untuk menghapus rekamannya. Termasuk diduga melontarkan kalimat intimidatif.
“Mengancam akan memecahkan handphone Davi, bahkan tak memedulikan penjelasan Davi perihal tugasnya sebagai jurnalis yang secara hukum dilindungi oleh konstitusi,” ucap Rino menjelaskan.
Berdasarkan pengakuan Davi, Fransisco sempat menyatakan bahwa Lanud SIM adalah wilayah kekuasaannya. Jika tidak terima, maka jangan ke tempat tersebut.
“Handphone tadi dirampas dari tangan Davi lalu diserahkan kepada salah seorang provos TNI AU yang berada di sisinya lantas memerintahkan agar rekaman tadi dihapus.
Dua file rekaman audio visual berdurasi empat menit yang direkam Davi pun dihapus. Setelah itu, Fransisco mengembalikan handphone kepada Davi sambil melontarkan kalimat mengancam.
4. Tindakan Aster Kasdam IM beserta anggota menghalangi kebebasan pers

Koordinator KKJ Aceh mengatakan tindakan Aster Kasdam IM beserta anggota TNI lainnya terhadap Davi secara terang dan jelas merupakan tindakan yang menghalangi kebebasan pers.
Sebuah bentuk dari obstruksi atau penghalang-halangan tugas jurnalistik, masuk ke dalam kualifikasi kekerasan terhadap jurnalis.
Rino menyampaikan jurnalis merupakan profesi yang dilindungi hukum. Konstitusi memberi dasar yang kuat dalam Pasal 28F UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
“Yang menggarisbawahi bahwa informasi bukanlah milik negara, tetapi warga negara,” jelas Rino.
Selanjutnya, UU Pers Nomor 40 tahun 1999, Pasal 4 ayat 2 menegaskan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Sementara itu, perbuatan Aster Kasdam IM dkk in casu pelaku perampasan alat kerja serta penghapusan karya jurnalistik mencerminkan tindakan yang erat dengan aksi penyensoran.
“Serta menghalangi kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 1 UU yang sama,” imbuhnya.
Pelakunya di dalam kasus ini diancam dengan pidana penjara selama dua tahun atau denda Rp500 juta.
Ancaman ini tentu bukan cuma sekadar angka yang dapat dihitung-hitung, tetapi menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap kebebasan pers itu sendiri merupakan hal serius dan krusial karena berkaitan dengan hak publik untuk tahu.
5. Pernyataan sikap KKJ Aceh

Merespons kekerasan terhadap jurnalis yang dialami oleh Davi Abdullah, selaku jurnalis Kompas TV Aceh, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh menyatakan:
1. Mengutuk setiap perbuatan yang mengarah kepada kekerasan jurnalistik atau aksi-aksi yang bertentangan spirit, nilai-nilai, dan prinsip kebebasan pers, sebagai bentuk penghormatan atas kebebasan pers sebagai pilar keempat dari demokrasi di Indonesia;
2. Aparat keamanan dan stakeholders agar menghormati setiap kerja jurnalistik demi tegaknya kebebasan pers sebagai bentuk implementasi dari hak publik untuk tahu supaya penyelenggaraan pemerintahan di dalam situasi penanganan darurat bencana seperti saat ini dapat berlangsung secara transparan dan lekat dengan pengawasan publik;
3. Ankum (Atasan Langsung) di level Kodam IM dari Aster Kasdam IM, Kolonel Inf Fransisco agar menjatuhkan sanksi administratif seperti baik berupa teguran lisan/tertulis, tunda kenaikan pangkat, atau penundaan gaji, sesuai UU Disiplin Militer karena perbuatan Aster Kasdam IM, Kolonel Inf Fransisco telah mencoreng kebebasan pers serta menodai moral, martabat, kehormatan, citra, juga kredibilitas prajurit TNI di mata publik terutama dalam situasi penanganan darurat bencana seperti saat ini;
4. Kepolisian agar segera memulai proses hukum, mengingat peristiwa ini merupakan delik umum yang diatur jelas dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers;
5. Pers itu bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat dalam memperoleh informasi terjamin: karena itu, seluruh elemen masyarakat agar menghormati setiap kerja jurnalistik yang dilaksanakan berdasarkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik sebagai penghormatan serta pengakuan terhadap kemerdekaan pers;
6. Siapa pun yang merasa keberatan dengan sebuah produk jurnalistik atau pemberitaan, maka dapat menggunakan mekanisme seperti yang telah diatur di dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yakni dengan menggunakan hak jawab atau hak koreksi;
7. Para jurnalis agar senantiasa mematuhi Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme, dan;
8. Para jurnalis yang menjadi korban kekerasan agar segera melaporkan setiap bentuk kekerasan yang dialami selama proses peliputan.
6. Sepintas tentang Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh

KKJ Aceh merupakan bagian dari KKJ Indonesia. KKJ Aceh dideklarasikan pada 14 September 2024, yang saat ini beranggotakan empat organisasi profesi jurnalis, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Aceh, serta Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh.
Selanjutnya, tiga organisasi masyarakat sipil, yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA). Pada Juli 2025, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bireuen dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe bergabung dengan KKJ Aceh.
7. Penjelasan Kodam Iskandar Muda terkait dugaan aksi kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis di Lanud Sultan Iskandar Muda

Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Iskandar Muda, Kolonel Inf Teuku Mustafa Kamal, membenarkan jika memang sempat terjadi perselisihan antara personel TNI dengan jurnalis.
Insiden itu terjadi di Shelter Galaxy Mako Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang yang menjadi Posko Utama Logistik, pada Kamis (11/12/2025).
Tindakan aparat di lapangan, kata dia, semata-mata untuk menegakkan aturan dan menjaga keamanan kawasan militer. Terutama ketika di pangkalan militer tersebut kedatangan Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia yang masuk tanpa izin resmi.
“Jadi personel hanya menegakan aturan bahwa di area pangkalan militer tidak boleh merekam sembarangan tanpa izin,” kata Mustafa, Jumat (12/12/2025).
Terkait tindakan Aster Kasdam IM, Kolonel Inf Fransisco, kata dia, yang bersangkutan merupakan wakil komandan Posko Darurat Bencana Hidrometeorologi Aceh sehingga ia memiliki tanggung jawab besar di lokasi tersebut.

















