Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Banjir Tapsel, Orangutan Tapanuli Mati di Antara Gelondongan Kayu

Orangutan Tapanuli ARFL6523 - Copy.JPG
Orangutan Tapanuli di Hutan Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)
Intinya sih...
  • Warga mengira ada bangkai manusia karena tangannya mirip
  • Diduga terbawa arus dari hulu Sungai Garoga
  • Jamak pihak sebut bencana alam di Tapanuli Raya karena kerusakan lingkungan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times – Kabar mengejutkan datang dari rangkaian pascabanjir menerjang Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara pada 25 November 2025 lalu. Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) gabungan menemukan bangkai orangutan Tapanuli di antara gelondongan kayu.

Temuan ini diungkap seorang relawan SAR Decky Chandrawan. Decky –sapaan akrabnya—menjelaskan, mereka menemukan bangkai primata paling langka di dunia itu pada 3 Desember 2025 lalu.

1. Warga mengira ada bangkai manusia karena tangannya mirip

-
Bangkai orangutan tapanuli ditemukan di antara material banjir bandang di Desa Pulo Pakkat, Kecamatan Suka Bangun, Kabupaten Tapanuli Tengah . (Dok: Decky Chandrawan)

Temuan ini bermula saat Decky dan tim relawan melakukan penelusuran korban banjir. Begitu tiba di Desa Pulo Pakkat, Kecamatan Suka Bangun, Kabupaten Tapanuli Tengah mereka mendengar kabar dari warga soal bangkai manusia di antara kayu gelondongan.

“Tim langsung melakukan pengecekan. Saat itu yang terlihat hanya tangannya. Posisinya di seberang sungai. Saya langsung bilang bukan manusia ini. Saya balikkan punggungnya, ada bulunya. Masih kelihatan. Warna bulu, ukuran jari. Saya pastikan itu bangkai orangutan,” kata Decky kepada, Jumat (12/12/2025) kepada IDN Times.

Dia sempat menduga ada individu orangutan lain yang menjadi korban. Mereka sempat melakukan penelusuran. Namun tidak menemukannya.

“Kalau melihat ukuran dan struktur (tengkorak) rahang, itu diindikasikan individu betina remaja. Kami sempat membongkar di sekitar. Kami berpikir ada anak atau individu lain. Tidak kami temukan,” katanya.

2. Diduga terbawa arus dari hulu Sungai Garoga

antarafoto-dampak-banjir-bandang-di-tukka-tapanuli-tengah-1764786673.jpg
Warga melintas di area banjir bandang dan longsor di Kelurahan Huta Nabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Rabu (3/12/2025). (ANTARA FOTO/Yudi Manar)

Bangkai orangutan yang ditemukan Decky dan tim relawan dalam keadaan sudah membusuk. Mereka tidak mengevakuasi bangkai itu.

“Kalau pun kami angkat (bangkainya) bingung mau di letak di mana. BBKSDA juga tidak ada di lokasi,” ungkapnya.

Dugaan sementara Decky, orangutan malang itu terbawa arus banjir dari hulu sungai Garoga. Decky yang aktif dalam kegiatan konservasi menyebut, hutan di hulu sungai Garoga merupakan habitat orangutan tapanuli. Kata Decky, temuan bangkai orangutan ini menjadi indikasi kerusakan hutan sebagai pemicu bencana. Selain bangkai orangutan, Decky juga menemukan gelondongan kayu dalam keadaan terpotong rapi.

3. Jamak pihak sebut bencana alam di Tapanuli Raya karena kerusakan lingkungan

antarafoto-bencana-banjir-bandang-di-tapanuli-selatan-1764321544.jpg
Kondisi rumah warga yang rusak akibat banjir bandang di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat (28/11/2025).(ANTARA FOTO/Yudi Manar)

Tidak sedikit yang menyebut jika kerusakan lingkungan memberi andil besar pada banjir yang melanda Tapanuli Raya –Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan--. Para aktivis lingkungan, menyebut banjir kali ini merupakan bencana ekologi. Beda dengan pemerintah yang memakai diksi bencana hidrometeorologi.

Kerusakan ekosistem Batang Toru yang meiputi tiga kabupaten itu, merupakan habitat dari Orangutan Tapanuli. Primata yang langsung menyandang status terancam punah begitu diumumkan pada 2017 lalu.

Bahkan, sebelum bencana melanda, habitat orangutan tapanuli sudah terfragmentasi di blok barat, blok timur, dan blok selatan.

“Bahkan sebelum bencana, satwa ini sudah terancam,” ujar Direktur Green Justice Indonesia (GJI) Panut Hadisiswoyo.

Panut juga sepakat, temuan bangkai orangutan itu menjadi indikasi kerusakan habitat. Selama ini ancaman terbesar terhadap keberadaan orangutan tapanuli adalah deforestasi, perubahan lahan, hilangnya tutupan hutan untuk perkebunan maupun industri ekstraktif.

“Ancaman ini sangat menyulitkan orangutan tapanuli karena mengakibatkan fragmentasi hutan, sehingga wilayah jelajahnya terganggu. Perubahan ruang gerak orangutan tapanuli membuatnya terisolasi ataupun terkurung dalam satu habitat yang tidak terhubung dengan habitat lain,” katanya.

Sebab, orangutan tapanuli hidup di lereng perbukitan yang memang saat ini sudah sangat terdesak. Orangutan tapanuli hidup di lereng yang lebih tinggi karena di dataran rendah sebagian sudah terkonversi atau beralih fungsi menjadi lahan pertanian atau lahan perkebunan ataupun lahan untuk industri ekstraktif seperti tambang emas dan juga ada PLTA.

Menurut Panut, saat ini yang harus dilakukan adalah menyerukan agar hulu, DAS dan kawasan lindung tidak disentuh oleh aktivitas ekstraktif dan juga aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan atau target perluasan pertanian. Pemerintah untuk menata ulang kawasan hutan dan termasuk kawasan APL yang berhutan.

“Kawasan hutan yang sudah dilegalkan sebagai fungsi lindung yang ditetapkan secara undang-undang, tetapi masih banyak harus dilindungi. Area di luar dari kawasan lindung yang berhutan, harus memiliki kepastian hukum terkait dengan perlindungan area yang berhutan ini sebagai bagian dari ekosistem dan juga sebagai areal penyangga,” katanya.

Selain itu, areal yang sensitif, berlereng yang saat ini masih sebagai hutan dan juga sedang ditargetkan untuk dibuka untuk perkebunan dan aktivitas ekstraktif lainnya harus dilindungi.

Menurutnya, APL berhutan ini pengelolaannya harus berorientasi pada perlindungan DAS. Terutama sepanjang sungai, harus ada larangan pembukaan lahan. “Masyarakat, kita juga sebagai bagian dari civil society organization (CSO) mendorong pemerintah agar penguatan tata ruang. Perencanaan tata ruang yang berbasis keseimbangan ekologis, bukan karena desakan untuk investasi ekstraktif,” katanya.

Di  juga mendorong soal tata ruang yang berkeadilan. Baik bagi satwa, mau pun manusia. Ini menjadi penting sebagai dasar dari semua rencana-rencana pembangunan yang ada di ekosistem Batang Toru.

“Bila tata ruang tidak sehat, maka bencananya akan datang. Kondisi ekosistem Batang Toru yang rapuh tapi juga penting bagi kelangsungan kehidupan termasuk masyarakat dan juga keanekaragaman hayati di dalamnya, kita mendesak bahwa ekosistem Batang Toru ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional. Ini tidak bisa ditawar lagi,” pungkasnya.

Terpisah, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut mengatakan, bangkai orangutan tersebut sudah dievakuasi.

“Kami sudah melakukan evakuasi dan sudah dikuburkan di Bidang KSDA wilayah III Padangsidimpuan,” ujar Kabid KSDA Wilayah III Padangsidimpuan Susilo AW, Jumat malam.

Setelah temuan itu, pihaknya juga mengklaim sudah menugaskan personel dengan organisasi nonpemerintah untuk melakukan pemantauan pascabencana untuk satwa liar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Hujan Deras di Medan, Satu Mobil Ringsek Tertimpa Pohon

12 Des 2025, 21:00 WIBNews