Nakama Medan: One Piece Bukan Sekadar Kisah Bajak Laut, Tapi Kritik Sosial

- Alfian, penggemar One Piece sejak 2005, melihat kritik sosial dalam anime saat dewasa.
- Cerita di Negeri Wano tentang perlawanan terhadap perusahaan tambang dianggap relevan dengan kehidupan nyata.
- Pengibaran bendera One Piece dianggap sebagai ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap sistem.
Medan, IDN Times - Bagi Nakama, One Piece bukan sekadar masterpiece yang hanya berkutat dalam ruang khayali. Namun karya fiksi yang ditelurkan Eiichiro Oda itu, justru dinilai dapat mendobrak dan memasuki ruang realita dengan segala kompleksitasnya.
Sehingga tak heran jika anime seperti One Piece justru memiliki banyak penggemar yang sudah menginjak usia dewasa. Plot yang misterius lagi representatif, karakter yang nyentrik, hingga visual yang penuh nilai estetik, menempatkan One Piece sebagai anime yang memiliki levelnya sendiri.
Oh, jangan lupakan betapa cerdiknya Eiichiro Oda membumbui maha karyanya dengan cara menjual "misteri" yang sampai saat ini belum terungkap! Kendati sudah 1.139 episode, para Nakama masih berkutat pada tafsirnya soal apa sebenarnya harta karun "One Piece" itu.
Segala argumentasi yang tercipta lewat anime One Piece membuat begitu banyak dobrakan-dobrakan yang asyik. Bukan hanya terhadap Nakama saja yang merupakan oknum reseptif paling setia dengan petualangan Bajak Laut Topi Jerami, namun juga terhadap masyarakat yang sebelumnya tak pernah terpikir untuk jatuh hati dengan maha karya yang rilis pada tahun 1999 ini!
Terlebih dengan tren pengibaran bendera Jolly Roger yang eksis belakangan hari. Anime One Piece dielu-elukan bersamaan dengan kritik sosial yang mencuat di tengah masyarakat terhadap pemerintah Indonesia.
1. Meski suka One Piece sejak 2005, Nakama Medan justru bisa melihat kritik sosial saat sudah beranjak dewasa

Nakama Medan bernama Alfian telah memahami gejolak yang disuguhkan dalam tiap plot episode One Piece. Jatuh hati sejak tahun 2005, Alfian kecil mulanya belum tahu kritik sosial apa yang sebenarnya ingin disampaikan Eiichiro Oda. Alfian saat itu hanya sebatas menggilai perjalanan laut dan tantangan yang diarungi oleh Luffy cs.
"Saat masuk masa kuliah, saya mulai menonton One Piece lagi. Mengisi waktu kekosongan karena suntuk dulu, kan. Mulai dari awal mengulang dari episode pertama nonton lewat web. Ternyata setelah menonton One Piece saat saya sudah dewasa, mulai tahulah esensinya. Sangat berbeda dengan versi kita waktu masih anak-anak dulu. Ternyata anime satu ini penuh dengan kritik sosial!" katanya menggebu.
Dulu saat menonton One Piece, Alfian hanya terpukau pada detail-detail konyol Karakter Luffy. Seperti saat Luffy memakan buah iblis milik Shanks yang membuatnya mendapatkan kekuatan super menjadi manusia karet, bagaimana kekonyolan Zoro saat direkrut menjadi kru pertama Luffy, hingga bagaimana bujuk rayu Luffy menggaet Nami untuk gabung bersama Bajak Laut Topi Jerami.
Namun setelah beranjak dewasa, ada perspektif lain yang didapatkan Nakama seperti Alfian. One Piece kini baginya dapat dilihat sebagai simbol keberanian mendobrak sistem birokrasi yang kompleks.
"Kru Bajak Laut Topi Jerami yang dipimpin Luffy diisi orang-orang yang tersisih atau sering didiskreditkan, ada yang menjadi korban perbudakan (human trafficking) seperti Nami, bahkan ada yang menjadi korban Genosida seperti apa yang dialami Robin kecil bersama keluarganya," ungkap pria yang memiliki tato Roronoa Zoro di tangan kirinya itu.
Banyak hal dari Anime One Piece yang dianggap Alfian relate dan representatif dengan kehidupan dunia nyata. Misalnya soal kebijakan pemerintah yang kontroversial dan serampangan terhadap masyarakat.
"Ada cerita kilas balik kehidupan karakter Robin. Di mana terjadi peristiwa genosida terhadap penduduk di pulau yang isinya semua ilmuan sekaligus pencatat sejarah dunia. Di dunia One Piece, ada namanya abad kekosongan. Abad kekosongan ini dicatat oleh para ilmuan itu, dan dianggap pemerintah dunia sebagai suatu hal yang sangat berbahaya jika diketahui oleh publik. Alhasil secara keji pemerintah dunia melakukan genosida terhadap semua penduduk di pulau itu yang isinya adalah ilmuan. Mereka dibunuh, termasuk dengan arsip-arsip sejarah yang mereka buat juga dibakar tak bersisa. Satu-satunya yang hidup hanya si Robin, itu pun karena dia diselamatkan oleh salah seorang petinggi admiral (tentara laut)," tuturnya.
2. Perlawanan masyarakat kelas bawah terhadap perusahaan tambang di Negeri Wano One Piece disebut Nakama cukup representatif dengan kehidupan nyata

Bagi Alfian, dengan segala relevansinya dengan kehidupan, bukan hal aneh jika anime seperti One Piece yang bergaya fantasi justru kaya akan nilai-nilai mimesis. Terlebih episode yang banyak mengeksplor fenomena sosiologis di Negeri Wano.
"Apa yang terjadi di Negeri Wano banyak mengungkap isu pertambangan. Jadi, Negeri Wano dikuasai bajak laut bernama Kaidou. Meskipun dia bajak laut, tapi perusahaan tambangnya rutin menyetor ke pemerintahan dunia. Pemerintah juga memiliki sahamnya di situ. Jadi dia dilegalkan mengeksploitasi alam Negeri Wano. Yang awalnya negeri Wano subur, namun begitu datang Kaidou dengan ucapan manisnya ingin memajukan Negeri Wano dalam sektor industri pertambangan, malah berakhir menyengsarakan masyarakat," cerita Alfian.
Cerita ini disebutnya sangat mirip dengan fenomena yang dialami masyarakat Indonesia di kawasan dekat tambang. Banyak dari masyarakat yang justru terkena dampak berupa bencana ekologis kemudian merembet pada kesejahteraan mereka.
"Limbah perusahaan milik Kaidou mengotori lingkungan Negeri Wano. Sehingga masyarakat tak bisa lagi berocok tanam, ikan-ikan di sana mati karena terpapar racun, dan masyarakatnya kelaparan. Saking laparnya, mereka makan buah iblis yang gagal produksi dari pabrik," bebernya.
Di Negeri Wano, Luffy dan teman-teman Bajak Laut Topi Jerami muncul sebagai pahlawan. Merekalah yang menghentikan proses pertambangan perusahaan milik Kaidou.
"Kelompok Bajak Laut Topi Jerami adalah simbol perlawanan dari masyarakat bawah. Mereka menentang korporasi yang merugikan rakyat. Dan hasilnya berakhir manis, Negeri Wano sudah tidak dijajah oleh industri pertambangan."
3. Bendera One Piece dianggap Nakama hanya ikon biasa yang tak mengganggu kedaulatan Indonesia

Saat disinggung mengenai fenomena maraknya pengibaran bendera One Piece atau Jolly Roger di Indonesia, Alfian merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebab baginya itu hanya ekspresi kekecewaan masyarakat saja terhadap sistem.
"Pengaruh media sosial membuat jadi banyak yang suka One Piece. Saya senang karena anime kesukaan saya jadi semakin terkenal. Pengibaran bendera One Piece ini bagi saya hanya kritik sosial. Karena sejumlah konflik di dunia One Piece dianggap relevan dengan yang terjadi di Indonesia. Masa pemerintah takut sama bendera One Piece? Anggap saja sebagai umbul-umbul. Ada dan tiada bendera One Piece saya yakin kita tetap bernegara. Bisa jadi karena nonton One Piece kita semakin nasionalis. Karena kru Topi Jerami berusaha menjadi pejuang keadilan." Alfian berpendapat.
Luffy yang menjadi Kapten Bajak Laut Topi Jerami bagi Alfian merupakan sosok pahlawan. Ia dan rekan-rekannya selama ini mengarungi laut mencari "One Piece", harta karun milik Gol D Roger. Saat berjumpa dengan ketidakadilan, maka Luffy cs tak segan-segan melakukan perlawanan.
"Saya curiga, jangan-jangan 'One Piece' ini bukan harta karun berupa perhiasan, emas, dan lain-lain. Tapi justru pertemanan, setelah lama mengarungi perjalanan bersama-sama. Bisa jadi 'One Piece' adalah sebuah perjalanan menemukan kelompokmu, menemukan keluargamu, bahkan menggapai ambisimu. Karena sampai sekarang 'One Piece' masih misteri," pungkas Alfian sembari berkelakar.
4. Bendera One Piece berkibar di sidang tuntutan 2 TNI bunuh remaja Pengadilan Militer Medan

Menyinggung soal bendera One Piece yang dianggap Nakama sebagai kritik sosial, di Kota Medan terdapat sejumlah fenomena aksi simbolik pengibaran bendera One Piece. Salah satunya apa yang dilakukan sejumlah aktivis di Pengadilan Militer I-02 Medan. Bendera Jolly Roger itu berkibar mengiringi aksi protes mereka terhadap sistem peradilan militer.
"Seperti yang kita tahu lagi marak pengibaran bendera One Piece. Asal dia tak melebihi bendera merah putih sebagai simbol perlawanan atas ketidakadilannya pemangku kebijakan hingga saat ini. Kami menganggap bahwa penolakan pemerintah terhadap bendera One Piece terlalu lebay. Ini bukan makar dan bukan kejahatan. Ini hanya bentuk protes masyarakat atas beberapa kebijakan kontroversial," kata Andreas selaku aktivis dari LBH Medan.
Tak sampai di situ saja, esoknya dalam sidang putusan 2 anggota TNI yang membunuh seorang remaja di Perbaungan, Serdang Bedagai, juga diwarnai aksi pengibaran bendera One Piece. Karena dianggap mengganggu jalannya pembacaan putusan oleh Majelis Hakim, petugas Pengadilan Militer menarik aktivis bernama Bonaerges keluar.
"Hari ini kami bersama korban pembunuhan di Sergai, almarhum saudara kami MAF. Kami ikut sidang putusan Serka Darmen dan Serda Hendra. Di mana mereka dapat 2,5 tahun penjara. Di saat putusan disebutkan, kami dan keluarga korban tidak terima dan berstatement bahwa sipil saja yang turut membantu pelaku diadili di Pengadilan Negeri dengan vonis 4 tahun penjara. Sedangkan ini sudah terbukti 2 TNI hanya diputus 2,5 tahun penjara," kata Bonaerges.
Saat dipaksa keluar karena dianggap mengganggu persidangan dengan mengibarkan bendera One Piece, Bonaerges mengaku mendapatkan kontak fisik.
"Kami ditarik dari ruang persidangan oleh TNI, dibawa ke sel, bahkan sempat diseret dipaksa masuk sel. Saya dipukul hingga kepala saya memar, baju saya kancingnya hilang, saya ditarik juga. Di sel saya dikeroyok dan setelah itu dari keluarga korban menjemput saya di sel dan keluar," akunya.