Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

‎Cerita Warga Deska, Bertahan Sepekan di Hutan Dikepung Longsor

Warga mengambil air di tengah persawahan yang rusak akibat banjir bandang di Tapanuli Tengah (IDN Times/Prayugo Utomo)
Warga mengambil air di tengah persawahan yang rusak akibat banjir bandang di Tapanuli Tengah (IDN Times/Prayugo Utomo)

Tapanuli Tengah, IDN Times- ‎Tidak ada yang menyangka, banjir dan longsor memorak-porandakan sejumlah daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara pada, Selasa (25/11/2025) lalu. Di dataran tinggi, pemukiman dihantam longsor. Di dataran rendah, banjir merendam pemukiman hingga ke pesisir Pantai Barat.

‎Sejumlah penyintas bercerita bagaimana kondisi di dataran tinggi. Di Desa Sait Kalangan II, Kecamatan Tukka misalnya. Pemukiman di sana terisolir karena longsor menutup semua akses. Masuk atau pun ke luar dari perkampungan.

‎Warga Dusun Huraba, bercerita siang itu longsor menerjang. Suara gemuruh dari tanah yang runtuh di perbukitan membuat mereka seketika panik.

‎Puluhan orang naik ke atas bukit yang lebih tinggi. Beberapa di antaranya bahkan tidak sempat lagi membawa barang-barang. Hanya baju di badan, dan sedikit makanan.

‎1. Was-was di atas bukit, takut bukit lonsgsor

Warga mulai membersihkan rumah mereka pasca banjir menerjang Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Warga mulai membersihkan rumah mereka pasca banjir menerjang Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

‎Meski sudah berada di lokasi yang tinggi, warga tetap was-was. Hujan begitu deras saat itu. Longsor seolah mengepung mereka. Bahkan, jamak warga sudah ikhlas jika bukit yang ditempati mereka akan longsor.

‎"Kalau memang ada kuasa mu Tuhan, bisa melanjutkan perjalanan lah kami," kata Roshayati Mendrofa (44), penyintas bencana dari Huraba, saat ditemui di pengungsian SMA Negeri 1 Tukka, Kamis (18/12/2025).

‎Di atas bukit, di tengah hutan, warga bertahan di satu pondok sederhana. Mereka harus bertahan di sana karena sudah bingung akan lari ke mana.

2. Sepekan di dalam hutan, makan buah hingga nasi pakai garam

Kondisi Kelurahan Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Kondisi Kelurahan Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

‎‎Di dalam hutan, ada puluhan orang yang bertahan. Tua, muda hingga anak-anak. Di sana mereka bertahan dengan logistik pangan seadanya.

‎"Ada beras sedikit, kami masak. Makannya cuma pakai garam," ujar Roshayati.

‎"Kami juga makan buah-buahan di dalam hutan. Apa yang ada kami manfaatkan," kata Veriwati Mendrofa, penyintas lainnya menimpali.

‎Lima hari berada di hutan, mereka mulai kehabisan logistik. Saat itu, mereka tidak tahu kabar dari kampung-kampung yang posisinya lebih rendah. Para pemuda kemudian berinisiatif mencari jalan ke luar. Mereka menyusuri hutan, hingga tiba di perkampungan. Mereka kemudian memberi kabar kepada warga yang masih bertahan di dalam hutan.

‎Hampir sepekan, warga memutuskan untuk turun. Ternyata, perkampungan lainnya habis dihantam banjir. Saat mengevakuasi diri, mereka harus menerobos hutan. Kemudian sempat melintasi tingginya air banjir yang merendam.

‎Mereka kemudian mendapat kabar tentang pusat pengungsian di SMA Negeri 1. Para penyintas akhirnya tiba di sana. Sekitar 26 Kepala keluarga dari Huraba mengungsi di SMA Negeri 1 Tukka. Mereka mengungsi dengan warga lainnya dari sejumlah perkampungan terdampak banjir.

3. Warga masih bingung, ingin kembali tetapi sudah kehilangan mata pencaharian

Kondisi Kelurahan Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Kondisi Kelurahan Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (18/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

‎Sudah tiga pekan mereka menjadi penyintas. Bertahan di pengungsian dengan segala keterbatasan. Bahkan mereka terkadang harus berebut logistik dengan warga lainnya.

‎Warga masih bingung. Mereka masih menimang-nimang, apakah akan kembali ke kampungnya atau tidak.

‎"Kalau balik ke kampung, akses masih tertutup. Kebun kami juga habis. Kalau pun di sini, mau kerja apa. Kami semua rata - rata petani. Kami mau tinggal di mana?" Ujar Roshayati.

‎Warga berharap, pemerintah bisa memberika kepastian. Baik soal pemukiman hingga pekerjaan pasca banjir.

‎Tukka menjadi salah satu kecamatan terdampak paling parah di Tapanuli Tengah. Sebanyak 33 orang meninggal dunia karena banjir dan longsor yang menerjang. Ada 18 orang yang dilaporkan masih hilang.

‎Sementara itu, total korban meninggal di Tapanuli Tengah sebanyak 131 orang. Ada 25 orang yang masih hilang menurut perkembangan data resmi, pada 18 Desember 2025 pagi.

Share
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

‎Cerita Warga Deska, Bertahan Sepekan di Hutan Dikepung Longsor

19 Des 2025, 06:00 WIBNews