Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mantan Plt Bupati Tapsel: Kerentanan Ekosistem Buah Kerja Kemenhut sejak Dahulu

antarafoto-kerusakan-pascabanjir-bandang-di-tapanuli-selatan-1764662837.jpg
Foto udara kondisi rumah warga yang rusak akibat banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (30/11/2025). (ANTARA FOTO/Yudi Manar)

Tapanuli Selatan, IDN Times - Bencana Alam yang menimpa Tapsel, Tapteng, Taput, Sibolga pada akhir November 2025 telah merenggut ratusan jiwa dan ribuan korban luka lain serta ratusan lainnya masih hilang. Lebih menyedihkan lagi, bencana ini tak digolongkan sebagai Bencana Nasional karena dianggap belum memenuhi syarat.

Pernyataan Kementerian Kehutanan terkait akibat banjir dianggap nir-empati dan membuat hati para korban lebih terluka. Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho memberikan penjelasan dugaan sementara, kayu-kayu itu bekas tebangan yang sudah lapuk dan kemudian terseret banjir.

Dia menyebut kayu itu kemungkinan besar berasal dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang berada di areal penggunaan lain (APL).

"Kita deteksi bahwa itu dari PHAT di APL. PHAT adalah Pemegang Hak Atas Tanah. Di area penebangan yang kita deteksi dari PHAT itu di APL, memang secara mekanisme untuk kayu-kayu yang tumbuh alami itu mengikuti regulasi kehutanan dalam hal ini adalah SIPU, Sistem Informasi Penataan Hasil Hutan," katanya, Jumat (28/11/2025).

Mantan Wakil Bupati Tapsel dan Mantan Plt Bupati Tapsel 2025, Rasyid Assaf Dongoran geram mendengar pernyataan tersebut. Beberapa jurnalis sebenarnya sudah meminta pendapat tentang bencana alam ini namun ditolak karena masih berempati dengan korban bencana. Kini akhirnya ia angkat bicara.

Rasyid yang juga berlatarbelakang Keahlian Lingkungan Hidup & Kehutanan pada bidang praktisi Konservasi Alam selama 20 tahun menilai bahwa bencana alam ini mengambil korban jiwa dan kerusakan yang kategori sangat memprihatinkan. Kualitas Ekosistem mengalami pelemahan akibat kombinasi perubahan lahan di pegunungan atau hulu, sudah pada kondisi lemah yang teramat lemah.

Baru 3 hari nonstop hujan di wilayah hulu atau pegunungan, maka ekosistem lahan dan hutan tak mampu sebagai benteng alam mencegah banjir dan longsor yang berdampak ke hilir.

"Perubahan ini akibat Pembukaaan Lahan Hutan menjadi Perkebunan dan Pertambangan , baik izin resmi (legal) ataupun tak resmi (Ilegal), " kata Rasyid.

1. Pemegang Izin PHAT diduga langgar kesepakatan

WhatsApp Image 2025-12-09 at 14.09.03_8112128e.jpg
Mantan Wakil Bupati Tapsel dan Mantan Plt Bupati Tapsel 2025, Rasyid Assaf Dongoran (Dok. Pribadi)

Atas nama Kebutuhan Pembangunan, kata dia, maka 10-20 tahun terakhir, Pemerintah Pusat memberikan pelepasan kawasan untuk Kebutuhan Pembukaan Perkebunan sawit, dan paling rentan pada wilayah pegunungan (hulu), segala macam praktek telaah akademik untuk pertimbangan teknis dan lain-lain maka keluarlah Surat Keputusan (SK) Pelepasan Kawasan Hutan menjadi Lahan Perkebunan Sawit.

"Negara kita memang membutuhkan Komoditi Unggul dan membanggakan, tapi negara kita 'agak termasuk bebas' soal teknis kuasa menguasai serta merubah kawasan hutan menjadi Non Hutan. Pembukaan Lahan Tambang Emas yang luas dan kita lihat peta konsesinya yang fantastis juga menarik mencapai ratusan ribu hektar, walaupun yang dieksploitasi awal hanya seribu hektare dan berada pada wilayah hulu atau upstream, apalagi tambang metode open pit mining, " jelasnya.

Menurutnya ada beberapa skema yang resmi mengeksploitasi hutan atas nama 'kemakmuran rakyat' dan Pendapatan negara. Pertama, Izin PHAT yang memberikan izin penebang tegakan hutan di wilayah Non Kawasan Hutan, pada prakteknya ada indikasi pelaku memakai izin ini dan menebang kayu di wilayah luar peta izinnya dan atas nama bukan daerah kawasan hutan yang ditetapkan Pemerintah. Padahal jelas mereka merubah hutan menjadi gundul.

Kedua, Skema Perhutanan Sosial yang ada juga diberikan pada wilayah kawasan hutan, dimana pembersihan lahan untuk komoditi tertentu, skema perhutanan sosial ini seolah olah pro-rakyat , tapi banyak indikasi skema ini 'dimainkan' oleh aktor.

2. Negara punya instrumen menentukan keputusan tentang Izin AMDAL

IMG_20251130_123905.jpg
Ekskavator dikerahkan untuk membangun jembatan darurat di Batang Toru (dok.Pendam I/BB)

Ia membeberkan ada banyak izin yang diberikan sejak 10-20 tahun lalu dengan atas nama pembangunan industri dan pendapatan negara serta atas nama 'sepanjang masih ada 30 persen cadangan hutan' maka pembangunan di ijinkan alias pelepasan lahan dari kawasan hutan untuk Non Kehutanan.

"Benar bahwa Negara punya instrumen menentukan keputusan tentang Izin Pembangunan yakni AMDAL, Tapi perlu di ingat sejak 2014 dimana UU 32 Tahun 2004 di revisi menjadi UU 23 Tahun 2014, ini artinya sejak 11 tahun lalu Total dikendalikan Pemerintah Pusat urusan kehutanan," tegasnya.

Sedangkan Pertambangan , Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kewenangan pemerintah daerah ditarik semua ke pemerintah pusat mulai dari IUP, IPR, IUPK, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP dan IUP untuk penjualan

3. Kemenhut dan KemenLH jangan memercik air di dulang

antarafoto-korban-tewas-banjir-bandang-di-tapanuli-selatan-mencapai-50-orang-1764759412.jpg
Warga melintas di area rumah yang terdampak banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). (ANTARA FOTO/Yudi Manar)

Ingat bahwa sejak dahulu kewenangan izin pelepasan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan adalah kewenangan Kemenhut dan KemenLH. Sekalipun sebelum 2014 ada kewenangan Pemerintah Daerah, tetap saja pengambil keputusan adalah Pemerintah Pusat

"Artinya, silakan Kementerian LH dan Kementerian Hutan pada paska bencana alam 2025 Sumatera ini, mengambil sikap " akan memeriksa dan audit", tapi ingat bahwa Kementerian ini juga yang menerbitkan izin di awal. Jangan memercik air di dulang," ungkapnya.

Kemudian, terakhir, terkait penjagaan hutan & keanekaragam hayati dalam arti memiliki Polisi Hutan/Kehutanan maupun Penyidik PPNS adalah Kementeriam ini melalui UPT-UPT nya yang berada di Daerah dengan dana dari APBN untuk menggaji dan mendanai operasional penjagaan hutan dan kawasan hutan.

Momentum ini harus membuat dan memacu kita instrospeksi bersama tentang masa depan pembangunan berkelanjutan yang lebih baik, jargon keseimbangan ekologis dan ekonomis jangan lagi di dalam kertas, tapi harus benar benar nyata.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Mantan Plt Bupati Tapsel: Kerentanan Ekosistem Buah Kerja Kemenhut sejak Dahulu

09 Des 2025, 15:23 WIBNews