Korupsi Sumut 2025: PNS Mendominasi, Integritas Dipertanyakan

- PNS menjadi aktor korupsi terbanyak sepanjang 2025, dengan 56 PNS terlibat dalam perkara korupsi.
- Jumlah perkara dan terdakwa korupsi mengalami peningkatan, dengan 172 register perkara, 89 kasus korupsi, dan 177 orang terdakwa.
- Kerugian negara mencapai Rp117,4 miliar, dengan mayoritas kasus yang muncul tergolong kategori ringan hingga menengah dari tahun-tahun sebelumnya.
Medan, IDN Times - Praktik korupsi di Sumatera Utara sepanjang 2025 menunjukkan sinyal bahaya yang serius. Alih-alih menurun, kasus korupsi justru memperlihatkan tren peningkatan dengan aktor utama yang kembali didominasi oleh aparatur negara.
Temuan Sentra Advokasi Hak Asasi dan Demokrasi Rakyat (SAHdaR) menempatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai pelaku paling banyak dalam perkara korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan.
Data ini menguatkan kekhawatiran bahwa persoalan korupsi di Sumut bukan sekadar ulah individu, melainkan problem struktural dalam sistem birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
1 PNS menjadi aktor korupsi terbanyak sepanjang 2025

SAHdaR mencatat, sepanjang 2025 terdapat 56 PNS yang terlibat dalam perkara korupsi. Angka ini menjadikan PNS sebagai aktor paling dominan dibandingkan kelompok lainnya, mulai dari kepala desa hingga pihak swasta.
Direktur SAHdaR, Hidayat Chaniago, menilai kondisi ini mencerminkan rapuhnya integritas aparatur sipil negara di Sumatera Utara.
“Dominasi PNS sebagai pelaku korupsi menunjukkan bahwa masalah integritas birokrasi di Sumatera Utara sudah bersifat sistemik. Ini bukan lagi soal oknum, tetapi kegagalan serius dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,” ujar Hidayat.
Ia menambahkan, sejak 2016 hingga 2024, total 473 PNS tercatat terjerat kasus korupsi, menandakan pola berulang yang belum pernah diputus secara tuntas.
1. Jumlah perkara dan terdakwa korupsi mengalami peningkatan

Hasil pemantauan SAHdaR sejak awal Januari hingga 29 Desember 2025 menunjukkan terdapat 172 register perkara dengan 89 kasus korupsi dan 177 orang terdakwa.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2024 yang mencatat 153 register perkara, 72 kasus, dan 158 terdakwa. Peningkatan ini menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Sumut masih belum efektif.
Menurut Hidayat, tren ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
“Jika jumlah perkara dan terdakwa terus naik setiap tahun, maka yang harus dievaluasi bukan hanya pelakunya, tetapi juga sistem pengawasan, pencegahan, dan komitmen politik pemerintah dalam memberantas korupsi,” tegasnya.
3. Kerugian negara ratusan miliar dan pola kasus berulang

Dari perkara korupsi yang disidangkan sepanjang 2025, SAHdaR mencatat potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp117,4 miliar. Selain itu, terdapat Rp103,7 miliar dari praktik suap dan pemerasan atau pungutan liar yang berasal dari 7 kasus
Mayoritas kasus yang muncul tergolong kategori ringan hingga menengah, dengan pola yang relatif sama dari tahun-tahun sebelumnya, terutama dalam perkara Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Dalam banyak kasus, SAHdaR menilai penegak hukum belum menyentuh pejabat utama yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab struktural.
“Selama aktor-aktor kunci dalam struktur kekuasaan tidak disentuh, korupsi akan terus berulang dalam skala kecil dan menengah. Ini menunjukkan pemberantasan korupsi masih setengah hati,” kata Hidayat.
SAHdaR menegaskan, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman serius bagi pelayanan publik, pembangunan daerah, dan kepercayaan masyarakat. Tanpa pembenahan menyeluruh di sektor birokrasi dan penegakan hukum yang berani menyasar aktor utama, Sumatera Utara dikhawatirkan akan terus terjebak dalam lingkaran korupsi yang sama.
















