Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemulihan Bencana di Sumut Belum Menyasar Kelompok Rentan

-
Para penyintas mengambil bantuan logistik dari para relawan di Jembatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (5/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Tapanuli Tengah, IDN Times – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kembali memperpanjang status tanggap darurat bencana banjir, longsor, dan gempa bumi hingga 31 Desember 2025. Perpanjangan yang dilakukan untuk ketiga kalinya ini menandai bahwa proses pemulihan pascabencana, khususnya di Kabupaten Tapanuli Tengah, masih berjalan lambat dan belum sepenuhnya menjangkau kelompok paling rentan.

Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/906/KPTS/2025 yang ditandatangani Gubernur Sumatera Utara, Bobby Afif Nasution.

1. Status darurat jadi penanda krisis kemanusiaan masih berlangsung

AGUM_1.jpg
Gumilar Aditya berbincang dengan anak - anak di Desa Sekumur. (Dok Pribadi)

Direktur Eksekutif Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP), Maman Natawijaya, menilai perpanjangan status darurat bukan sekadar urusan administratif, melainkan pengakuan negara bahwa warga terdampak belum benar-benar pulih.

“Ini sudah penetapan yang ketiga. Artinya negara mengakui masyarakat masih membutuhkan pendampingan yang serius dan berkelanjutan,” ujar Maman kepada awak media, di Desa Sorkam Tengah, Kecamatan Sorkam, Tapanuli Tengah, Minggu (28/12/2025).

Menurutnya, bencana banjir dan longsor yang melanda pesisir barat Sumatera Utara pada November lalu tidak hanya menelan korban jiwa dan merusak ribuan rumah, tetapi juga melumpuhkan hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Hingga kini, kerusakan infrastruktur dasar masih terlihat di banyak titik, mulai dari akses jalan yang terputus, keterbatasan penerangan, sulitnya air bersih, hingga layanan pendidikan dan kesehatan yang belum pulih optimal.

2. Perempuan, anak, dan lansia jadi kelompok paling terdampak

-
Anak - anak menikmati makanan ringan disela kegiatan pembersihan masjid Jami' pasca banjir menerjang Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Kamis (11/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Maman menegaskan, dampak terberat justru dirasakan oleh kelompok yang sejak awal berada dalam posisi rentan, yakni perempuan, anak-anak, dan lansia. Ia menilai pendekatan pemulihan yang bersifat top-down dan berbasis proyek berisiko mengabaikan kebutuhan spesifik kelompok ini.

Karena itu, ia mendorong strategi pemulihan yang bertahap, partisipatif, dan inklusif, salah satunya melalui skema cash for work yang ramah gender dan lansia.

“Warga dilibatkan membersihkan jalan, masjid, puskesmas, dan fasilitas umum lainnya dengan upah layak. Skema ini penting, tetapi harus memastikan perempuan dan lansia tidak tersingkir,” ujarnya.

Sorotan serupa datang dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Kota Medan. Direktur LBH APIK Kota Medan, Sierly Anita Gafar, menyebut kondisi perempuan, khususnya perempuan lansia, masih belum menjadi perhatian utama dalam penanganan bencana.

“Di lokasi bencana, perempuan terutama lansia perempuan menghadapi beban berlapis. Mereka kehilangan rumah, sumber penghidupan, sekaligus harus tetap menjalankan kerja-kerja domestik dan perawatan, sering kali tanpa dukungan memadai,” ujar Sierly.

3. Pemulihan dinilai perlu perspektif gender dan perlindungan kelompok rentan

WhatsApp Image 2025-12-24 at 1.03.09 PM (5).jpeg
Prajurit TNI membersihkan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Desa Hutanobolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Jumat (19/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

LBH APIK mencatat, di sejumlah titik pengungsian, perempuan lansia mengalami kesulitan mengakses layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Minimnya fasilitas sanitasi layak, air bersih, serta layanan kesehatan reproduksi dan psikososial memperburuk kondisi fisik dan mental para penyintas.

“Banyak lansia perempuan mengalami trauma, kelelahan, dan penyakit kronis yang kambuh, tetapi tidak terjangkau layanan kesehatan secara rutin. Dalam situasi darurat yang berkepanjangan, mereka justru makin tak terlihat,” katanya.

Dari sisi ekonomi, rusaknya sawah, kebun, dan lahan pertanian membuat banyak perempuan kehilangan peran produktif yang selama ini menopang ekonomi keluarga, terutama di rumah tangga miskin dan keluarga yang kehilangan kepala keluarga akibat bencana.

“Ketika mata pencarian hilang, perempuan terutama yang sudah lanjut usia sering kali menjadi kelompok terakhir yang diprioritaskan dalam skema pemulihan ekonomi,” ujarnya.

Ia menegaskan pentingnya pendataan berbasis gender dan usia agar kebijakan pemulihan tidak kembali menempatkan perempuan dan lansia sekadar sebagai objek bantuan.

“Tanpa perspektif gender dan perlindungan kelompok rentan, status darurat yang terus diperpanjang justru berpotensi menjadi normal baru bagi perempuan miskin dan lansia,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Utara, Erwin Hotmansah Harahap, menyatakan perpanjangan status tanggap darurat dilakukan untuk memastikan proses evakuasi dan pemulihan berjalan maksimal.

“Memperhatikan dampak yang ada serta kebutuhan evakuasi hingga pemulihan di wilayah terdampak, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memperpanjang status tanggap darurat hingga 31 Desember 2025,” ujar Erwin di Medan.

Share
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Pemulihan Bencana di Sumut Belum Menyasar Kelompok Rentan

30 Des 2025, 06:38 WIBNews