Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Hendak Bebaskan Pejuang Lingkungan, 33 Warga Dairi Ditangkap

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Warga Dairi melawan kerusakan lingkungan oleh PT GRUTI, yang telah menimbun 10 anak sungai dan mengeringkan sumur warga.
  • Masyarakat sudah melakukan 10 kali audiensi ke pemerintah setempat tanpa hasil, termasuk janji pembentukan panitia khusus.
  • Kelompok masyarakat sipil mendesak negara hentikan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dan melepaskan warga yang ditahan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times – Ketua Pejuang Tani Bersama Alam, ditangkap aparat Polres Dairi saat pulang mengantar anaknya ke sekolah, Rabu (12/11/2025). Penangkapan dilakukan oleh enam orang polisi yang datang dengan dua mobil dan satu sepeda motor.

Selang beberapa saat puluhan warga mendatangi Polres Dairi untuk memastikan kabar penangkapan itu. Namun bukannya mendapat penjelasan, mereka justru menjadi korban tindakan represif. Beberapa warga diseret, dipiting, dan mengalami luka lebam.

1. Perjuangan warga menolak perusakan lingkungan di Dairi

Ilustrasi Unjuk Rasa di Jakarta (unsplash.com/id/@bagirbahana)
Ilustrasi Unjuk Rasa di Jakarta (unsplash.com/id/@bagirbahana)

Selama beberapa tahun terakhir, warga Desa Parbuluan VI dan Sileu-leuh terus melawan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas PT Gunung Raya Utama Timber Industries (GRUTI). Perusahaan ini dituding telah menebang sekitar 700 hektare hutan, meratakan bukit, dan menimbun 10 anak sungai—sumber air utama bagi kebutuhan warga dan pertanian.

Akibatnya, sumur-sumur warga mulai mengering, dan ancaman bencana ekologis seperti banjir bandang semakin nyata. “Inti dari perjuangan warga adalah perjuangan hak atas sumber agraria. PT. GRUTI, dengan operasionalnya, telah menimbun dan mematikan 10 anak sungai yang menjadi urat nadi kehidupan pertanian warga. Ini adalah bentuk perampasan ruang hidup dan penggusuran ekologis yang secara sistematis menghancurkan ketahanan pangan dan mata pencaharian petani,” ujar Togap Sihombing dari Konsorsium Pembaruan Agraria Sumut dalam konferensi pers, Kamis (13/11/2025).

2. Upaya advokasi untuk perjuangkan lahan sudah dilakukan sejak lama

Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sejak tahun 2020, masyarakat telah melakukan 10 kali audiensi ke Kantor Bupati Dairi dan DPRD Kabupaten Dairi, namun tak satu pun berujung pada tindakan nyata. Bahkan pada rapat dengar pendapat (RDP) Agustus lalu, DPRD Dairi sempat berjanji membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menelusuri izin operasi PT GRUTI, tapi janji itu menguap tanpa hasil.

“Agustus lalu, masyarakat sudah melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Dairi. Dalam rapat tersebut, DPRD Dairi berencana akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait adanya keberadaan PT GRUTI yang berlokasi di desa Parbuluan VI. Tapi belum ada juga tindak lanjutnya. Kalau terjadi bencana seperti banjir bandang tak hanya Parbuluan yang mengalami banjir tapi sampai ke Silalahi bahkan Samosir,” ujar Duat Sihombing dari Yayasan Petrasa.

3. Kelompok masyarakat sipil desak negara hentikan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan

Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Hingga kini, 34 orang warga telah diamankan, 33 di antaranya ditahan di Polres Dairi, dan 1 orang—Pangihutan Sijabat—ditahan di Polda Sumut. Mereka disebut sedang berstatus saksi dalam penyelidikan. Namun, aktivis menilai cara aparat dalam menangani kasus ini sangat berlebihan.

“Tindakan ini merupakan pelanggaran HAM, Pemerintah melakukan pengabaian dan pembiaran sehingga masyarakat tidak dapat mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Negara harus menjamin hak konstitusional. Selain itu juga ada tindakan represif dari pihak kepolisian yang menangkap masyarakat dengan brutal,” ujar Nurleli Sihotang dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU).

Nurleli menegaskan, tindakan tersebut bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Permen LHK No. 10 Tahun 2024, yang secara tegas menyatakan bahwa “orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Kelompok masyarakat sipil menyatakan beberapa desaka. Mereka mendesak kepolisian segera melepaskan 34 warga yang ditahan, karena mereka adalah pejuang lingkungan. Mereka juga mendesak Komnas HAM memberikan perlindungan hukum terhadap warga yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup. Mereka juga mendesak Kementerian Kehutanan mencabut izin PT GRUTI yang diduga telah menyebabkan kerusakan hutan dan sumber air warga. Terakhir, mereka mendesak DPR RI Komisi IV, VII, dan XII segera menindaklanjuti pengaduan warga, agar perampasan ruang hidup di Parbuluan tak berulang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Ranperda KTR Larang Iklan Rokok, Pelaku Usaha Proyeksikan Penyusutan Omzet 45 Persen

14 Nov 2025, 09:45 WIBNews