Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahasiswa IPB Jadi Korban Konflik Agraria PT TPL dengan Masyarakat

IMG_20250922_164622.jpg
Konflik PT TPL dengan masyarakat adat Sihaporas (dok.istimewa)
Intinya sih...
  • Mahasiswa IPB, Feny Siregar, jadi korban konflik antara masyarakat adat Sihaporas dan PT. TPL
  • Feny sedang melakukan penelitian di rumah bersama dengan masyarakat saat terjadi kerusuhan
  • Masyarakat adat Sihaporas telah mengadu ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Pemerintah Daerah terkait penyerangan oleh PT. TPL
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Simalungun, IDN Times - Konflik agraria antara PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dengan masyarakat adat Sihaporas semakin memanas. Senin (22/9/2025) pagi di Buttu Pangaturan, Kabupaten Simalungun, bentrok karyawan PT TPL dengan masyarakat sampai mengakibatkan banyak orang terluka.

Salah satu yang menjadi korban luka adalah seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Kala itu di Buttu Pangaturan, Ia tengah menjalani penelitian bersama masyarakat adat Sihaporas di rumah bersama.

1. Mahasiswa IPB jadi korban konflik masyarakat adat dengan PT. TPL saat sedang melakukan penelitian

ilustrasi korban menjalani perawatan medis. (Unsplash.com/Marcelo Leal)
ilustrasi korban menjalani perawatan medis. (Unsplash.com/Marcelo Leal)

Tim Advokasi PW Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Hengky Manalu, kepada IDN Times membenarkan kabar tersebut. Mahasiswa IPB turut menjadi korban kala konflik terjadi.

"Iya benar, kebetulan dia sedang penelitian di Sihaporas. Namanya Feny Siregar," kata Hengky, Selasa (23/9/2025) siang.

Ia mengatakan bahwa Feny mengalami luka di bagian tubuhnya. Luka tersebut didapatkan dari senjata seperti kayu yang digunakan oleh diduga pekerja PT. TPL.

"Dia luka di bagian kepala akibat terkena pukulan kayu dari security PT. TPL. Kondisinya sekarang masih dirawat di RSU Harapan Pematang Siantar," lanjut Hengky.

2. Di rumah bersama, mahasiswa IPB dan masyarakat sedang berdiskusi terkait ladang

IMG_20250922_164622.jpg
Konflik PT TPL dengan masyarakat adat Sihaporas (dok.istimewa)

Saat kerusuhan terjadi, dibenarkan oleh Hengky bahwa mahasiswa IPB itu berada di rumah bersama. Di sana ia biasanya guyub dengan para petani.

"Dia saat itu kebetulan sedang ada di rumah bersama, di Buttu Pangaturan, untuk diskusi dengan para ibu-ibu dari Sihaporas," ungkap Hengky.

Saat insiden terjadi, pukul 8 pagi sekitar 150-an orang datang. Dari pengamatan Hengky dan masyarakat Sihaporas, ratusan orang yang datang itu ada sekuriti, buruh harian lepas, dan dugaan orang bayaran yang dipakai perusahaan PT. TPL melakukan penyerangan masyarakat adat Sihaporas.

"Rumah bersama itu tempat untuk musyawarah dan membahas agenda-agenda yang berkaitan dengan aktivitas Sihaporas untuk berladang dan menjaga lahan," bebernya.

3. Masyarakat Adat Sihaporas mengadu ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Pemerintah Daerah

IMG_20250922_164653.jpg
Korban luka akibat bentrok masyatakat adat dengan PT. TPL (dok.Istimewa)

Melalui Hengky, AMAN Tano Batak mengecam tindakan penyerangan itu. Baginya, apa yang dilakukan PT. TPL sudah berulang kali dilakukan.

"Belum lepas ingatan kita soal kasus Matinggir, kali ini masyarakat Sihaporas mendapatkan kekerasan yang sama. Karena mereka berupaya mempertahankan tanah adatnya dari ekspansi perusahaan TPL," jelas Hengky.

Pihaknya kini sudah berkoordinasi dengan pihak keamanan terutama kepolisian di Simalungun. Hal ini dimaksudkan agar ada pengamanan terhadap warga Sihaporas yang saat ini masih trauma atas kejadian itu.

"Pantauan di lapangan, ada 15 orang luka-luka berat terkena kayu yang sengaja dibawa oleh para pekerja PT. TPL dan juga lemparan batu. Luka-luka itu cukup serius. Di lapangan mencekam. Rumah bersama mereka sebagai tempat berkumpul sudah dibakar. Jumlahnya ada 2 rumah. Masyarakat juga telah menarik diri dari lapangan karena banyak yang luka-luka," sebutnya.

Bagi AMAN Tano Batak, penyerangan ini merupakan pola yang berulang dan sudah cukup sering berlangsung terhadap masyarakat Sihaporas. Bahkan Hengky mengaku mereka sudah lama mengadu ke pemerintah agar ada solusi yang diberikan terutama soal tanah adat yang di satu sisi juga diklaim sebagai konsesi PT. TPL.

"Masyarakat menolak karena menurut mereka itu adalah tanah leluhur mereka. Secara organisasi kita sampaikan informasi ini kepada pemerintah, ada ke Komnas Perempuan, kita sampaikan Komnas HAM juga, dan beberapa Pemerintah Kabupaten dan DPRD. Harapan kita untuk situasi saat ini, perusahaan harus tarik diri dari wilayah adat Sihaporas. Dan pelaku penaniayaan bisa ditindaklanjuti kepolisian," pungkasnya.

Sementara TPL membantah karyawannya melakukan penyerangan. Menurutnya pemicu dari masyarakat sendiri. Hal itu dikatakan Salomo Sitohang selaku Manager Corporate Communication TPL. Menurtnya warga Sihaporas melempari pekerja serta kendaraan perusahaan menggunakan batu. Ia juga menyebut warga memblokade jalan dengan kayu dan membakar mobil operasional. Total ada 6 karyawan terluka.

"Sekelompok orang menghadang dan melakukan pelemparan batu yang mengakibatkan enam orang mengalami luka-luka, yaitu Rocky Tarihoran selaku karyawan Humas, 3 orang petugas keamanan bernama Saut Ronal, Edy Rahman, dan Markus, serta seorang anggota mitra bernama Nurmaini Situmeang", kata Salomo Sitohang melalui saluran telepon.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Lagi, Hakim di Pekanbaru Vonis Bebas 2 Terdakwa Korupsi

23 Sep 2025, 14:09 WIBNews