Amanda Gustari Lontar Kritik Lewat Lukisan Tolak Kekerasan Rezim

- Amanda Gustari melukis sebagai bentuk kritik terhadap kekerasan rezim dengan gambar sepatu boot yang hendak menginjak kerumunan orang.
- Lukisan Amanda juga menunjukkan simbol rakyat yang melakukan perlawanan dengan memegang pisau, serta pemilihan warna pink dan hijau sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
- Massa unjuk rasa menyuarakan protes terkait tuntutan 17+8 yang disampaikan masyarakat, karena banyak kebijakan yang tidak berpihak kepada kelompok rentan dalam sepuluh tahun terakhir.
Medan, IDN Times – Di tengah orasi massa, seorang perempuan mencuri perhatian dalam unjuk rasa di Titik Nol Kota Medan, Sabtu (6/9/2025) petang. Di garis lingkaran massa yang menyebut diri sebagai Kolektif Kelompok Rentan, perempuan itu menggelar kanvas berukuran sedang.
Perlahan dia melayangkan kuas ke atas kanvas. Membalur kertas putih dengan latar berwarna pink. Goresan lainnya menunjukkan kuas kecilnya mengambil warna hijau. Jelang hari gelap, lukisan itu pun tuntas. Tergambar, sepatu boot yang hendak menginjak kerumunan orang.
Belakangan diketahui, pelukis itu bernama lengkap Amanda Gustari. Kata dia, lukisan itu menjadi caranya untuk menyampaikan kritik.
“Saya mengambil tema dan arti dari gambar yang saya buat itu adalah tolak kekerasan rezim,” kata Amanda.
Amanda pun menjelaskan makna di balik lukisannya. Kata dia, sepatu boot menggambarkan pejabat. Sementara di bawahnya terdapat rakyat yang terus melakukan perlawanan disimbolkan dengan memegang pisau.
“Siapa yang mempunyai sepatu seperti itu ya, sepertinya pejabat kita yang ingin menindas, ingin memijak-mijak kita semua rakyat Indonesia seenaknya. Jadi kita semua sebagai rakyat itu dilihat dari siluet-siluet yang warna hijau itu adalah rakyat dalam bentuk penolakan masing-masing memegang pisau satu per satu. Masing-masing memegang kekuatan agar rezim-rezim itu tidak menindas kita lagi,” katanya.
Pemilihan warna dengan dominasi pink dan hijau juga bukan tanpa alasan. Warna yang populer belakangan itu juga sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
“Pink sebagai bentuk perempuan ataupun perlawanan, yang hijau juga melambangkan seperti korban kekerasan rezim. Korban kekerasan rezim yaitu Afan Kurniawan sebagai driver ojol (ojek online),” ujar perempuan yang karib disapa Mandut itu.
Sebelumnya, dalam unjuk rasa ini, massa menyuarakan berbagai protes. Khususnya 17+8 tuntutan yang disampaikan masyarakat dalam beberapa pekan terakhir.
"Kita terus mengawal sampai semua tuntutan itu dipenuhi," ujar Annisa Shereen, koordinator aksi yang didominasi massa perempuan itu.
Menurut mereka, pemerintah tidak bisa membungkam kemarahan masyarakat. "Kemarahan rakyat bukan sekadar reaksi spontan, melainkan manifestasi dari krisis kepercayaan terhadap pemerintah dan sistem politik yang gagal mewujudkan keadilan sosial serta perlindungan hak-hak warga negara," katanya.
Sampai saat ini kata Shereenn, masih banyak kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat terutama kelompok rentan; perempuan, disabilitas, ragam gender dan seksual, anak, kelompok miskin, dan kelompok yang dimarginalkan lainya.
"Setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir kebijakan yang dibuat justru memperkuat oligarki," kata Shereenn.
Beberapa kebijakan yang menjadi sorotan, mulai dari Omnibus Law yang merugikan buruh; pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); Food Estate yang merampas tanah rakyat dan merusak lingkungan; hingga manipulasi regulasi untuk melanggengkan dinasti; kabinet gendut yang berdampak pada efisiensi dan ekonomi, kenaikan PPN, UU TNI dan RUU Polri yang menjadikan polisi dan TNI sebagai lembaga superpower, Proyek Strategis Nasional yang merampas ruang hidup rakyat, makan bergizi gratis RKUHAP dibahas secara sembunyi-sembunyi dan berpotensi memuat pasal-pasal bermasalah, dan masih banyak lagi.