Peringatan HAM Internasional, KontraS: Negara Masih Gagal Memenuhinya

Peringatan tiap tahunnya belum mampu menekan pelanggaran HAM

Medan, IDN Times - Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional diperingati setiap 10 Desember oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Peringatan itu dimulai sejak 1950 sampai sekarang. Sayangnya, kegiatan tahunan itu belum mampu menekan tingkat pelanggaran HAM di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Hal itu disampaikan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, Amin Multazam Lubis. Dikatakannya, peringatan Hari HAM ini harusnya dijadikan momentum bagi semua pihak untuk merawat ingatan atas peristiwa dan korban pelanggaran HAM masa lalu.

Akan tetapi, sampai hari ini cita-cita besar itu masih jauh dari harapan. "Bahkan negara masih gagal menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM," kata Amin kepada IDN Times di kantornya Jalan Brigjen Katamso Gang Bunga, Kecamatan Medan Maimun, Jumat (13/12) malam.

1. Negara selalu menjadikan permasalahan HAM sebagai wacana

Peringatan HAM Internasional, KontraS: Negara Masih Gagal MemenuhinyaLogo KontraS

Padahal, sambung Amin, peringatan HAM adalah kesepakatan besar umat manusia yang pada intinya berkomitmen memuliakan manusia, memahami bahwa ada hak kodrati yang wajib diberikan karena itu merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa bagi setiap manusia.

HAM juga erat kaitannya dengan martabat manusia dan tugas itu merupakan tanggung jawab negara. Namun, pada implementasinya negara tidak mampu mengaplikasikan hal tersebut secara utuh.

"Negara selalu menjadikan HAM sebagai wacana di permukaan. Buktinya, masih menumpuknya persoalan pelanggaran HAM massa lalu yang tak kunjung terselesaikan," sebutnya.

 

2. Menurut amatan KontraS persoalan HAM di Sumut cenderung memburuk dibandingkan tahun sebelumnya

Peringatan HAM Internasional, KontraS: Negara Masih Gagal MemenuhinyaKoordinator KontraS Sumatera Utara, Amin Multazam Lubis saat memberikan keterangan di sekretariat KontraS Jalan Brigjen Katamso Gang Bunga, Kecamatan Medan Maimun (IDN Times/Fadli Syahputra)

Menurut amatan KontraS, persoalan HAM di Sumatera Utara (Sumut) belum banyak berubah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Malah, keadaannya cenderung semakin memburuk.

Indikatornya bisa dilihat dari menumpuknya persoalan klasik seperti kasus kekerasan dan konflik agraria. Kemudian, semakin tingginya ancaman terhadap penggiat HAM dan memburuknya kebebasan berekspresi.

Baca Juga: Peringati Hari HAM Sedunia, Aktivis Sumut Nyalakan Lilin di Tugu Nol

3. Kebebasan HAM di kampus juga jadi perhatian

Peringatan HAM Internasional, KontraS: Negara Masih Gagal MemenuhinyaPeringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di Tugu Kilometer 0 Kota Medan, Rabu (10/12) malam. (Dok. IDN Times)

Contohnya kasus suara USU, pembatasan bagi mahasiswa yang ikut aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang KPK pada September 2019 lalu.

"Dalam catatan kami, kampus yang harusnya menjadi ruang berekspresi justru malah menjadi tempat memberangus kebebasan berpendapat dan demokrasi," ungkap mantan Ketua Umum Komisariat HMI Fisip USU itu.

4. Catatan penting KontraS di 2019 adalah terkait ancaman atau teror terhadap para pegiat HAM

Peringatan HAM Internasional, KontraS: Negara Masih Gagal MemenuhinyaIDN Times/Prayugo Utomo

Sepanjang 2019, lanjut Amin, KontraS aktif mendampingi 12 kasus pelanggaran HAM. Dimulai dari kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan, konflik agraria hingga soal kebebasan berekspresi di kampus hingga soal penerapan pasal karet UU ITE. Jumlah itu tak jauh berbeda dibanding tahun lalu yakni 10 kasus.

"Jumlah ini tentu saja tak sebanding dari total keseluruhan kasus yang ada di Sumut, yang bisa totalnya mencapai ratusan," bebernya.

Menurut Amin, yang menjadi catatan penting KontraS tahun ini adalah persoalan serius terkait ancaman atau teror terhadap para aktivis HAM. Teror dimulai dari pelemparan bom molotov di kantor LBH Medan dan tempat berkumpulnya para pegiat HAM di Literacy kopi.

"Meninggalnya dua aktivis di Labuhan Batu hingga kematian aktivis lingkungan Golfrid Siregar yang masih menyisakan tanda tanya," jelas Amin.

 

5. Kasus kekerasan yang paling banyak didampingi KontraS di 2019 dilakukan aparat keamanan, yakni kepolisian

Peringatan HAM Internasional, KontraS: Negara Masih Gagal MemenuhinyaPeringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di Tugu Kilometer 0 Kota Medan, Rabu (10/12) malam. (Dok. IDN Times)

Ketika ditanya soal kasus pelanggaran HAM apa yang paling banyak didampingi. Amin menjelaskan, sampai hari ini mereka paling banyak menangani kasus kekerasan yang dilakukan aparat keamanan, khususnya kepolisian.

Seringkali penegakan hukum dijadikan alasan terdepan untuk melakukan tindak kekerasan. Khususnya terkait kasus-kasus yang menjadi musuh publik seperti begal, narkoba atau teroris. Padahal, begitu banyak peraturan yang menjaga HAM dan penggunaan kekuatan yang berlebihan.

Misalkan seperti Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan standar HAM, Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Bahwa setiap penggunaan kekuatan bisa dilakukan asal menerapkan prinsip akuntabilitas dan terukur.

"Aparat kepolisian harusnya mengisi formulir penggunaan kekuatan untuk melaporkan tindak kekerasan, bukan asal tembak dengan dalil penegakan hukum," tegasnya.

Baca Juga: Penggusuran Taman Sari, Mahfud MD: Kalian Gak Ngerti Pelanggaran HAM

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya