Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Daya Beli Petani Sumut Anjlok, Pengamat: Harga Jual Produk Pertanian Melemah

Aktivitas jual beli di pasar Besar Ngawi. IDN Times/ Riyanto.
Aktivitas jual beli di pasar Besar Ngawi. IDN Times/ Riyanto.
Intinya sih...
  • Komoditas cabai merah menjadi penyebab utama penurunan NTP tanaman hortikultura di Sumut
  • Penyerapan Bulog mendorong kenaikan NTP tanaman pangan dan peternakan, tetapi tidak semua petani menikmatinya
  • NTP naik saat Sumut tidak memasuki musim panen raya, namun daya beli petani di Sumut terus merosot

Medan, IDN Times - Nilai tukar petani (NTP) di Sumatera Utara masih mengalami tekanan seiring dengan memburuknya sejumlah harga komodoitas pangan hortikultura dan tanaman perkebunan. Namun, untuk NTP produk peternakan seperti daging ayam dan telur ayam justru alami kenaikan.

Termasuk juga NTP untuk tanaman pangan Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, nilai tukar petani di Sumut pada bulan April mengalami koreksi sebesar 1.17 persen di level 1.369,53. Bahkan untuk tanaman hortikultura, nilai tukar petani di Sumut pada bulan Mei turun 5.76 persen di level 89.25.

1. Komoditas cabai merah yang paling dominan menekan penurunan NTP tanaman hortikultura

Cabai merah di Pasar Kangkung, Bandar Lampung. (IDN Times/Muhaimin)
Cabai merah di Pasar Kangkung, Bandar Lampung. (IDN Times/Muhaimin)

Pengamat ekonomi asal Sumatra Utara, Benjamin Gunawan menilai komoditas cabai merah yang paling dominan menekan penurunan NTP tanaman hortikultura.

"Cabai (merah/hijau hingga rawit) anjlok di kisaran Rp18 ribu hingga Rp27 ribu per Kg pada bulan Mei kemarin. Demikian halnya dengan penurunan harga TBS, yang berada dalam rentang 2.200 hingga Rp2.700 per Kg di bulan Mei," katanya.

2. Salah satu pemicu meningkatnya NTP tanaman pangan juga didorong oleh penyerapan Bulog

Ilustrasi beras (dok. Bulog)
Ilustrasi beras (dok. Bulog)

Penurunan harga TBS tersebut memicu terjadinya penurunan NTP tanaman perkebunan sebesar 1.96% di level 189.72, yang mengalami kenaikan adalah NTP peternakan sebesar 1.01% di level 93.63 pada bulan Mei. Tercermin dari kenaikan harga daging ayam yang sempat menyentuh Rp32 ribu per Kg pada bulan April, naik dikisaran Rp30 hingga Rp32 ribu per Kg pada bulan Mei.

"Sayangnya sekalipun naik, NTP peternakan justru belum mampu naik di atas level 100. Selanjutnya ada kenaikan pada NTP tanaman pangan sebesar 1.56% di level 102.72. Kenaikan NTP tersebut terjadi disaat harga gabah alami kenaikan pada bulan Mei. Salah satu pemicu meningkatnya NTP tanaman pangan juga didorong oleh penyerapan Bulog sesuai dengan harga acuan pemerintah sebesar 6.500 per Kg untuk GKP (gabah kering panen)," jelasnya.

Sekalipun terjadi kenaikan NTP pada bulan mei untuk sektor peternakan dan tanaman pangan. Namun tidak semua peternak atau petani menikmatinya. Karena untuk produk peternakan seperti daging ayam, justru terjadi penurunan produksi harian di bulan Mei sekitar 25% dibandingkan dengan produksi rata-rata kuartal pertama 2025.

3. NTP naik di saat Sumut tidak memasuki musim panen raya

ilustrasi panen padi (pexels.com/Vũ Bụi)
ilustrasi panen padi (pexels.com/Vũ Bụi)

Selanjutnya, untuk tanaman pangan yang didominasi oleh tanaman padi. NTP naik disaat Sumut tidak memasuki musim panen raya. Walaupun tetap ada petani yang memanen tanaman padi. Secara keseluruhan, daya beli petani di Sumut kian merosot seiring dengan melemahnya NTP petani selama bulan Mei. Dan pada bulan Juni diproyeksikan stagnan dengan kecenderungan naik tipis.

"Memburuknya NTP Petani maupun Peternak di Sumut tidak bisa dilepaskan dari melemahnya belanja masyarakat belakangan ini. NTP yang turun juga tercermin oleh deflasi yang terjadi selama bulan Mei sebelumnya. Ada peluang dimana harga akan kembali naik karena dipicu penurunan produksi akibat dari melemahnya kemampuan petani untuk bercocok tanam. Terlebih harga jual produk pertanian yang dibawah harga keekonomian atau bahkan di bawah HPP dalam dua bulan terakhir," pungkasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us