Kebijakan Tarif Impor AS, Ancaman Bagi Pelaku UMKM di Sumut

Medan, IDN Times - Pengamat ekonomi asal Sumatra Utara Benjamin Gunawan menyoroti kebijakan kenaikan tarif impor oleh AS secara global, yang akan membuat distribusi barang dan jasa bergeser dan menciptakan sebuah pola distribusi yang baru. Dia mengatakan akan ada banyak negara yang mencari tujuan pasar alternatif, di mana produknya bisa bersaing dan diterima.
Sehingga, ini menjadi ancaman bagi pelaku UMKM di tanah air. "Kita bisa menjadi sasaran barang-barang impor dari negara lain, seiring dengan kebijakan kenaikan tarif yang dilakukan AS," jelas Benjamin kepada IDN Times, Minggu (6/4/2025).
1. Ekspor Indonesia didominasi ekspor komoditas nonmigas

Dikatakannya, ekspor Indonesia banyak didominasi oleh ekspor komoditas nonmigas. Dominasinya sebesar 94 persen. Artinya, jika Indonesia mencari negara alternatif tujuan ekspor tentunya tidak mudah.
"Salah satunya, karena negara tujuan ekspor harus mempersiapkan investasi untuk industri pengoiahan dengan bahan baku komoditas kita. Belum lagi mempertimbangkan daya saing komoditas kita dibandingkan dengan komoditas subtitusi. Baik dari komoditas (subtitusi) pesaing, atau komoditas yang sama namun diproduksi negara lain," jelas Benjamin.
2. Para pelaku UMKM lebih banyak mengandalkan belanja domestik sebagai pangsa pasar utamanya

Sementara itu, produk manufaktur global yang terimbas kenaikan tarif berpeluang masuk ke tanah air. Kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti pakaian, elektronik, pangan, automotif, maupun kebutuhan lain yang diproduksi banyak negara (khususnya China) sebelumnya berpeluang masuk ke tanah air.
Di tengah perang dagang yang kian memanas, daya saing industri di tanah air jelas akan kembali diuji seiring dengan memanasnya perang dagang akhir-akhir ini. Pastinya, pelaku UMKM juga tidak akan luput dari ujian tersebut.
Benjamin menilai, sejauh ini, para pelaku UMKM lebih banyak mengandalkan belanja domestik sebagai pangsa pasar utamanya. Termasuk di Sumatra Utara.
"Pelaku UMKM yang menghasilkan barang (produsen) berpeluang menghadapi kenaikan biaya produksi. Contoh yang paling nyata adalah pelaku usaha tahu dan tempe. Di mana sebagian bahan baku (kedelai) diimpor, yang memunculkan risiko gangguan produksi tahu atau tempe ditanah air ditengah gejolak ekonomi," katanya.
3. Kebijakan kenaikan tarif oleh AS tidak bisa dianggap remeh karena semua lini ekonomi akan terdampak

Lanjutnya, perang dagang yang memicu pelemahan Rupiah terhadap US Dolar, ditambah dengan ketidakjelasan bagaimana pembentukan supply bahan baku global setelah kenaikan tarif AS. Hal ini akan memicu kekhawatiran pelaku UMKM terhadap beberapa kemungkinan buruk.
Seperti terjadinya kenaikan bahan baku karena rupiah melemah, kenaikan harga bahan baku itu sendiri di pasar global, hingga kemungkinan gangguan supply bahan baku global yang berpotensi memicu kenaikan harga atau justru kelangkaan.
"Bagi pelaku UMKM lainnya yang bergerak disektor perdagangan. Satu sisi berpeluang diuntungkan karena dibanjiri oleh barang-barang impor. Walaupun disisi lain daya beli masyarakat yang belakangan alami gangguan berpotensi menekan demand atau permintaan," tambahnya.
Menurutnya, kebijakan kenaikan tarif oleh AS tidak bisa dianggap remeh. Semua lini ekonomi akan terdampak dengan kebijakan kenaikan tarif tersebut.
Satu sisi pemerintah akan dibebani dengan potensi penurunan kinerja ekspor, disisi lain akan disbukkan dengan potensi kenaikan laju barang impor. Ditambah dengan masalah gangguan daya beli. Upaya negosiasi tarif harus dilakukan pemerintah.
"Selain itu pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki daya beli guna mendorong permintaan. Selain itu melindungi pelaku UMKM agar tidak dibanjiri oleh barang-barang impor," pungkasnya.