APBN Terus Alami Defisit, Tantangannya pada Target Penyerapan Pajak

- Tantangannya adalah pada target penyerapan pajak
- Jika target realisasi pajak nantinya tidak tercapai
- Masalah fiskal bisa jadi pemicu krisis yang lebih besar
Medan, IDN Times - Pemerintah melaporkan telah terjadi defisit anggaran sebesar Rp321.6 Triliun atau setara 1.35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun masih ada ruang, namun hal ini jadi sorotan.
Seperti dikatakan pengamat ekonomi Gunawan Benjamin. Dia menilai defisit yang terus diperlebar akan membuka peluang penambahan jumlah utang di waktu yang bersamaan.
"Memang kita masih punya ruang untuk menambah defisit, karena konstitusi mengamanahkan defisit sebesar 2.78 persen. Meskipun saya menilai bukan berarti kebijakan defisit ini harus diperlebar mendekati angka konstitusi," kata pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin pada Rabu (24/9/2025).
"Nantinya akan membuat pengelolaan APBN kedepan menjadi lebih sulit. Disisi lain Menkeu menyebutkan bahwa tidak seharuisnya menambah jumlah utang di tahun 2025," tambahnya.
1. Tantangannya adalah pada target penyerapan pajak

Sementara, dia menilai disisi lain pemerintah sudah tarik dana pemerintah di BI sebesar Rp200 Triliun dari saldo anggaran lebih (SAL), ditambah dengan kebijakan pembelian obligasi pemerintah oleh BI sebesar Rp200 T yang dilabelin sebagai skema “burden sharing” oleh pelaku ekonomi. Dana tersebut akhirnya digunakan untuk mendukung program asta cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Artinya memang setelah total dana Rp400 Triliun didapatkan oleh pemerintah, ruang untuk menambah utang itu seharusnya memang kian mengecil. Namun, yang menjadi tantangannya adalah pada target penyerapan pajak. Per akhir agustus kemarin realisasi penyerapan pajak 57.2% dari target atau sekitar 1.638.7 Triliun. Realisasi tersebut dipaparkan per agustus, atau sekitar 67% dari total perjalanan waktu hingga tutup tahun 2025," jelasnya.
2. Jika target realisasi pajak nantinya tidak tercapai

Meskipun memang tidak seharusnya berandai-andai, namun, menurut Gunawan jika target realisasi pajak nantinya tidak tercapai.
"Dan misalkan dana yang dikantongi sebesar 400 T itu cukup untuk menutup defisit, atau setidaknya mencapai angka defisit yang sama dengan tahun lalu sebesar 600 T. Nah lantas apakah dengan begitu mudahnya kita mengatakan bahwa kebijakan ekspansi fiskal yang dilakukan Menkeu ini bisa mengenerate pendapatan pajak di akhir tahun atau tahun depan, yang membuat kondisi fiskal kita bisa lebih sehat," ungkap ekonom ini.
3. Masalah fiskal bisa jadi pemicu krisis yang lebih besar

Dia juga mengatakan bahwa, pengelolaan fiskal di tahun 2025 ini masih manageable, tetapi pertaruhannya cukup besar karena masalah fiskal bisa jadi pemicu krisis yang lebih besar.
"Mendorong perbankan untuk agresif menyalurkan pembiayaan itu bukan perkara yang mudah. Tetapi memang kebijakan fiskal ekspansif seperti ini masih memberikan ruang bagi ekonomi untuk diakselerasi. Karena Menkeu kita itu berpengalaman di dunia pasar keuangan, maka pelaku pasar itu punya idiom yang dijadikan prinsipnya yakni no guts no glory, artinya tanpa keberanian tidak ada kejayaan. Selalu ada resiko di pasar, yang paling penting semuanya sudah diperhitungkan dengan matang. Defisit tidak selalu buruk, yang penting fahami dan kalkulasikan resikonya," pungkasnya.

















