Dugaan Jual Beli Lahan Tahura Bukit Barisan, Dishut Sita Alat Berat

Menanti keberanian pemerintah tangkap mafianya

Medan, IDN Times – Kasus deforestasi atau perambahan lahan Taman Hutan Raya (Tahura) di Kabupaten Karo perlahan terungkap. Pemerintah mulai mengambil tindakan.

Kabar teranyar, Dinas Kehutanan Sumatra Utara menindak kasus perambahan lahan Tahura di Kawasan Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. Berawal dari laporan yang masuk pada Rabu (16/2/2022) ke Dinas Kehutanan, tim gabungan langsung diterjunkan ke lokasi.

“Ada dua alat berat yang tengah beroperasi,” ungkap Kepala Dinas Kehutanan Sumut Herianto, Senin (14/2/2022) .

1. Para pembalak sempat sembunyikan alat berat

Dugaan Jual Beli Lahan Tahura Bukit Barisan, Dishut Sita Alat BeratAlat berat yang ditemukan di Tahura Bukit Barisan, Karo. (Istimewa)

Tim yang berkekuatan 20 orang bergegas ke lokasi. Namun tampaknya operasi itu bocor. Hingga para pelaku sempat menyembunyikan alat berat mereka. Bahkan para pelaku perambahan mengambil baterai dan mengosongkan tangki bahan bakar alat berat.

“Mereka menyembunyikan alat berat itu dengan menutupinya dengan pohon pisang. Tapi memang sudah jelas, di situ ada bekas jalan dengan panjang 3 km dan lebar 6 meter,” ungkapnya.

Dua alat berat itu berhasil ditemukan. Operator alat berat sempat terdokumentasi oleh kamera milik petugas. Namun belakangan disebut, saat proses evakuasi, tim dihalangi oleh masyarakat.

Baca Juga: Lahan Perkebunan Terendam Banjir, Warga Menginap di DPRD Langkat

2. Dinas Kehutanan sebut masyarakat yang menghalangi diduga sudah membayar untuk mendapat lahan dari mafia tanah

Dugaan Jual Beli Lahan Tahura Bukit Barisan, Dishut Sita Alat BeratKepala Dinas Kehutanan Sumut Herianto mengecek alat berat yang disita dari Tahura Bukit Barisan, Kabupaten Karo. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Herianto menduga, pengadangan itu dilakukan oleh masyarakat yang juga terhubung dengan pelaku perambahan. Pihaknya menduga, para masyarakat sudah membayarkan  sejumlah uang  kepada perambah. Dari sini dugaan soal jual beli lahan di Tahura kian mencuat. Para pembelinya diduga mendapat satu sampai dua hektare per orang.

“Masyarakat ini yang punya kepentingan terhadap alat berat. Barang bukti ini yang digunakan, si penyewanya untuk meratakan lahan tersebut dengan iming-iming, akan dijual kepada masyarakat. Dan mereka sudah menerima uang dari masyarakat tersebut. Dan mereka sudah mengkapling lahan di sana. Masyarakat yang sudah terlanjur membayar barang kali, jadi karena dengan ditahan ini, maka proyek (pembukaan) lahan ini akan gagal, maka mereka tidak akan mendapatkan tanah itu. Makanya mereka berusaha menghalangi,” ungkapnya.

Setelah dibantu oleh TNI setempat, alat berat akhirnya bisa dibawa.

3. Pembangunan jalan alternatif Karo-Langkat membuka pintu baru bagi perambah

Dugaan Jual Beli Lahan Tahura Bukit Barisan, Dishut Sita Alat BeratKepala Dinas Kehutanan Sumut Herianto mengecek alat berat yang disita dari Tahura Bukit Barisan, Kabupaten Karo. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Lokasi penyitaan alat berat tersebut mudah diakses dari jalur alternatif Karo – Langkat. Jalur alternatif ini kian populer belakangan. Lantaran jalur membentang di kawasan yang menyuguhkan destinasi wisata. Jika akhir pekan, jalur tersebut layaknya jalan di perkotaan. Padat.

Jalur Karo-Langkat ini menimbulkan potensi baru bagi deforestasi. Meskipun, Herianto enggan mengatakannya sebagai ancaman. Padahal Herianto sendiri mengaku sering melintasi jalur itu dan mendengar suara cahin saw yang meraung, diduga dari dalam Tahura.

“Saya tidak bilang itu ancaman. Cuma dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengambil keuntungan,” tukasnya.

Informasi yang dihimpun dari laman mongabay.co.id, Tahura Bukit Barisan merupakan ketiga di Indonesia yang ditetapkan Presiden melalui Surat Keputusan  No. 48 Tahun 1988 tanggal 15 November 1988. Luasnya 51.600 hektare di Sumatera Utara.

Tahura ini meliputi empat kabupaten yaitu Langkat (13 ribu ha), Deli Serdang (17.150 ha), Simalungun (1.645 ha), dan Tanah Karo (19.805 ha). Total luasan ini diperkirakan terus berkurang dari tahun ke tahun karena aktivitas perubahan kawasan.

Herianto pun mengakui jika kerusakan di Tahura Karo memang terus terjadi. Meski pun dia tidak mendetail soal total luasan yang rusak.

“Saya belum bisa bilang berapa persentasenya. Karena kalau masalah data, kita harus tepat,” ungkapnya.

Baca Juga: Dilema Nelayan Menjaga Harta Karun Simeulue

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya