Banjir Tapteng, Bendungan PLTA Sipansihaporas Jadi Penahan Gelondongan Kayu

Tapanuli Tengah, IDN Times – Banjir bandang dan longsor menerjang Kabupaten Tapanuli Tengah pada 25 November 2025 lalu. Sejumlah daerah di sana terdampak sangat buruk. Rumah – rumah hancur dihantam gelondongan kayu dan lumpur yang mengalir dari hulu.
Sebulan berlalu, jejak banjir masih terlihat di Tapanuli Tengah. Salah satunya di Bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sipansihaporas, Kecamatan Sarudik.
PLTA ini tidak lepas dari ganasnya amukan air saat itu. Dari beberapa video yang beredar di lini masa media sosial, luapan air begitu deras. Saat debit air naik, pihak PLTA membunyikan sirine sebagai peringatan.
Pihak PLTA Sipansihaporas menjelaskan, bagaimana detik-detik kejadian meluapnya air.
1. Pintu bendungan dibuka karena debit air yang berlebih

Assistant Manajer Enginering PLTA Sipansihaporas, Immanuel Siahaan menjelaskan bagaimana detik-detik naiknya debit air secara cepat di bendungan itu. Saat itu, hujan dengan intensitas yang deras terus berlangsung pada 25 November 2025. Debit air di bendungan pun meningkat drastis.
Saat itu, kata Immanuel, ketinggian air sudah mencapai 239,5 meter di atas permukaan laut (mdpl). Operator bendungan kemudian mengambil tindakan dengan membuka sebagian pintu air, berupaya menurunkan volume di dalam bendungan. Sampai saat ini, pintu bendungan juga masih dibuka.
“Jadi walau pun sudah dikendalian sesuai prosedur, debit air yang masuk dari hulu sungai tetap tinggi,” ujar Immanuel kepada IDN Times, Rabu (24/12/2025).
2. Operator sempat terjebak, gelondongan kayu turun dari hulu

Di saat bersamaan, gelondongan kayu dan lumpur ikut turun ke bendungan. Saat itu, kondisi bendungan sangat mengkhawatirkan. Para operator bendungan juga sudah terjebak.
Kayu-kayu gelondongan itu pun tertahan oleh konstruksi jembatan. Sampai saat ini, kayu – kayu yang ada di bendungan belum dievakuasi.
Kata Immanuel, banjir juga memutus akses dari bendungan ke arah pemukiman warga. Para operator sempat menginap semalaman di bendungan dengan logistik yang minim.
Keesokan harinya, para operator baru memberanikan diri untuk ke luar. Mereka harus berjalan kaki menembus hutan dengan medan berbukit untuk mencapai titik evakuasi terdekat.
“Mereka berjalan kaki sekitar 8 Km,” katanya.
Hari – hari berikutnya, semua kebutuhan logistik di bendungan juga didistribusikan secara tradisional. Lantaran, baru beberapa hari ini, akses menuju bendungan baru terbuka. Itu pun harus diakses dengan mobil berpenggerak empat roda.
3. Jika tidak ada bendungan, kayu bisa menyapu sekitar empat kelurahan

Sementara itu Staf Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Keamanan PLTA Sipansihaporas Hartas Pasaribu menjelaskan, bendungan cukup meminimalisir dampak banjir kepada pemukiman yang ada di hilir. Meski pun memang, peningkatan debit air tidak bisa dielakkan.
Kayu-kayu yang berasal dari hulu tertahan oleh bendungan. “Jika tidak ada bendungan diprediksi ada tiga kelurahan yang akan terdampak sangat fatal,” katanya.
Tiga kelurahan yang dimaksud Hartas antara lain; Kelurahan Sihaporas Nauli, Sibuluan Indah dan Sibuluan Raya.
Banjir yang menerjang Tapteng memakan 133 korban jiwa. Sebanyak 33 jiwa masih hilang dan dalam proses pencarian menurut data
Kemudian, otal korban jiwa banjir dan longsor di Sumatra Utara sebanyak 371 jiwa. Total korban yang masih hilang sebanyak 70 orang. Sebanyak 13.262 jiwa masih menjadi pengungsi.


















