Pengamat Ekonomi: Demonstrasi Tiga Hari Berdampak pada Harga Saham

- Gejolak politik mempengaruhi IHSG dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
- Kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih kokoh dibandingkan dengan krisis tahun 1998
- Pasar kemungkinan masih bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah dalam beberapa hari ke depan
Medan, IDN Times - Pengamat ekonomi, Wahyu Ario menyoroti terkait dampak nilai saham pasca demonstrasi selama 3 hari yang terjadi di Indonesia. Tak hanya Jakarta, demonstrasi, pembakaran fasilitas umum, dan penjarahan terjadi di berbagi kota.
"Demonstrasi besar-besaran yang terjadi dalam tiga hari terakhir terkait gaji dan tunjangan DPR, serta bentrokan yang muncul antara demonstran dan aparat di berbagai daerah, diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap pergerakan Bursa Efek Indonesia (BEI)," katanya pada IDN Times, Minggu (31/8/2025).
Dia menilai, pasar saham pada dasarnya sangat sensitif terhadap isu politik dan sosial, terutama yang menimbulkan ketidak pastian.
"Ketika situasi politik memanas, akan banyak investor memilih untuk menahan diri atau bahkan melepas saham yang dimilikinya demi mengurangi risiko kerugian. Hal tersebut terlihat dalam bentuk tekanan jual yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi dibuka melemah ketika perdagangan dimulai besok Senin, 1 September 2025," jelasnya.
1. Gejolak politik biasanya mendorong investor asing menarik dananya ke aset yang lebih aman di luar negeri

Selain IHSG, menurutnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berpotensi ikut tertekan. Gejolak politik biasanya mendorong investor asing menarik dananya ke aset yang lebih aman di luar negeri. Sehingga, permintaan dolar meningkat dan rupiah melemah.
"Dampak ini paling terasa pada sektor-sektor yang bergantung pada impor, seperti farmasi atau barang konsumsi yang bahan bakunya banyak berasal dari luar negeri. Sebaliknya, sektor berbasis ekspor seperti batubara, minyak sawit (CPO), atau nikel, mungkin lebih tahan terhadap gejolak karena mendapat keuntungan dari nilai dolar yang menguat," jelas Wahyu.
2. Kondisi ekonomi Indonesia saat ini dinilai jauh lebih kokoh dibanding krisis 1998

Meski demikian, Wahyu mengatakan ada hal yang penting dicatat bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kokoh dibandingkan dengan krisis tahun 1998. Saat itu, demonstrasi besar yang berujung pada perubahan politik memang mengguncang ekonomi secara mendalam, dengan inflasi tinggi, perbankan rapuh, dan cadangan devisa minim.
"Kini, fundamental ekonomi Indonesia lebih kuat, dengan cadangan devisa cukup besar, inflasi relatif terkendali, dan sistem keuangan lebih stabil. Karena itu, meskipun demonstrasi saat ini dapat menimbulkan gejolak pasar dalam jangka pendek, kecil kemungkinan dampaknya akan sebesar 1998, kecuali situasi memburuk menjadi krisis politik berkepanjangan," katanya.
3. Pasar kemungkinan masih bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah

Dalam jangka pendek, dia memprediksi beberapa hari ke depan, pasar kemungkinan masih bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah, terutama jika demonstrasi terus berlanjut. Namun, jika pemerintah dan aparat mampu meredakan ketegangan dan menciptakan kepastian politik, pasar biasanya akan pulih secara bertahap.
Bagi investor, kondisi ini menjadi pengingat bahwa faktor non-ekonomi, seperti stabilitas politik dan sosial, memiliki pengaruh yang besar terhadap kepercayaan pasar.
"Kondisi seperti ini dapat membuat sebagian pemegang saham akan menjualnya khususnya yg spekulan bukan investor. Namun kalau investor biasanya akan tetap memegang saham perusahaan tersebut, apalagi jika kondisi fundamental perusahaan masih sehat atau baik," pungkasnya.