Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Partisipasi Rendah Gegara Warga Memilih Kerja Dibanding Mencoblos

Bobby Nasution, Cagub Sumatera Utara 2024 (instagram.com/bobbynst)

Medan, IDN Times - Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Indra Fauzan menyoroti rendahnya partisipasi Pemilihan Umum (Pemilu) untuk Pemilihan Kepala Daerah, khususnya daerah Sumut ataupun Medan sekitarnya.

Dia menilai bahwa, tahun politik ini menjadi kontestasi elit. Sehingga, masyarakat cenderung enggan untuk memilih.

"Masyarakat yang memang mungkin mereka lebih baik mencari uang, kerja karena memang yang libur itu untuk para sektor-sektor perkantoran, tapi masyarakat di sektor informal lebih banyak daripada disektor formal. Sehingga, mereka lebih cenderung untuk ke tempat lokasi mereka bekerja petani, berdagang kemudian yang bekerja disektor non formal juga lebih memilih ke tempat pekerjaan mereka. Jadi itu masih ada," ujarnya pada IDN Times, Kamis (12/12/2024).

Diketahui, menurunnya partisipasi pemilih pada pesta demokrasi 5 tahun yang lalu dibandingkan tahun ini untuk golput atau jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yakni, Pilkada Sumut 2018. Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) tercatat sebanyak 9.050.958 orang. Dari jumlah tersebut, partisipasi pemilih mencapai 64,48 persen atau 5.834.467 orang, sementara jumlah golput mencapai 3.216.491 orang atau 35,52 persen.

Sedangkan Pilkada Sumut 2024, DPT meningkat menjadi 10.771.496 orang. Namun, partisipasi pemilih tercatat hanya 5.654.922 orang atau 52,5 persen, menurun dibandingkan 2018. Jumlah golput mencapai 5.116.574 orang atau 47,5 persen dari total DPT.

Sementara itu, partisipasi pemilih di Pilkada Medan hanya sebesar 34,8 persen. Menurun jauh dari capaian KPU Medan pada Pilkada 2020 lalu yang mencapai 46 persen.

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) pada Pilkada Medan 2024 yakni sebanyak 1.799.421 pemilih. Namun hasil dari rekapitulasi perolehan suara di Pilkada Medan 2024, jumlah pemilih yang 626.309 saja yang terdiri dari suara sah sebesar 611.566 suara dan suara tidak sah 22.564. Artinya 1.187.855 surat suara menjadi tidak terpakai.

1. Perlunya dorongan gen Z untuk memberikan hak suara ke TPS

Hasil quick count atau hitung cepat Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia untuk Pilkada Sumut (Dok Indikator)

Kemudian, lanjut Indra, gen Z juga perlu dorongan yang kuat agar mereka mau datang ke TPS.

Sehingga, mereka dapat berpikir untuk mengumpulkan kesadaran kalau mereka memiliki hak pilih dan penting bagi mereka.

"Sehingga, stereotip yang muncul di masyarakat bahwa siapapun yang akan terpilih akan jadi seperti ini saja itu tidak akan muncul," ucapnya.

Tak hanya itu, dia berpendapat bahwa dekatnya penyelenggaraan antara Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) jaraknya dekat dari bulan Februari ke November 2024. Sehingga, ini ada kejenuhan dari masyarakat untuk memilih.

"Apalagi, ini terjadi perubahan-perubahan politik itu terasa cepat. Sehingga, memunculkan ketidakpercayaan masyarakat kepada elit misalnya kita bisa melihat dominannya KIM dan KIM Plus yang akan menang. Sehingga, masyarakat melihatnya ini pertarungan elit kita hanya sebagai objek dari pemilih itu sendiri. Dan terakhir kalau di Sumut kita melihat ada beberapa daerah yang kena atau terdampak dari bencana seperti di Karo dan Medan sehingga saya rasa hujan kemaren itu cukup memengaruhi masyarakat untuk datang ke TPS," tambahnya.

2. KPU dinilai kurang masif bergerak untuk mensosialisasikan kepada masyarakat

Petugas KPPS menulis hasil penghitungan suara di TPS 044 tempat Edy Rahmayadi mencoblos (IDN Times/Doni Hermawan)

Terkait optimasi sosialisasi KPU yang berdampak dengan rendahnya partisipasi pemilihan masyarakat, dikatakan Indra bahwa kurang masif gerakan dari pihak penyelenggara kepada masyarakat.

"Kalau kita lihat pola sosialisasi yang dilakukan oleh KPU misalnya itu melibatkan beberapa stakeholder, kemudian mendatangi sekolah, kalau didaerah mungkin mereka mendatangi perangkat-perangkat desa, kelurahan, dan lain sebagainya. Tapi seberapa masif sosialisasi itu dilakukan," jelasnya.

Kemudian, dalam penggunaan baliho Indra menilai juga tidak banyak yang terpampang.

"Jadi, kita bisa melihat baliho-baliho yang muncul juga tidak banyak. Lebih banyak baliho kandidat , daripada baliho KPU. Bahkan, mungkin tidak ada, dan itu menjadi pertanyaan juga. Kita bisa melihat dari Pj atau pejabat daerah yang melalukan memunculkan baliho mereka. Jadi, saya rasa sosialisasi itu tidak memengaruhi sebenarnya tidak memengaruhi banyak masyarakat untuk datang memilih. Cuma sekedar pengetahuan bagi masyarakat ada pemilu," kata Indra.

3. Sosialisasi dilakukan seharusnya jauh hari dari pemilihan

Edy Rahmayadi usai mencoblos di TPS 44 Medan Johor, Rabu (27/11/2024) (IDN Times/Doni Hermawan)

Indra mengatakan rendahnya partisipasi pemilihan masyarakat tidak hanya terjadi di Sumut, tapi hampir diseluruh Indonesia artinya secara nasional mengalami penurunan kehadiran masyarakat di TPS.

"Nah, yang perlu dilakukan adalah meski masih lama lagi 5 tahun yang akan datang. Sebenarnya, KPU sudah punya strategi bagaimana meningkatkan kuantitas masyarakat untuk datang ke TPS," tuturnya.

Dia menyarankan adalah, hal pertama adalah pelibatan sosialisasi dilakukan seharusnya jauh hari dari pemilihan.

Kemudian, harus dipisahkan antara Pileg dan Pilkada. Selanjutnya, pihak KPU tidak hanya berkutat dalam administrasi.

"Jadi, banyak pihak yang bisa dilibatkan oleh KPU untuk meningkatkan kuantitas pencoblos kehadiran di TPS, misalnya berinovasi dengan digitalisasi, sosialisasinya lewat digital kemudian membangun kesadaran masyarakat saat ini orang sudah punya gadget sendiri," ucapnya.

Artinya, masyarakat sudah bisa memahami atau mengakses gadget untuk Coklit dan lain sebagainya, dan harusnya masyarakat juga sudah bisa melihat bagaimana cara untuk mendaftar sehingga hal teknis seperti ini tidak menjadi masalah lagi.

"Kemudian, media sosial sehingga seharusnya KPU harus belanja iklan yang banyak untuk mensosialisasikan ini ke medi-media sosial. Seberapa banyak masyarakat yang singgah ke instagramnya KPU, seberapa banyak sih sudah TikTok KPU yang dilihat masyarakat, saya rasa gak banyak. Sehingga ini menjadi evaluasi KPU sebagai penyelenggara. Tidak hanya sekedar sosialisasi bersifat konvensional itu kan gak begitu masif," terang Indra.

Selain itu, dia menyatakan kepada partai politik dan peserta pemilu untuk dapat memberikan kualitas diri para Calon Kepala Daerah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk datang ke TPS jadi tidak hanya sebagai penyelenggara tapi juga peserta Pilkada.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indah Permata Sari
Arifin Al Alamudi
Indah Permata Sari
EditorIndah Permata Sari
Follow Us