Harga Singkong Terpuruk, Lemahnya Demand Jadi Salah Satu Pemicunya

- Penurunan harga singkong dipengaruhi oleh melemahnya konsumsi industri pengolahan dan impor tepung tapioka.
- Rantai pasok singkong dan produk olahannya perlu ditelusuri untuk memahami daya beli masyarakat.
- Panen besar singkong di wilayah lain dapat menekan harga singkong di Sumut dan mempengaruhi persaingan pasar.
Medan, IDN Times - Pengamat Ekonomi, Benjamin Gunawan menyoroti harga singkong di wilayah Sumatra Utara. Berdasarkan dari hasil pemantauan Benjamin dalam sekitar 8 tahun terakhir, harga singkong di level petani di Sumut sempat menyentuh Rp2.300 hingga Rp2.500 per Kg, dan saat ini turun di kisaran Rp600 per Kg.
"Penurunan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, dari keseluruhan faktor tersebut, pemicu penurunan secara garis besar masih dipengaruhi oleh faktor melemahnya konsumsi yang tercermin dari melambatnya kinerja pertumbuhan ekonomi global maupun nasional," kata Benjamin, Selasa (8/7/2025).
1. Benjamin temukan penurunan konsumsi industri pengolahan singkong di Sumut yang outputnya itu produk tepung

Dari hasil penelusuran secara langsung, lanjut Benjamin ditemukan ada penurunan konsumsi industri pengolahan singkong di Sumut yang outputnya itu produk tepung.
Selain itu, beberapa industri rumahan juga mengeluhkan turunnya omset penjualan produk olahan singkong belakangan ini. Jadi dari sisi demand atau permintaan yang melemah dari ritel memberikan kontribusi penurunan harga singkong.
Menurut Benjamin, berdasarkan temuan KPPU (komisi pengawas persaingan usaha) wilayah II di Lampung. Dimana impor tepung tapioka juga turut memberikan kontribusi penurunan harga singkong.
"Saya belum mendapatkan kabar apakah di Sumut juga terjadi praktek yang sama. Namun sebaiknya memang perlu ditanyakan langsung ke KPPU Wilayah I Sumut perihal tersebut.
Singkong di wilayah Sumatera Utara selain diolah menjadi tepung, juga digunakan sebagai bahan baku produk kuliner baik yang berorientasi domestik maupun ekspor. Tekanan pada harga singkong ini tidak terlepas dari dinamika ekonomi yang belakangan ini mengalami tekanan yang dipicu oleh sejumlah faktor internal dan eksternal.
2. Telusuri serapan singkong berikut produk olahannya untuk dapat ketahui daya beli masyarakat

Lanjut Benjamin, untuk mencari benang merah melemahnya harga singkong belakangan ini, sebaiknya ditelusuri terlebih dahulu rantai pasok singkong dan produk olahannya. Terlebih untuk distribusi produk olahan singkong maupun singkong dari negara lain.
"Selanjutnya kita telusuri serapan singkong berikut produk olahannya. Nah dari sini kita akan mendapatkan gambaran bagaimana daya beli masyarakat. Sekalipun saat ini kita bisa dengan mudah memetakan bahwa serapan menjadi masalah utama, selain temuan KPPU terkait impor tepung tapioka dari Vietnam dan Thailand. Namun bukan berarti kita harus puas bersandar dengan temuan tersebut. Karena kita harus menelusuri juga sisi supply atau persediaan yang dipicu oleh peningkatan produksi singkong di level petani," jelasnya.
3. Panen besar singkong di wilayah lain bisa picu penurunan harga singkong di Sumut

Ada puluhan industri pengolahan singkong di Sumut untuk dijadikan tepung, yang umumnya berada di wilayah serdang bedagai serta kota siantar dan sekitarnya.
"Sampel yang saya gunakan adalah industri dengan kapasitas olahan singkong sekitar 1.000 ton per hari. Umumnya produk olahan singkong dalam bentuk tepung itu dijual ke luar dari Sumut seperti Jakarta atau pulau Jawa dan Bata," ujarnya.
Umumnya tepung tapioka digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan Mie, Bakso, Kerupuk atau sejumlah bahan baku makanan penting lainnya. Namun disaat produksi singkong dari lampung mengalami kenaikan, terlebih disaat terjadi panen besar. Produksi singkong dari wilayah Lampung berpeluang masuk ke wilayah Sumut dan menekan harga singkong di wilayah ini.
Lebih dari itu, saat produksi singkong berikut produk olahan dari lampung alami kenaikan. Pangsa pasar Sumut juga harus mendapatkan persaingan dari produk sejenis dari Lampung. Tantangannya kian berat disaat serapan singkong dari Ritel justru alami pelemahan. Ritel lebih banyak mengandalkan serapan belanja masyarakat, baik dari dalam negeri termasuk juga luar negeri khususnya untuk produk singkong yang di ekspor.
Jika masalah penurunan harga singkong ini lebih banyak dipengaruhi oleh sisi supply yang siklusnya sesaat. Maka harga singkong bisa alami pemulihan segera. Namun jika masalahnya adalah daya beli atau serapan yang rendah. Maka tantangan ini memiliki implikasi negatif yang bisa berdampak jangka panjang bagi petani. Yakni petani mengganti tanaman singkong ke tanaman lain, yang bisa membuat supply turun serta harganya naik.