Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi judi online (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Batam, IDN Times - Di tengah sempitnya lapangan kerja di Indonesia, ribuan warga negara Indonesia (WNI) mengambil langkah berani tapi penuh risiko dengan bekerja di luar negeri. Salah satu fenomena yang marak dalam beberapa tahun terakhir adalah keberangkatan WNI ke Kamboja untuk menjadi admin judi online dan scamming.

Meski pekerjaan ini ilegal dan penuh tantangan, banyak yang terpaksa menjalaninya demi janji gaji tinggi dan kehidupan yang lebih baik dari pada di Indonesia.

Pria asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Agung (25), nama samaran, mengungkapkan alasan dirinya memilih mencari pekerjaan hingga ke negeri Land of the Khmer, atau tanah kemakmuran tersebut.

Berbekal ijazah Sekolah Menengah Akhir (SMA), Agung cukup kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak di Provinsi Kepri.

"Modal ijazah SMA bisa apa? Tidak ada pekerjaan yang layak untuk kami masyarakat yang tidak bisa sekolah tinggi," kata Agung kepada IDN Times di Kota Batam, Senin (2/12/2024).

1. Berangkat ke Kamboja berbekal pakaian satu ransel

Ribuan warga negara Indonesia padati Kota Krong Bavet, Kamboja (IDN Times/Istimewa)

Berangkat ke Kamboja berbekal satu ransel berisi pakaian adalah hal yang tidak masuk di akal Agus saat itu. Ia mendapati tawaran pekerjaan di Kamboja pada tahun 2022, dan mendapati berbagai fasilitas pengurusan administrasi keberangkatan.

"Saat itu yang buatkan paspor mereka (agen judi online), dan makan selama proses akan berangkat seluruhnya ditanggung. Bahkan kami dibiayai melewati VIP line atau jalur bebas hambatan saat di pos Imigrasi Bandara Soekarno Hatta, saat itu (2022) bayarnya Rp15 juta," ungkap Agus.

Dari Bandara Internasional Soekarno Hatta, Agus terbang menuju Singapura. Lagi-lagi Agus dibuat bingung karena adanya sejumlah petugas yang menggiring beberapa penumpang melalui VIP line di Singapore Changi Airport.

Setelah melewati VIP line, Agus menyadari beberapa orang yang digiring bersamanya adalah calon pekerja admin judi online tujuan Kamboja, sama seperti dirinya.

"Selanjutnya, kami naik pesawat lagi tujuan Phnom Penh International Airport. Setelah tiba, kami langsung dibawa mobil travel menuju Kota Krong Bavet," lanjutnya.

Agus cepat beradaptasi ketika berada di kota itu, hal ini dikarenakan banyaknya WNI yang tinggal di Kota Krong Bavet, yang berbatasan langsung dengan negara Vietnam. "Saat baru sampai sana, rasanya seperti di Indonesia. Banyak sekali orang Indonesia di kota itu, bahkan ada yang jual soto dan nasi padang," pungkasnya.

Di kota tersebut, Agus dipekerjakan sebagai admin judi online di kantor situs judi online yang tergolong kecil. Meski bekerja di situs kecil, Agus mengaku dijajanjikan gaji sebesar Rp8 juta setiap bulannya, tetapi ia hanya menerima gaji Rp4 juta setiap bulannya karena di potong biaya keberangkatan dan pembuatan paspor.

Di lokasi itu, Agus mulai mengetahui seluk beluk bisnis hitam Indonesia yang berkamuflase di Kamboja tersebut. Ia mengungkapkan, setidaknya terdapat ratusan hingga ribuan server judi online milik warga Indonesia di Kamboja.

"Sebelumnya mereka buka server di Batam, tapi semenjak kasus Ferdy Sambo, mereka pindah ke Kamboja," lanjut Agus. Ia menilai Kemboja sebagai negara yang aman untuk menjalankan praktik terselubung judi online itu.

Satu tahun berlalu, lokasi Agus bekerja pindah ke kota lainnya, yakni Kota Poipet. Di kota itu, aktivitas perjudian online lebih terbuka. Bahkan, banyak gedung bertingkat di kota itu yang menyewakan lokasi khusus untuk server-server judi online untuk warga Indonesia.

Tidak hanya server judi online, di kota tersebut juga terdapat kawasan-kawasan yang dikenal sebagai lokasi aktivitas penipuan daring atau scamming. Berbeda dari judi online, WNI yang bekerja di lokasi scamming harus memeras keringat empat kali lebih banyak daripada pekerja judi online.

"Mereka (WNI yang bekerja di kantor scamming) bekerja menggunakan target. Kalau tidak tembus target ada yang dikurung di dalam kamar mandi hingga disiksa. Banyak juga yang kabur ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), tapi pekerja yang kabur itu malah dikembalikan ke lokasi bekerjanya," tegas Agus.

2. Pertukaran informasi melalui aplikasi telegram

Editorial Team

Tonton lebih seru di