Bubur Pedas, Takjil Khas Masjid Raya Medan Sejak Masa Kesultanan Deli

Medan, IDN Times - Bubur pedas merupakan menu khas berbuka puasa setiap tahun di Masjid Raya Al Mashun Medan sejak zaman Kesultanan Deli masih berjaya. Ada sekitar 40 hingga 50 tahun yang lalu, bubur ini hadir
Makanan khas Melayu ini dibagikan secara gratis kepada masyarakat sekitar, sebagai salah satu menu takjil berbuka puasa.
Dalam pembuatannya, dapat dikategorikan cukup rumit. Sebab, ada kesulitan yang ditemukan seperti meramu puluhan jenis rempah ditambah umbi-umbian yang mengandung banyak khasiat.
Kemudian, ada campuran daging cincang dan sayur-sayuran seperti kentang, wortel, ubi, kacang, termasuk juga beras, lalu diaduk menjadi satu.
1. Resep bubur sup Masjid Raya yang diwariskan secara turun-menurun dengan rasa otentik

Bubur sup memang telah menjadi menu andalan dan favorit di Masjid Raya Al-Mashun Medan. Hal ini dikarenakan kualitas cita rasa yang tetap terjaga dan keunikannya.
Namun, bubur sup ini tidak sembarangan, sebab dibuat khusus di masjid peninggalan Sultan Deli itu. Setiap bulan Ramadan, di pelataran menyediakan bubur sup bagi jemaah.
"Tradisi kesultanan sejak diresmikan sudah puluhan tahun. Dijaman dulu memang sedekah sultan, bedanya tidak lagi sedekah pribadi sultan tapi terbuka untuk masyarakat yang mau berbagi," ucap Hamdan sebagai salah satu pengurus Masjid Raya Al Mashun pada IDN Times.
2. Sebanyak 1.000 porsi bubur dibagikan setiap hari selama ramadan

Lanjutnya, ada sebanyak 1.000 porsi bubur sup yang disiapkan pihak Masjid Raya Al Mashun dan akan dibagi menjadi dua kategori.
Untuk kategori pertama adalah bubur yang dibagikan untuk dibawa pulang oleh jemaah dan kategori kedua disiapkan bagi jemaah yang makan langsung di area yang telah disiapkan di Masjid Raya Al-Mashun.
Diketahui, resep bubur sup ini tak berubah cita rasa yang disajikan, seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan yang memasak termasuk orang khusus yang diwariskan secara turun-menurun.
Bubur sup yang dimasak ini menghabiskan 10 kg daging sapi tanpa tulang, beras 30 kg, dan sayur mayur seperti kentang bisa mencapai 15 kg.
Selain bubur sup yang disajikan ada tambahan lainnya. Meskipun demikian dirinya mengatakan bahwa sebenarnya bubur sup yang disajikan sudah enak dan siap disantap.
3. Bedanya bubur Masjid Raya yang dulu dan sekarang

Hamdan mengatakan bahwa ada perbedaan bubur Masjid Raya yang dulu dan sekarang. Contohnya disebutkan Hamdan adalah bubur ini tidak bisa semua orang memakannya. Sebab, tidak diperuntukkan kepada masyarakat.
"Dulu sedikit dibuat, masa saya 30 tahun sekian lebih cuma 50 atau 60 orang yang bisa makan bubur ini. Tidak dibagi ke masyarakat tapi sekarang masyarakat bisa dibagi dan membawanya" tegasnya.
Selain itu juga, hingga kini banyak yang mengira bubur yang dibagikan adalah bubur pedas. Padahal, kata Hamdan yang benar adalah bubur sup.
Maski begitu, Hamdan tidak membantah jika pada awalnya bubur pada jaman kesultanan deli adalah bubur pedas. Sebab, bahan yang lebih sulit maka saat ini diganti menjadi bubur sup.
"Kalau kita lihat sejarahnya iya dulu memang bubur pedas namanya. Tapi karena bubur pedas ini kan dari segi bahan banyak dan bumbunya sulit didapatkan, dan yang memasak juga bukan orang sembarangan. Jadi kita ganti menjadi bubur sup, bubur sup ini juga tidak kalah bergizi," ucapnya.
Menurutnya, perubahan ini sudah dilakukan sejak 40-45 tahun yang lalu, karena itu tadinya, bumbunya susah dan tidak ada di pasar biasa.
Dikatakannya, sejak hari pertama sampai 27 ramadan pembagian sup bubur ini dilakukan. Nah, untuk tanggal 28 sampai hari akhir buka puasa dilakukan dengan nasi bungkus.
"Tapi tetap ada tapi pakai nasi bungkus karena sibuk zakat fitrah," ucapnya.