Menolak Relokasi, Suara Warga Rempang Bersinar Melalui Lampu Pelita
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Batam, IDN Times - Suara keras menentang rencana penggusuran meresap dari Kampung Tua Sembulang, Pulau Rempang, di tengah gemerlapnya malam Tujuh Likur.
Dengan sentuhan kreativitas dan tradisi, warga memperlihatkan keteguhan hati mereka melalui visual "TOLAK RELOKASI" yang bersinar dari susunan pelita.
Visual ini dibuat warga Kampung Tua Sembulang pada Sabtu (6/4/2024) malam. Hari itu bertepatan dengan malam 27 Ramadan yang umumnya dikenal dengan nama lain Tujuh Likur.
1. Warga manfaatkan momen, serukan penolakan
Pada malam yang sarat makna, warga berkumpul di sekitar cahaya gemerlap tersebut, menegaskan kesetiaan mereka pada tanah leluhur.
Mereka menolak gagasan relokasi yang bisa menggusur kampung-kampung yang telah menjadi bagian hidup mereka selama berabad-abad.
"Kami, masyarakat Sembulang, menegaskan penolakan terhadap relokasi. Ini adalah tanah ulayat kami," ungkap seorang warga dengan penuh keyakinan.
Pelita, yang dahulu menjadi satu-satunya penerangan dalam kegelapan malam, kini juga menjadi medium perlawanan dan kesatuan.
Baca Juga: Haru Keluarga Sambut 21 Terpidana Demo Rempang yang Akhirnya Bebas
2. Pelita sumber cahaya dan keberanian
Di lokasi itu, warga Kampung Tua Sembulang, Kidin, 58 tahun, menyampaikan bagaimana pelita telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka, baik sebagai sumber cahaya maupun sebagai lambang keberanian.
Tradisi menyalakan pelita di malam Tujuh Likur bukan hanya sebagai ritual, tetapi juga sebagai ekspresi kepercayaan akan keistimewaan malam Lailatul Qadar yang dipercaya jatuh pada malam 27 Ramadan.
Dengan ribuan pelita yang menyala, Kampung Sembulang menyampaikan pesan yang tak terbantahkan.
"Kami bersatu untuk mempertahankan warisan leluhur dan menghadapi tantangan dengan keberanian," tegas Kidin.
3. Suara penolakan Rempang Eco-City masih bergema
Sampai saat ini, masyarakat yang terdampak relokasi tahap pertama di Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City tetap menyuarakan penolakan investasi tersebut.
Dari total 990 kartu keluarga yang terdampak, sebanyak 85 persen masyarakat yang menduduki kampung-kampung tua di Pulau Rempang masih secara tegas melkukan penolakan.
“Kami secara tegas masih terus menolak untuk di relokasi. Ini tanah moyang kami, ini yang kami pertahankan,” kata warga Sembulang Hulu, Wadi.
Wadi menegaskan, tanah yang telah ditempati masyarakat setempat selama turun menurun menjadi ikatan yang tidak dapat dipisahkan.
“Sampai kapanpun kami tetap bertahan, mempertahankan tanah adat yang diwariskan leluhur kepada kami,” tutupnya.
Baca Juga: 26 Terdakwa Bela Rempang Divonis dengan Hukuman Berbeda