Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

PPN Naik 12 Persen Bisa Picu Inflasi dan Melemahnya Daya Beli Warga

Ilustrasi PPN Naik 12 Persen (Dok. Dokumen IDN Times)

Medan, IDN Times - Kementerian Keuangan RI resmi menetapkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari yang semula 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan PPN ini berlaku untuk sejumlah barang dan jasa yang sudah diatur dalam undang-undang.

Diprediksi, kenaikan PPN 12 persen ini akan memicu terjadinya kenaikan harga kebutuhan masyarakat. Sudah pasti akan mendorong terciptanya inflasi. Daya beli Masyarakat untuk barang yang terkena PPN seperti barang elektronik, sepeda motor, mobil, perabot rumah tangga , barang fashion, makanan olahan kemasan, dan lainnya diperkirakan akan menurun.

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik USU, Dr. Fernanda Putra Adela, S.Sos, MA mengatakan untuk menghadapi kebijakan kenaikan PPN ini masyarakat cenderung menahan diri untuk bertindak konsumtif. Harapannya daya beli masyarakat yang menurun akan membuat pemasukan dari PPN juga akan menurun.

Dengan demikian, katanya, pemerintah akan sadar kebijakan menaikan PPN malah tidak menguntungkan bagi pemerintah. Karena pembelian barang elektronik, sepeda motor, mobil, perabot rumah tangga , barang fashion, makanan olahan kemasan, dan lainnya menurun.

“Dengan demikian pemerintah bisa bercermin dan setidaknya pada tahun mendatang bisa menurunkan PPN kembali ke 11 persen atau 10 persen. Jika tidak begitu, pemerintah tidak akan sadar dan akan kembali membuat kenaikan PPN tahun berikutnya,” tegas Fernanda.

1. Perlu berkaca dari negara-negara maju yang mengenakan pajak atas barang kekayaan milik orang kaya

Faisal Eriza, Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan USU (Dok. IDN Times)

Faisal Eriza, S.Sos. M.SP selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan USU mengungkapkan, di satu sisi memang pemerintah saat ini membutuhkan pemasukan dari pajak sebagai sumber utama pembiayaan negara. Tentu saja memang berpengaruh terhadap kenaikan harga-harga barang imbas dari naiknya PPN, masyarakat tentu akan merasakan dampak kepada daya beli.

Untuk mengimbangi kenaikan PPN, tambah Faisal, pemerintah akan memberikan bantuan sosial dan program-progra, pro rakyat lainnya sebagai bantalan untuk mengantisipasi dampak kepada masyarakat bawah yang sangat rentan terhadap kenaikan harga. Serta meluncurkan program makan bergizi bagi anak-anak, ibu hamil dan balita.

“Sangat dilematis, saat ini pemerintah memang sangat membutuhkan pembiayaan untuk membayar sejumlah utang yang akan jatuh tempo dan program pro rakyat sebagai janji politik Prabowo-Gibran. Menurut saya pemerintah perlu melihat negara-negara maju yang mengenakan pajak atas barang kekayaan milik orang kaya atau pelaksanaan Pajak Karbon bagi industri-industri yang bisa dioptimalkan,” terangnya.

Pria yang menjabat sebagai Ketua Korwil Perkumpulan Tenaga Ahli dan Konsultan Pajak Indonesia, Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (Pertapsi) ini mengatakan pemerintah juga merancang Tax Amnesty yang diharapkan mendapat uang tebusan dari wajib pajak yang memanfaatkan program pengampunan pajak ini.

2. Kebijakan menaikkan PPN sebaiknya dipikirkan matang-matang

Infografis Daftar Negara dengan Tarif PPN Tertinggi di Dunia (IDN Times/Aditya Pratama)

Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin mengakui rencana pemerintah menaikkan PPN sebesar 12 persen pada Januari 2025, memang kontradiktif dengan kondisi daya beli Masyarakat saat ini. Namun kebijakan tersebut justru menjadi jurus yang dinanti pemerintah untuk tetap menjaga kesehatan APBN. Seiring dengan penambahan pengeluaran pemerintah, seperti pembangunan IKN, makan bergizi gratis, target swasembada pangan hingga pengeluaran tambahan anggaran kementerian.

Daya beli Masyarakat, katanya, akan mengalami tekanan dimana kelas menengah yang akan menjadi korbannya. Sementara masyarakat kelas bawah atau yang termasuk dalam golongan miskin, masih akan mampu diselamatkan karena pemerintah punya kebijakan perlindungan sosial yang diwacanakan anggarannya juga dinaikkan pada tahun depan.

“Kebijakan menaikkan PPN menjadi 12 persen ini sebaiknya dipikirkan matang-matang. Selain karena memang akan memberikan tekanan daya beli masyarakat, kebijakan tersebut sangat potensial menekan laju pertumbuhan ekonomi. Kontribusi belanja rumah tangga berpeluang menyusut dengan kenaikan PPN tersebut,” terangnya.

3. Akan lebih terukur dilakukan setelah Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS

Infografis daftar negara dengan tarif PPN terendah di dunia. (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain inflasi yang ditimbulkan dari kenaikan PPN, menurut Gunawan, pada semester I tahun 2025 juga berpeluang menghadapi tekanan inflasi tinggi dari sejumlah komoditas pangan strategis. Yang dipicu oleh melemahnya kemampuan petani seiring dengan terpuruknya harga jual produk pangan hortikultura yang tercermin dari deflasi sebelumnya.

Selain itu, Indonesia juga tengah mewaspadai kebijakan Presiden terpilih AS Donald Trump pada Januari mendatang. Sejumlah isu seperti perang dagang dengan Negara mitra AS yang mencetak surplus, pemangkasan pajak, hingga tekanan kepada minyak iran juga berpeluang mendorong kenaikan laju tekanan inflasi. Rupiah berpeluang kembali tertekan, yang nantinya akan merembet dan bermuara pada penurunan daya beli masyarakat di tanah air.

“Kebijakan menaikkan PPN ini sebaiknya dipertimbangkan ulang, setidaknya hingga kita tahu arah kebijakan ekonomi pemerintah AS di tahun depan. Sejauh ini Presiden telah menginstruksikan untuk mengurangi anggaran infrastruktur. Langkah ini sebenarnya sudah memberikan pesan kepada kita bahwa pemerintah sudah menetapkan skala prioritas pengeluarannya,” ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us