Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Di Tangan Kiki Andrea 'Merica Batak' Tembus ke Pasar Eropa

Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)
Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Samosir, IDN Times - Bagi masyarakat Sumut, Andaliman hanya bumbu masakan biasa yang harganya sangat murah. Namun di tangan Kiki Andrea, 'Merica Batak' ini jadi bernilai jual tinggi bahkan mampu menembus pasar Eropa.

Tahun ini saja Kiki sudah mengekspor lebih dari 700 Kg andaliman kering dengan merek 'Samandali' ke Prancis dan Swedia, dengan nilai hampir Rp500 juta. Tak sendirian, Kiki melibatkan 30 Keluarga Petani Andaliman di perbukitan Samosir untuk membantu bisnisnya ini.

Kesuksesan Kiki menjadi pengusaha ‘Samosir Andaliman’ atau Samandali dimulai sejak tahun 2015. Saat itu Kiki masih berprofesi sebagai pemandu wisata sekaligus koki di kafe Juwita Tuktuk, Kabupaten Samosir milik keluarganya.

Menu masakannya adalah Kuliner khas Batak Toba resep dari ibunya yang kerap menggunakan andaliman sebagai bumbu tambahan. Karena bagi Masyarakat Batak, kurang sedap rasanya jika masakan tidak ditambahkan dengan andaliman.  

Ternyata rasa getir di ujung lidah dari menggigit Andaliman membuat wisatawan asing yang mampir di kafenya jadi penasaran. Dari perbincangan yang panjang, akhirnya pria 42 tahun ini tertantang membuat Andaliman kering untuk dijual. Setelah belajar otodidak beberapa bulan, Kiki berhasil membuat andaliman kering yang tahan lama hingga bertahun-tahun.

“Waktu itu tamu saya wisatawan asal Swedia juga seorang chef, dia yang pertama sekali menantang saya untuk membuat andaliman kering yang tahan lama dan bisa dikirim ke luar negeri. Saya langsung belajar otodidak dan mencari petani andaliman, kemudian saya olah dan kemas sendiri. Setelah berhasil dialah pelanggan pertama saya, waktu itu saya kirim ke Swedia sebanyak 30 kilogram tahun 2016,” ujar Kiki saat ditemui IDN Times di rumah produksi Samandali, Desa Garoga, Samosir, Jumat (27/8/2024).

Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)
Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Pertemuan dengan bule asal Swedia itu mengubah jalan hidup Kiki. Harga andaliman basah di Samosir kala itu hanya puluhan ribu saja, begitu dikeringkan dan dikemas rapi, Kiki bisa menjualnya berkisar Rp500 ribu hingga Rp700 ribu per kilogram.

Kini Chef asal Swedia itu menjadi pelanggan setia Samandali. Tahun 2017 ia kembali memesan 150 kilogram, dan tahun ini juga memesan 40 kilogram Andaliman.

Tak hanya Swedia, saban tahun pelanggan Samandali terus bertambah, bahkan di masa COVID-19, jumlah pengiriman Andaliman Kiki ke Eropa terus meningkat. Kiki yang awalnya menggantungkan mata pencaharian sebagai chef dan pemandu wisata, berubah menjadi eksportir ternama.

Tahun 2018, Kiki mendapat email dari pelanggan baru asal Jerman yang langsung memesan 150 Kg andaliman kering. Gercep, Kiki menyanggupi permintaan tersebut. Dampaknya, jumlah petani andaliman yang menjadi mitra Kiki juga semakin banyak. Dari hanya beberapa petani, kini sudah ada 30 keluarga petani di Salaon Dolok dan Roggurnihuta menyuplai Andaliman untuk rumah produksi Samandali.

“Tugas saya hanya menjemput Andaliman ke ladang mereka, mengeringkan kurang lebih dua minggu, mengemasnya ke dalam bungkusan kedap udara, dan mengirimnya. Semua andaliman berasal dari petani, saya gak punya ladang. Yang bertani andaliman di Samosir ini juga tidak banyak karena di sini harganya murah dan menanamnya harus di perbukitan atau dataran tinggi. Tugas saya sekarang mengedukasi petani agar tetap bertani organik, jangan pakai pupuk kimia, karena rasanya akan berubah,” jelas ayah dua anak ini.  

Puncaknya pada tahun 2021, total ekspor Andaliman Kiki ke Eropa menembus angka 1,7 ton ke Jerman dan Swedia. Teranyar tahun 2024 periode Januari hingga Agustus, alumni Ilmu Bahasa Inggris Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan ini sudah mengekspor 770 kilogram Andaliman. Dengan rincian ke Jerman 500 Kilogram, ke Prancis 240 kilogram, dan ke pelanggan setia dari Swedia sebanyak 30 Kilogram.

Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)
Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Kiki mengakui, mengeringkan andaliman dan menyajikannya dalam kemasan kedap udara tidak terlalu sulit. Yang sulit adalah menemukan petani andaliman yang organik atau tidak menggunakan pupuk kimia. Kiki terpaksa blusukan ke pelosok perbukitan Samosir untuk menemukannya.

“Yang saya jual ke bule-bule Eropa adalah Andaliman saya organik. Petani yang menggunakan pupuk kimia, maka rasa Andalimannya akan berbeda. Lagipula bule luar negeri memang sangat menyukai dan menghargai sesuatu yang organik, jadi mereka rela bayar mahal untuk Andaliman dari saya. Makanya pelanggan saya semuanya dari Eropa, tidak ada pembeli besar dari Indonesia,” terangnya.

Selain menjual dalam skala besar ke Eropa, Kiki juga membuka galeri Samandali di Kafe Juwita milik keluarganya yang ada di Tuktuk, Samosir. Di galeri ini, Kiki memajang produk Samandali dalam kemasan mini dengan terjangkau. Galeri ini sekaligus untuk menjadi contoh bagi wisatawan asing yang mampir ke kafenya.

Sehari-hari, jika tidak ada kegiatan di rumah produksi Samandali, Kiki tetap menjalankan hobinya sebagai chef dan pemandu wisata. Sesekali, ayah dua anak ini, juga melakukan eksperimen untuk membuat produk olahan kopi dan minyak dari andaliman.

Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)
Kiki Andrea pengekspor Andaliman dengan merek Samandali asal Desa Garoga, Samosir, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Berkat kerja keras dan dampak ekonomi yang dialirkan Kiki kepada 30 KK petani di Samosir, Samandali mendapat perhatian dari Bank Indonesia dan Astra Group. Pada tahun 2022, Kiki mendapatkan pedampingan dan dukungan alat produksi.

Dari Bank Indonesia, Kiki mendapatkan pendampingan dan pelatihan untuk mengembangkan produknya. Selain itu juga diberikan bantuan satu unit Green House. Produk Samandali selalu dipromosikan dalam setiap kegiatan UMKM binaan Bank Indonesia. Teranyar pada Festival Tao Toba Jou Jou X Digifest pada Juli 2024.

Kemudian, Desa Garoga Samosir di-rebranding menjadi Desa Sejahtera Astra (DSA) Garoga, bagian dari Kampung Bestari Astra (KBA) Samosir.

“Awalnya saya mendapat kabar Astra mau bikin kelompok UMKM Andaliman, jadi saya hubungi pihak Astra dan saya jelaskan tentang usaha saya ini. Setelah melihat semua berkas, akhirnya Astra tertarik dan mendukung kegiatan usaha DSA Garoga dalam bentuk alat produksi berupa satu unit alat vacuum sealer dan dua unit green house tempat penjemuran Andaliman,” beber Kiki sambil menunjuk ke arah green house yang ada di belakangnya.  

Dukungan dari Bank Indonesia dan Astra Grup ini membakar semangat Kiki untuk lebih berdampak pada masyarakat. Kini pria yang pernah berprofesi sebagai jurnalis di Medan ini melirik pasar Australia dan Amerika. Ia berharap pasar baru Samandali ke Benua Merah dan Benua Hijau bisa membuat bisnisnya lebih moncer dan bakal lebih banyak lagi petani yang bisa ia libatkan untuk pemenuhan produksi.

“Saya anggap pelanggan setia selama ini dari Swedia, Prancis, dan Jerman sudah mewakili Eropa. Saya tertantang untuk mengekspor Samandali lebih jauh lagi hingga Amerika dan Australia. Saya berharap kedepan Astra bisa mendukung saya untuk pameran ke luar negeri agar dikenal lebih luas dan bisa menjangkau pelanggan dari Amerika dan Australia,” pungkasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us