Cerita Mbok Pur, Pengamen Solo dengan Kebaya dan Sanggul

Sudah mengamen di berbagai kota

Medan, IDN Times - Seorang pengamen waria asal Solo Toto Suwarno yang akrab disapa Mbok Purry atau Mbok Pur (49) bercerita soal kisah perantauannya ke Kota Medan. Dia dikenal dengan ciri khasnya memakai kebaya dan sanggul.  

Mbok Pur selalu membawa 2 koper dan satu ransel untuk alatnya bernyanyi. "Satu koper untuk boks musik saya. Satu lagi untuk perlengkapan seperti pakaian, make-up, sepatu dan lainnya," ucapnya.

IDN Times berkesempatan ngobrol soal pengalaman Mbok Pur selama merantau di Medan dan menjadi pengamen.

"Setiap pekerja jalan itu pasti ada suka duka, sukanya kita dapat penghasilan dan hobi dari situ. Dukanya, kadang dilecehkan serta biaya tak terduga di lapangan," kata Mbok Pur memulai cerita.

1. Mbok Pur menilai Kota Medan punya rasa toleransi

Cerita Mbok Pur, Pengamen Solo dengan Kebaya dan SanggulMbok Pur panggilan akrab, seorang pengamen kenakan kebaya dan sanggul di Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Mbok Pur mengatakan bahwa, sebelum pindah dengan tujuan ke Kota Medan. Ia sudah berpindah-pindah ke banyak daerah lain. Mulai dariSemarang, Jakarta, Lampung, hingga akhinya menetap di Kota Medan.

"Dulu ke Semarang. Ketika dirasa kurang memadai akhirnya pindah ke Jakarta sekitar tahun Maret 1987 sampai 2002, pada saat banjir besar di Jakarta. Akhirnya saya memikirkan untuk tujuan berikutnya. Akhirnya ada kawan yang ajak ke Lampung. Begitu sampai Lampung responnya terasa. Suasana baru dan masih enak-enaknya karena pengamen belum menjamur seperti sekarang makanya bisa bertahan sampai hari ini. Profesi saya didasari oleh hobi dan suka karena menikmati," dalam ceritanya.

Tahun 2008, Mbok Pur terbang lagi ke Medan. Dia pun menemukan kenyamanan dalam dirinya.

"Medan itu beda dengan kota-kota lainnya karena penuh toleransi. Kedua Medan itu tidak membeda-bedakan antara lain. Tempat lain juga begitu, tetapi Medan banyak sukanya. Karena orang Medan butuh hiburan. Karena banyak yang menganggap saya itu aneh dan lucu," jelasnya.

2. Awal ngamen kenakan kebaya dan sanggul dikira HUT Kota Medan

Cerita Mbok Pur, Pengamen Solo dengan Kebaya dan SanggulIstana Maimun menjadi salah satu objek wisata favorit di Kota Medan. Istana ini merupakan bukti kebesaran Kesultanan Deli (IDN Times/Prayugo Utomo)

Bahkan, ia mengaku tak pernah untuk merencanakan pindah dari kota Medan. Mbok Pur menceritakan banyak yang menilai ia aneh atau heran, karena menjadi pengamen pertama kali di Kota Medan dengan ciri khas sanggul dan kebaya.

"Keramahan dan sambutannya itu beda. Pertama kali itu orang bertanya-tanya 'Ada apa ini?'. Sampai dikira ada perayaan ultah kota Medan. Begitu juga seperti ke kota lainnya. Pertama kali ngamen di Simpang Limun," ujarnya.

Baca Juga: Kisah Mistis Kursi Mr. Robert di Mess PTPN 4 Pabatu, Pindah Sendiri!

3. Sudah 99 persen di Kota Medan dijelajahi oleh Mbok Pur dengan mengamen

Cerita Mbok Pur, Pengamen Solo dengan Kebaya dan SanggulIlustrasi Pasar (IDN Times/Besse Fadhilah)

Ia mengakui sudah berkeliling pasar-pasar se-Kota Medan.  "Pajak (pasar) di kota Medan dari semuanya. Bahkan lorong-lorong nya pun saya hapal. Paling kalau Sabtu Minggu saja yang susah dapat angkot yah. Tapi ini yang saya ceritakan sebelum pandemik yah," ucapnya.

Selain itu dia juga menjejahi beberapa kota tetangga mulai dari Binjai, Pematang Raya Simalungun, Kabanjahe, Kisaran, Tiga Balata dan daerah lain.

4. Pendapatan Mbok Pur saat ini mencapai Rp80ribu

Cerita Mbok Pur, Pengamen Solo dengan Kebaya dan SanggulIlustrasi uang (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Salah satu hambatan maupun kendala di lapangan saat melakukan profesinya mengamen adalah keberadaan preman. "Sekarang Jalan Seksama itu beda, gak boleh dimasuki karena ada anak punk. Dan mereka suka maksa. Apalagi sebelum pandemik rata-rata orang Medan saat saya ngamen sekali kasih ada Rp2ribu, Rp5ribu, hingga Rp10ribu.

"Apalagi kalau menjelang akhir tahun banyak banget yang bisa didatengi. Kalau sekarang karena pandemik, jadi gak bisa ngamen karena PPKM," jelasnya.

Pertama kali mendapatkan uang di Kota Medan saat ngamen, Mbok Pur bisa meraup Rp400ribu dengan berkeliling mulai pukul 08.00 hingga 12.00 WIB. Namun saat ini sudah jauh menurun karena kondisi saat ini. Sekarang menurutnya dapat Rp80ribu sampai Rp90 ribu sudah patut disyukuri.

"Jujur sebenarnya bukan masalah pendapatannya, tetapi masalah kenyamanan pada saat kerja. Kalau soal penghasilan, namanya juga hobi. Tapi kalau dalam kondisi seperti ini nyaman gak ? Sebelum PPKM, kita merasa nyaman dan gak ketakutan," ucapnya.

Dirinya berharap pandemik COVID-19 cepat berlalu dan pulih seperti kondisi sebelumnya. "Kalau saya kan turun ke jalan, kasihan teman-teman yang eksisnya cuman di panggung, atau keramaian. Pasti setiap orang punya tanggungan walau besar atau kecil. Kalau misalnya punya tabungan tetapi pandemik selama ini pasti bakal habis juga tabungannya. Mudah-mudahan adalah kebijaksanaan atau kompensasi dari Pemerintah. Walau bagaimanapun juga inikan musibah kita bersama dan sebagai warga negara kan berhak mendapatkan haknya," harap Mbok Pur.

5. Targetkan dirinya bisa menjadi pelaku usaha

Cerita Mbok Pur, Pengamen Solo dengan Kebaya dan SanggulFoto hanya ilustrasi. (Pexels.com/Porapak Apichodilok)

Ia menargetkan dalam dirinya, untuk bisa memiliki usaha atau menjadi pelaku usaha yang dapat dikelolanya dengan baik.

"Tapi yang penting kita punya skill. Kalau kita punya skill, pasti sedikit banyaknya kita akan dibutuhkan orang. Sebenarnya banyak juga saat kita ngamen, banyak yang nawarin "kenapa gak di salon saja?" Kalau salon kan gengsinya gede, belum tentu dalam satu hari ada orang datang. Tentu ada peningkatan misalnya seperti kenaikan gaji. Tetapi kalau salonnya sepi bagaimana. Kita jadi gak bisa menuntut. Kecuali kalau kita dipanggil untuk dipanggil," ungkap Mbok Pur.

Saat ini mbak Pur sering menyanyikan lagu dari daerah Jawa, Batak, Tiongkok, dan Minang. Dan lagu favorit yang sering dinyanyikan saat ngamen adalah lagu Batak. Salah satunya Jamila.

"Untuk sekarang itu sering lagu Batak. Orang-orang disini gak bosan-bosan dengarinnya. Seperti lagu Sibirong-birong dan Jamila. Orang di Sumut suka lagu yang seperti itu, karena lagu yang up beat. Di sini gak laku lagu-lagu mellow, sekalipun lagu bagus. Penyanyi banyak, tetapi banyak yang gak bisa menghidupkan lagu atau menghibur. Kalau kita berusaha untuk menghibur," ucap mbok Pur.

"Teruslah belajar. Jika menghasilkan sesuatu, rupiah atau kemampuan buat diri kamu. Jangan cepat puas," tutupnya.

Baca Juga: Permen Gulali Tarik Aneka Bentuk, Nostalgia Jajanan Populer 90-an

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya