Barang bukti kulit harimau sumatra yang diduga diperdagangkan oleh tersangka GPP (29) dan HG (40), warga Kabupaten Karo diperlihatkan oleh Polrestabes Medan, Selasa (20/2/2024). (Dok: IDN Times)
Perdagangan satwa dan bagian tubuhnya masih marak terjadi di Indonesia. Data Voice of Forest (VoF) menunjukkan, ada 26 kasus perdagangan satwa di Sumatra Utara dan Aceh sepanjang 2022 dan 2023. Dari jumlah tersebut, penegak hukum menetapkan total 53 orang sebagai tersangka kasus perdagangan satwa liar dilindungi. Data ini adalah hasil publikasi kasus di media massa. VoF meyakini, masih banyak kasus lagi yang belum terungkap dan lolos dari radar pemberitaan. Dalam data itu, jenis satwa terbanyak yang diperjual belikan adalah bagian tubuh tenggiling.
Sementara dalam data Yayasan Orangutan Sumatra Lestari (YOSL) menunjukkan jika, selama 2016-2023, ada 23 harimau yang menjadi korban perdagangan di Sumatra Utara dan Aceh. Jumlah ini belum termasuk harimau yang menjadi korban konflik.Pada Februari 2024 lalu Polrestabes Medan juga menangkap tersangka penjual kulit harimau.
Dua terduga pelaku ditangkap. Angka-angka ini menunjukkan begitu maraknya kasus perdagangan harimau dan bagian tubuhnya. Tentu ini menjadi faktor mempercepat kepunhana satwa berstatus terancam punah menurut Uni Konservasi Internasional (IUCN). Di alam liar, harimau sumatra diprediksi kurang dari 600 ekor saja.
Direktu Voice of Forest Mirza Baihaqie mengatakan, kasus perdagangan satwa harus menjadi perhatian aparat penegak hukum. Karena, kata Mirza, kasus perdagangan satwa adalah kejahatan luar biasa seperti kejahatan narkotika.
“Bisa dibayangkan, bagaimana kita kehilangan satu harimau di alam. Tentunya tugas harimau sebagai predator puncak akan hilang. Ini akan berdampak pada kondisi ekosistem. Dampaknya sebenarnya sudah kita rasakan saat ini. Perubahan iklim kian cepat terjadi,” kata Mirza, Kamis (29/2/2024) petang.
Dalam kasus di Tapanuli Selatan, Voice of Forest mendesak Kepolisian Daerah Sumatra Utara untuk menangkap pelaku lainnya.
“Pengungkapan kasus ini harus secara menyeluruh. Jangan sampai para pelaku masih berkeliaran dan berpotensi melakukan pelanggaran pidana yang sama,” pungkasnya.