Sawit Ilegal di TNGL Dibongkar, Diduga Ada Mafia yang Menguasai

- Ribuan hektar TNGL rusak, sebagian besar di Aceh
- Singgung mafia lahan kuasai ratusan hektare
- Penertiban pakai pendekatan persuasif Persoalan pengalihfungsian lahan di Tenggulun sudah terjadi sejak 2018
Tamiang, IDN Times – Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang membentang di Sumatra Utara dan Aceh kini menghadapi kerusakan serius. Sebanyak 36 ribu hektare lahan tercatat mengalami degradasi, sebagian besar akibat perambahan dan perkebunan sawit ilegal.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) Subhan menyebut, pihaknya bersama stakeholder tengah melakukan langkah tegas berupa penumbangan sawit ilegal di sejumlah titik mulai 1–10 September 2025.
1. Ribuan hektar TNGL rusak, sebagian besar di Aceh

Menurut Subhan, total luas TNGL mencapai sekitar 830 ribu hektare, dengan 36 ribu hektare di antaranya sudah terdegradasi.
“Luas kawasan TNGL sekitar 830 ribu ha di wilayah Provinsi Sumut dan Aceh. Lahan yang terdegradasi ada 36 ribu ha. Di wilayah Sumut ada 9.000 ha yang terdegradasi dan selebihnya di Aceh,” jelas Subhan di Desa Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (4/9/2025).
Khusus di Tenggulun, ada sekitar 300 hektare kebun sawit ilegal yang sedang ditertibkan, dengan 18 hektare milik A sudah ditumbangkan.
2. Singgung mafia lahan kuasai ratusan hektare

Subhan menambahkan, selain masyarakat kecil, terdapat pemain besar yang menguasai ratusan hektar lahan di kawasan tersebut.
“Ada satu mafia yang dominan menguasai lahan dalam bentuk perorangan, itu sekitar 100-an ha. Saat ini kami sedang melakukan langkah persuasif,” ucapnya.
Upaya ini dilakukan agar penguasaan lahan bisa dikembalikan tanpa benturan hukum yang keras, sambil tetap membuka ruang dialog.
3. Penertiban pakai pendekatan persuasif

Komandan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), Mayjen Dody Triwinarto, menjelaskan bahwa persoalan pengalihfungsian lahan di Tenggulun sudah terjadi sejak 2018. Ia menegaskan penegakan hukum akan tetap dilakukan, tetapi menjadi jalan terakhir.
“Kita sudah mengidentifikasi nama-namanya. Kita deketin, kita ajak dia menyerahkan lahan itu. Kalau dia tidak terima maka ada pilihan sanksi hukum yang akan dilakukan secara berjenjang. Karena yang penting adalah fungsinya kembali, bukan pidananya kita ke depankan,” ujar Dody.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menambahkan bahwa penumbangan sawit ilegal ini merupakan implementasi Perpres No 5 Tahun 2025. Dengan strategi persuasif ini, pemerintah berharap ekosistem TNGL bisa segera dipulihkan, sekaligus memberikan efek jera kepada perambah lahan.
“Dia harus bertanggungjawab mengembalikan lagi. Jadi gantinya pidana dia ialah melakukan perbaikan dan menanam kembali,” katanya.