Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Polemik 4 Pulau, Senator Aceh: Hanya Orang Gila yang Mau Kelola Bersama

wp-azhari-cage-1.jpg
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Azhari Cage. (Dokumen Istimewa)

Banda Aceh, IDN Times - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Azhari Cage, tak sepakat dengan tawaran Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution terkait pengelolaan bersama empat pulau di perbatasan yang kini bersengketa.

“Hanya orang gila yang mau kelola bersama,” kata Azhari Cage, kepada IDN Times, Kamis (12/6/2025).

Dia menduga Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia, Muhammad Tito Karnavian, secara sepihak mengganti status kepemilikan empat pulau yang sebenarnya murni milik Aceh tepatnya masuk wilayah di Kabupaten Aceh Singkil.

Sebab Aceh, kata dia, memiliki bukti kepemilikan atas daratan yang masing-masing bernama Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Besar dan Mangkir Kecil, secara lengkap.

“Jelas-jelas milik Aceh kok kelola bersama? Hanya orang gila saja yang mau kelola punya kita dengan orang lain,” ujar Azhari Cage.

1. Pemerintah Aceh harus tegas terhadap Sumut

1001601771.jpg
Empat pulau yang menjadi polemik antara Aceh-Sumut. (Tangkap layar Google Maps)

Senator asal Aceh itu mengatakan ada banyak bukti yang menyebutkan bahwa empat pulau tersebut masuk wilayah Tanah Rencong. Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah Aceh harus tegas terhadap Sumut mengenai empat pulau tersebut.

“Empat pulau tersebut harus diambil dan kembali ke wilayah Kabupaten Aceh Singkil,” kata  Azhari Cage.

Menurutnya, surat tanah tertanggal 17 Juni 1965 yang dikeluarkan oleh Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh oleh Kepala Soekirman untuk atas nama Teuku Daud bin T Radja, sudah penduduk Aceh Selatan. Sewaktu itu Singkil belum mekar dari Aceh Selatan.

Data tersebut menjadi bukti awal yang nyata dan tidak bisa dibantahkan bahwa pulau itu milik Aceh. Ditambah lagi bukti-bukti lain, termasuk kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat 1 Sumut dengan Pemerintah Aceh pada 10 September 1988.

Begitu pula dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar dengan Gubernur Daerah Istimewa Aceh, Ibrahim Hasan, yang disaksikan Menteri Dalam Negeri, Rudini, pada 22 April 1992.

Dia menyampaikan kesepakatan ini mengikat para pihak serta ditambah dengan bukti-bukti lain itu menjadi bukti yang kuat bahwa pulau tersebut memang milik Aceh.

2. Empat itu sebagian dari marwah dan harga diri Aceh

WhatsApp Image 2025-06-03 at 15.54.43.jpeg
Warga Aceh Singkil protes penetapan empat pulau di kabupaten tersebut masuk wilayah Sumut. (Dokumentasi DPD RI untuk IDN Times)

Azhari Cage meminta dengan tegas kepada Pemerintah Aceh agar mempertahankan pulau tersebut serta memprotes dan menggugat menteri dalam negeri yang telah mengeluarkan SK penetapan keempat pulau hingga menjadi masuk wilayah Sumut.

Eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini menyatakan masyarakat di Tanah Rencong tidak boleh diam atas kesewenangan yang dilakukan Pemerintah Pusat. Dia berharap semua elemen bersatu memperjuangkan empat pulau tersebut sebagai milik Aceh.

“Masak pulau milik kita malah diajak kelola bersama oleh orang lain. Pulau itu milik kita marwah dan harga diri kita,” imbuhnya.

3. PW PM Sumut Dukung kolaborasi Pemprov Sumut dan Aceh untuk membangun 4 pulau secara maksimal

WhatsApp Image 2025-06-03 at 15.54.43 (1).jpeg
Warga Aceh Singkil protes penetapan empat pulau di kabupaten tersebut masuk wilayah Sumut. (Dokumentasi DPD RI untuk IDN Times)

Wakil Ketua, Bidang Kehutanan dan Lingkungan hidup Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara, Ahmad Kennedy Manullang mendukung skema Kolaborasi Pemprov Sumut dan Aceh dalam pengelolahan dan pengembangan 4 pulau tersebut untuk kepentingan dan kejahteraan masyarakat yang lebih luas.

Selama ini masyarakat sumut dan aceh hidup berdampingan secara harmonis, bahkan beberapa sektor ekonomi saling berafiliasi. Jgn sampai peralihan 4 pulau ini merusak keharmonisan yang sudah terjalin erat. Masing-masing pihak agar menahan diri serta tetap menjaga kondusifitas di dua wilayah ini.

Kebijakan ini keputusannyakan ada di pemerintah pusat. Mungkin pihak pihak yg tdk puas dapat menyampaikan kritik, saran atau keberatan ke pemerintah pusat tanpa harus membangun narasi-narasi perpecahan.

Bagi masyarakat sumut sendiri, sebenarnya tdk ada persoalan keberadaan 4 pulau ini mau masuk wilayah aceh atau sumut. Namun kita hrus hormati bila produknya sudah jadi keputusan pemerintah pusat.

Kami ikuti perkembangannya, sebelum pemerintah pusat menerbitkan Kepmendagri tentang ini, sudah ada proses yang melibatkan stakeholder terkait.

Pengalihan 4 pulau ini subtansinya harus menghasilkan manisfesto yg lebih terukur untuk kemajuan dan pengembangan 4 pulau tersebut. Nah, ini membutuhkan kolaborasi dari 2 pemerintah provinsi; Aceh dan Sumut.

Kita jaga persaudaraan, kita jaga persatuan dan kesatuan. Masyarakat Aceh dan Sumut selama ini hidup sperti saudara kandung, makanya untuk menyikapi keputusan ini tidak boleh dengan ego dan amarah belaka. Hal yang paling penting adalah mengawal arah dan rencana pembangunan jangka menengah dan panjangnya, apa?

Dari pada kita menggali sentimen daerah, lebih baik kita berkolaborasi membangunnya.

Share
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us