Mesin Pesawat Masuk Burung, JK Batal Terbang ke Aceh Jelang Hari Damai

- Mesin pesawat Jusuf Kalla kemasukan burung
- Perdamaian Aceh harus terus dijaga dan diisi dengan pembangunan
- Perdamaian Aceh tidak datang dengan sendiri
Banda Aceh, IDN Times - Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla, batal ke Aceh. Padahal, ia seharusnya datang ke Tanah Rencong dan menghadiri langsung penerimaan Lifetime Achievement Award dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry.
Penyerahan penghargaan kepada tokoh yang terlibat dalam proses perdamaian antara Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 tersebut digelar di aula Museum Ali Hasjmy, UIN Ar Raniry, Kota Banda Aceh, Aceh, Kamis (14/8/2025). Kegiatan tersebut bagian dari peringatan 20 Tahun Perdamaian Aceh.
“Bapak-Ibu saya ingin meminta maaf tidak bisa hadir langsung ke acara ini,” kata Jusuf Kalla.
1. Mesin pesawat Jusuf Kalla kemasukan burung

Jusuf Kallah dalam video virtual mengatakan dia beserta rombongan awalnya akan berangkat ke Aceh melalui Jakarta, pada Kamis, pagi. Namun, ketika hendak berangkat, mesin pesawat mereka masuk burung.
“Tadi pagi, jam 6 sudah terbang dari Jakarta, 10 menit kemudian ada masalah di pesawat. Mesin pesawat dimasuki burung, jadi harus kembali,” ujar Jusuf Kalla.
“Dipikir mungkin hanya 10-20 menit diperbaiki, ternyata harus masuk ke bengkel untuk memperbaiki hal tersebut,” imbuh Jusuf Kalla.
2. Perdamaian Aceh harus terus dijaga dan diisi dengan pembangunan

Mantan wakil presiden itu menyampaikan perdamaian di Aceh harus terus dijaga dan diisi dengan pembangunan demi kesejahteraan rakyat. Sebab, tujuan akhir dari perdamaian adalah kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah.
“Setelah konflik selesai, tantangan berikutnya adalah bagaimana mengelola sumber daya dan membangun sektor-sektor penting seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan perdagangan,” kata Jusuf Kalla.
3. Perdamaian Aceh tidak datang dengan sendiri

Perdamaian, kata dia, tidak datang dengan sendirinya. Menurutnya, kunci penyelesaian konflik adalah memahami akar masalah, mengutamakan dialog, dan mencari solusi yang memberi keuntungan bagi semua pihak.
Selama merdeka, pemerintah belajar bahwa banyak konflik terjadi karena ketidakadilan ekonomi dan sosial. Tidak ada negara maju yang dibiarkan berlarut dalam konflik.
“Maka penyelesaian harus dilakukan dengan dialog, saling pengertian, dan tujuan bersama,” kata JK.
Ia mengatakan, momentum bencana tsunami Aceh pada 2004 menjadi pemicu percepatan perundingan damai.
Kesepakatan Helsinki, lanjutnya, memberikan porsi pendapatan migas yang lebih besar bagi Aceh, sebagai wujud keadilan ekonomi yang menjadi salah satu tuntutan utama.
Jusuf Kalla berharap generasi muda Aceh dapat melanjutkan warisan perdamaian dengan fokus pada pembangunan dan penguatan sumber daya manusia.
“Perdamaian harus diisi. Jangan hanya berhenti pada tidak adanya konflik, tetapi harus menghasilkan kemajuan yang nyata bagi rakyat Aceh,” ujarnya.
4. UIN Ar Raniry bercita-cita membangun museum perdamaian Aceh

Rektor UIN Ar-Raniry, Mujiburrahman, mengatakan memberikan penghargaan kepada para tokoh perdamaian Aceh sebagai wujud apresiasi atas dedikasi mereka dalam menjaga dan merawat perdamaian.
“Penghargaan ini memiliki makna sebagai perekat persaudaraan, dan sekaligus sebagai wujud terima kasih kami masyarakat Aceh yang memiliki etika dan peradaban,” kata Mujiburrahman.
Sebagai institusi pendidikan tinggi Islam, kata dia, UIN Ar-Raniry memandang perdamaian bukan hanya sebagai kondisi tanpa konflik, tetapi juga fondasi lahirnya generasi cerdas, berakhlak mulia, dan berdaya saing serta mampu merawat dan membumikan perdamaian dalam tataran ediologi, logos dan etos.
Dua dekade perdamaian memberi banyak pelajaran. Pertama, dialog selalu lebih mulia daripada kekerasan. Kedua, pembangunan akan bermakna hanya jika dibangun di atas pondasi keadilan dan persatuan. Ketiga, generasi muda harus menjadi penjaga estafet perdamaian, bukan hanya penikmat hasilnya.
Dia menyampaikan UIN Ar-Raniry berkomitmen untuk terus mengkaji, mendiskusikan, mensosialisasikan merawat dan menjaga perdamaian di Aceh. Hal ini merupakan bahagian dari jihad akademik yang menjadi tanggungjawab kami sebagai sebagai insan akademis.
Untuk merealisasikan cita-cita mulia ini, Insyaallah kami akan membangun Museum Perdamaian di Kampus UIN Ar-Raniry, sebagai pusat riset perdamaian Aceh yang memiliki energy sebagai prototype atau purwarupa perdamaian dunia.
Rektor berharap seluruh tokoh-tokoh Perdamaian Aceh yang terlibat dalam proses perdamaian ini dapat terdokumentasikan dengan baik, dan menjadi bahan kajian bagi para peneliti di tingkat lokal, nasional dan internasional.