Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lara Eva, Hilang Nyawa Satu Keluarga Gara-gara Berita

ilustrasi kekerasan pada jurnalis (IDN Times/Muhammad Surya)
Intinya sih...
  • Rico Sempurna Pasaribu, wartawan, dan keluarganya dibakar di rumahnya sendiri di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
  • Pembakaran dipicu oleh pemberitaan Rico terkait tempat perjudian yang diduga milik prajurit TNI berpangkat Kopral Satu berinisial HB.
  • Ada banyak kejanggalan dalam kasus ini, termasuk rekonstruksi yang tidak utuh dan transparan serta dakwaan yang ingin mengaburkan peran Koptu HB dalam pembunuhan berencana.

“Saya yakin, bapak dibunuh karena bikin berita judi itu,” kata Eva Meliana Pasaribu. 

Suara Eva, anak Rico Sempurna Pasaribu, wartawan yang menjadi korban dugaan pembunuhan berencana di Kabupaten Karo, Sumatera Utaraterdengar penuh emosi.Tak hanya ayah Eva saja, ibu, adik, bahkan anak kandungnya turut jadi korban dengan cara dibakar di rumahnya sendiri. 

Total empat orang kehilangan nyawa. Tragis! Eva masih tidak menyangka ayahnya dibunuh secara sadis karena profesinya sebagai jurnalis. Rumah jurnalis Tribrata TV itu dibakar Kamis, 27 Juni 2024 dinihari. 

Eva meyakini betul, pembakaran itu dipicu tulisan sang ayah terkait tempat judi yang diduga milik seorang prajurit TNI berpangkat Kopral Satu berinisial HB. Lokasi perjudian ini tidak jauh dari rumah mereka, hanya sekitar 300 meter.

Dari depan, lokasi perjudian ini tampak seperti warung kopi biasa. Bangunan semi permanen dengan set meja dan kursi panjang. Di warung kopi tersebut rencana pembakaran rumah itu diduga dirancang Bebas Ginting alias Bulang serta dua eksekutornya.

Tiga hari sebelum pembakaran rumah itu, Eva sempat berbicara dengan ayahnya lewat telepon selular. Setelah itu, Rico tidak pulang ke rumahnya. Begitu pulang, peristiwa nahas itu terjadi. 

Belakangan terungkap Rico sempat meminta perlindungan ke Polres Karo. Ia merasa terancam setelah memuat pemberitaan berjudul "Lokasi Perjudian di Jalan Kapten Bom Ginting Ternyata Milik Oknum TNI Berpangkat Koptu Anggota Batalyon 125 Simbisa" di laman website Tribrata TV.  Selain ada beberapa berita lain berjudul senada.

“Bapak sempat diminta untuk menghapus berita itu oleh HB,” kata Eva.

Apa yang dialami Almarhum Rico acap kali menimpa wartawan di Indonesia.  Sejak 2006, total ada 1.099 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di Indonesia. Berdasarkan catatan tim Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), tahun ini saja hingga November ada 61 kasus kekerasan dialami wartawan.

Pengamat Demokrasi di Sumatera Utara, Dadang Darmawan membeberkan sejak orde baru runtuh, kebebasan pers memang jadi agenda utama reformasi. Bahkan selalu digaungkan pers merupakan pilar keempat dari demokrasi. Namun faktanya, para pekerja media yang seyogianya menenggakkan demokrasi, menyuarakan pelanggaran HAM, malah kerap dilanggar hak asasinya. Kerja-kerja jurnalis yang terikat kode etik malah kerap diperlakukan secara tak beretika. 

Aktor pelaku kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia, menurut Dadang, mengerucut pada tiga kelompok: pemerintah, aparat keamanan, dan preman.

“Jadi, kelompok-kelompok aktornya sama, kalau gak pemerintah, aparat, preman, itu kelompok-kelompok yang teridentifikasi selalu berhadap-hadapan dengan wartawan. Nah, jadi menurut saya ini juga harus menjadi pembelajaran bagi semua stakeholder yang ada di dalamnya termasuk menurut saya tiga kelompok ini sendiri jadi mesti ada upaya-upaya yang lebih serius dalam sosialisasi,” katanya pada IDN Times, Jumat 6 Desember 2024.

Sempurna Pasaribu dimakamkan berdampingan dengan Istri, dan anak di Tigapanah Karo (Dok. Tribarata TV)

Kejanggalan yang tercium sejak awal

Tepat pada 27 Juni 2024, Eva mendengar rumah mereka di Jalan Nabung Surbakti, Desa Laucimba, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, terbakar. Perasaan Eva begitu hancur. Dalam kebakaran, tidak hanya ayahnya. Korban lainnya Elfrida Br Ginting (ibu), adiknya Sudi Investi Pasaribu dan anak kandung Eva, Loin Situngkir.

Eva kenal betul dengan sosok ayahnya Rico Sempurna. Dia bilang, Rico sosok yang begitu memperjuangkan keluarga. Rico juga dikenal sebagai sosok yang tidak pernah membawa masalah pekerjaan ke dalam rumah.

“Bapak itu orangnya humoris. Baik suka becanda. Perhatian sama keluarga. Kalau ada masalahnya di luar, gak pernah cerita ke rumah,” katanya.

Hal ini yang membuat Eva tidak menyangka  ayahnya harus terbunuh dengan cara yang sadis. Termasuk ibu hingga anaknya. Eva terus berjuang untuk keadilan bagi keluarganya. Sejak awal, dia sudah curiga jika kebakaran rumahnya bukan kebakaran murni. 

Eva mengaku sempat mendapat tekanan saat diperiksa polisi. Dia diminta mengamini kejadian di rumah orangtuanya merupakan kebakaran murni. Namun Eva terus bersikeras  rumahnya dibakar. Bersama Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatra Utara, Eva berjuang untuk keadilan. 

Kepingan fakta-fakta dari dugaan pembunuhan itu dikumpulkannya bersama KKJ Sumut. Eva mengadu ke sana-sini. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dia ketuk satu persatu untuk mendapat dukungan. Selain KKJ Sumut yang terus berkampanye untuk mendesak proses hukum yang transparan.

KKJ Sumut yang melakukan investigasi dalam kasus itu menemukan begitu banyak kejanggalan. Apalagi di saat rekonstruksi kasus, Lembada Bantuan Hukum (LBH) Medan yang tergabung dalam KKJ juga menduga begitu banyak gelagat yang mengarahkan agar pembakaran ini hanya menjerat tiga tersangka: Bebas Ginting, Yunus Syahputra Tarigan alias Selawang dan Rudi Apri Sembiring Alias Udi. Sementara orang yang diduga sebagai aktor intelektual, Koptu HB, bisa lepas dari jerat pidana.

“Saya yakin Koptu HB terlibat,” ujar  Eva. Polda Sumatra Utara lalu melakukan gelar perkara dalam kasus dugaan pembunuhan itu Jumat 19 Juli 2024. 

Ada 57 adegan yang menunjukkan bagaimana pembakaran itu terjadi. Rekonstruksi dimulai sejak pukul 14.30 WIB dan berakhir pukul 20.11 WIB.

Para tersangka dihadirkan dalam rekonstruksi. Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi wahyudi usai rekonstruksi tidak mengungkap soal fakta baru. Bahkan dia juga tidak membuka motif dari para tersangka.

“Seperti yang tadi saya sampaikan bahwa seluruh proses rekonstruksi dengan 57 adegan yang diperankan oleh para tersangka dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan. Pada akhirnya ini akan dipertanggungjawabkan dalam proses persidangan. Semua lengkap dalam berita acara,” kata Hadi saat itu.

KKJ yang mengumpulkan fakta sejak awal, mengungkap kejanggalan dalam rekonstruksi karena proses rekonstruksi yang digelar tidak utuh dan tak transparan. 

LBH Medan selaku tim hukum KKJ Sumut menyebut, rekonstruksi ini tidak lebih dari sebuah drama. Rekonstruksi seolah bertujuan menghilangkan peran Koptu HB, anggota TNI yang diduga terlibat dalam pembakaran itu.

“Ada sejumlah kejanggalan yang kami catat dari proses rekonstruksi itu. Ini ibarat hanya drama dan membuktikan penanganan kasus yang tidak berperspektif terhadap korban,” ujar Direktur LBH Medan Irvan Saputra di Kota Medan, Selasa 23 Juli 2024.

Kejanggalan terlihat dalam adegan di mana Koptu HB bertemu dengan tersangka Bebas Ginting di warung yang ada di Jalan Kapten Bom Ginting pada Senin 24 Juli 2024. Warung tersebut pernah disinggung dalam artikel yang dibuat Rico soal dugaan perjudian. Lokasinya tidak jauh dari gerbang markas Yonif 125/Simbisa.

Dalam pertemuan itu, Koptu HB menunjukkan unggahan diduga artikel soal perjudian yang ditulis Rico. Dia menyuruh Bebas Ginting meminta Rico menghapus postingan itu. Bebas Ginting mengiyakan perintah Koptu HB.

Temuan KKJ, sebelum adegan pada Senin 24 Juli 2024, diketahui fakta bahwa ada pertemuan antara V, A alias E yang kemudian menjadi saksi kasus ini dengan Rico pada Minggu 23 Juni 2024. Mereka bertemu di warung itu. Namun Rico saat itu hanya berada di dalam mobil. Saat bertemu Koptu HB dan Bebas Ginting, V dan A alias E diberi uang oleh Koptu HB. Setelah menerima uang, V dan A alias E, kembali ke mobil menemui Rico. Mereka pun meninggalkan warung tersebut.

Di dalam perjalanan, V dan A mengatakan pada Rico agar menerima uang yang diberikan  Koptu HB. Tujuannya agar Rico menghapus pemberitaan terkait perjudian yang telah dimuat di website Tribrata TV.

Atas bujukan V dan A, Rico akhirnya sepakat untuk kembali menemui Koptu HB dan Bebas Ginting. Namun, saat kembali lagi, V tidak ikut. Karena V langsung pulang ke rumahnya.

Sedangkan A alias E dan Rico bertemu dengan Koptu HB dan Bebas Ginting. Dalam pertemuan itu sempat terjadi komunikasi antara Rico dan Koptu HB. Saat itu, Rico  menolak menerima uang dari Koptu HB. Setelah berbincang, ia kemudian pergi meninggalkan lokasi bersama A.

“Setelah pertemuan itu, korban merasa terancam. Bahkan dia menyebut ingin membawa keluarganya ke Polda Sumut untuk meminta perlindungan,” kata Irvan Saputra. Dalam rekonstruksi juga diketahui pada 26 Juni 2024 sekitar pukul 20.00 WIB, Koptu HB kembali bertemu dengan Bebas Ginting di warung, Jalan Kapten Bom Ginting. Pertemuan ini selang beberapa jam sebelum pembakaran rumah yang terjadi pada 27 Juni 2024 dini hari.

Saat itu Koptu HB mempertanyakan apakah Bebas Ginting sudah bertemu dengan Rico. Saat itu Bebas Ginting menjawab bahwa mereka belum bertemu. Koptu HB pun meminta agar Bebas Ginting segera bertemu dengan Rico.

Rentetan peristiwa ini menjadi penting untuk mengungkap kasus dugaan pembunuhan berencana tersebut. KKJ Sumut pun melihat kejanggalan mengapa dalam rekonstruksi itu Koptu HB tidak dihadirkan. Harusnya, Koptu HB dihadirkan sebagai saksi dalam perkara itu. Sama seperti saksi A alias E yang juga dihadirkan. Koptu HB dalam adegan rekonstruksi diperagakan peran pengganti.

“Kami juga heran kenapa polisi juga tidak memanggil V. Padahal keterangan saksi tersebut sangat penting dalam mengungkap dugaan keterlibatan Koptu HB,” ujar Irvan.

Kejanggalan juga diungkap KKJ dalam investigasi awal mereka. hasil penelusuran KKJ menyebut kasus ini bermula ketika ada anggota ormas yang memohon kepada Rico agar mengikutsertakan namanya untuk mendapatkan setoran judi yang diduga dikelola HB. Karena, selama ini Rico juga diduga mendapatkan setoran dari HB. Rico diduga menyampaikan permintaan anggota ormas itu ke HB. Namun, saat itu, HB mengacuhkan pesan yang disampaikan Rico.

Rico pun kembali menyampaikan permintaan itu kepada HB. Dia kemudian memberikan uang Rp100 ribu kepada anggota ormas itu.

"Anggota ormas ini lantas memprovokasi Rico hingga korban kemudian memberitakan lokasi perjudian yang ada dekat asrama aparat. Bahkan, Rico menulis nama lengkap oknum itu dalam pemberitaan, dan membuat status di media sosial Facebook miliknya," ujar Koordinator KKJ Sumut Array A Argus.

Saat berita itu dipublikasikan, HB diduga menghubungi Rico dan memintanya menghapus artikel tersebut. Namun, pihak redaksional media Tribrata TV menolaknya. 

"Setelah pemberitaan muncul, pimpinan media Tribrata TV sempat menghubungi Rico. Korban bilang, saat itu aman-aman saja. Namun, korban bercerita pada teman-temannya, bahwa dia merasa was-was," ujar Array.

Sampai hari ini, Eva masih berjuang untuk keadilan. Meski tinggal sendirian, Eva tidak pernah merasa takut. Dia masih meyakini ayahnya meninggal dunia karena artikel yang ditulisnya.

"Untuk apa lagi merasa takut? Kini saya tinggal sendiri. Jadi, prinsip saya sekarang hidup sekali, mati sekali. Seandainya saya mati karena mencari keadilan bagi orangtua saya, saya sudah siap," kata Eva. 

Eva terus memantau persidangan para tersangka. Dia berharap para pengadil bisa memberikan hukuman yang setimpal. Meski pun kata dia, hukuman itu tidak pernah lagi mengembalikan ayah, ibu, adik, dan anak kandungnya.

“Pengadilan harus berani. Saya berharap, pelaku bisa diberikan hukuman setimpal. Dihukum seberat-beratnya,” katanya. 

Kronologi versi dakwaan jaksa di pengadilan

Tersangka Bebas Ginting saat memeragakan adegan rekonstruksi kasus dugaan pembakaran rumah wartawan Rico Sempurna Pasaribu bersama dua terasngka lainnya, Jumat (19/7/2024). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kasus pembakaran dan pembunuhan rumah Rico mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Kabanjahe pada 25 November 2024. Dakwaan kepada Bebas Ginting mengungkap bagaimana kronologi dugaan pembunuhan berencana itu. Pada dakwaan itu juga muncul nama Koptu HB.

Dakwaan itu menceritakan bagaimana Bebas Ginting bertemu dengan HB yang hendak menyelesaikan unggahan Rico di laman Facebooknya. Unggahan itu berisi berita berjudul "Lokasi Perjudian di Jalan Kapten Bom Ginting Ternyata Milik Oknum TNI Berpangkat Koptu Anggota Batalyon 125 Simbisa".

Bebas Ginting dan HB bertemu pada Sabtu 22 Juni 2024. Saat itu HB menyinggung soal unggahan yang dibikin Rico.  "Ini ada postingan (unggahan) yang dibuat oleh Pasaribu, bisa Bulang suruh Pasaribu untuk menghapus postingannya ini?” Terdakwa Bebas Ginting mengiyakan permintaan itu.

Bebas  Ginting kemudian memerintahkan Pedoman ‘Doman’ Tarigan untuk mencari rumah Rico. Doman kemudian kembali melapor ke Bebas jika mereka menemukan rumah Rico. Bebas kemudian menghubungi Rico da bertemu pada Selasa 25 Juni 2024 siang. Rico datang bersama saksi Victor Sembiring kolega sesama wartawan. Dalam pertemuan itu Bebas meminta Rico menghapus unggahan di laman Facebook-nya. Bebas menyebut  Rico selama ini mendapat ‘jatah uang’ dari HB.

Dalam dakwaan itu Rico menyebut ingin mendapat uang lebih banyak. “Izin Bulang (Bebas Ginting), aku mau ambil uang banyak dari Bukit, tenang saja Bulang,” tulis dakwaan dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Kabanjahe, Sabtu 7 Juli 2024.

Bebas Ginting dan Rico kemudian bersepakat mengambil uang dari HB dan membuat skenario seolah Rico dianiaya anggota Bebas. Jika skenario itu berjalan, Pedoman Tarigan akan berperan sebagai orang yang seolah menganiaya Rico. Mereka kemudian akan melapor polisi dan Doman melarikan diri ke luar kota. Rico juga diskenariokan menghilang untuk sementara waktu.

Masih dalam dakwaan, Bebas Ginting kembali bertemu HB di lokasi perjudian yang dituduhkan Rico dikelolanya, Rabu 26 Juni 2024). HB kemudian menanyakan apakah Bebas Ginting sudah bertemu dengan Rico. Bebas bilang, dia belum bertemu dengan Rico. Namun HB bilang Rico mengaku sudah bertemu dengannya. Mendengar itu, Bebas disebut kecewa karena merasa dibohongi Rico.

Bebas kemudian bertemu dengan Yunus dan Pedoman Tarigan. Mereka kemudian bertemu dengan Rudi Apri Sembiring. Di dalam pertemuan mereka, Bebas mengaku sakit hati kepada Rico. Yunus langsung mengusulkan untuk membakar rumah Rico. Pedoman sempat melarang karena di rumah itu ada anggota keluarga lainnya. Sekitar pukul 23.30 WIB, Bebas menelepon Anderson Sembiring –rekan Rico Sempurna--. Dia mempertanyakan keberadaan korban. Anderson bilang, dia sudah mengantarkan Rico ke rumahnya.

Di malam itu juga, Bebas bersama Yunus merencanakan pembunuhan dengan membakar rumah Rico. Sementara Doman yang bersama mereka sudah tertidur.

Rudi Apri kemudian datang. Dia bertemu dengan Bebas dan Yunus. Bebas pun mengatakan agar Rudi dan Yunus yang membakar rumah itu. Bebas kemudian diantarkan Rudi ke warung yang dituding Rico jadi tempat perjudian. Rudi kembali menjemput Yunus dan bergegas ke warung tersebut.

Di lokasi perjudian itu, Yunus kembali memastikan rencana pembakaran rumah Rico kepada Bebas. Namun Bulang meminta mereka, untuk kembali memastikan rumah Rico.

Yunus kemudian mengecek rumah Rico. Dia melihat kondisi rumah dalam keadaan gelap dan pintunya tergembok dari luar. “Kemungkinan tidak ada orang di dalam rumah tersebut,” kata Yunus dalam dakwaan Bebas.

Bebas pun memerintahkan untuk membakar rumah itu. Yunus dan Rudi membeli bahan bakar minyak. Mereka kemudian mencampur BBM pertalite dengan solar ke dalam botol. Keduanya kemudian langsung bergerak menuju rumah Rico. Mereka pun memantau kondisi sekitar rumah dan memastikan tidak ada saksi yang melihat.

Sekira pukul 03.30 WIB, Yunus menyiramkan minyak ke seluruh bagian rumah yang terbuat dari kayu. Dia kemudian membakar salah satu bagian dinding rumah Rico. Rumah itu terbakar tidak bersisa.

Rudi kemudian menjemput Yunus dan pergi meninggalkan lokasi. Bulang pun memberikan uang kepada keduanya.LBH Medan memberikan kritik atas kronologi dalam dakwaan itu. Mereka menilai, dakwaan ini seolah ingin mengaburkan peran Koptu HB dalam pembunuhan berencana.

“Konstruksi dakwaan dibangun untuk mengaburkan otak pelaku kasus ini. Orang yang diberitakan almarhum Rico, bukan ketiga terdakwa ini. Dan dari awal kita sudah curiga. Bahkan polisi saja tidak membuka, apa motif di balik kejadian pembunuhan berencana ini,” kata Irvan, Minggu 8 Desember 2024.

Anak Rico Sempurna Pasaribu ikut aksi (IDN Times/Eko Agus Herianto)

KKJ Sumut mendesak penyelidikan Koptu HB

Kejadian pembakaran rumah Rico menjadi sorotan. Polisi melakukan penyelidikan. Tersangka yang pertama ditangkap Rudi, Sabtu 6 Juli 2024. Dia mengaku melakukan pembakaran bersama Yunus. Polisi kemudian menangkap Yunus keesokan harinya. Polisi terpaksa menembak kakinya karena disebut hendak melarikan diri. Upaya keluarga korban untuk mencari keadilan terus dilakukan. 

Eva Meliana Pasaribu bersama KKJ Sumut sudah melaporkan dugaan keterlibatan HB ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat, Jumat 12 Juli 2024. Laporan itu kemudian diteruskan kepada Pomdam I/BB di Kota Medan. Namun sampai saat ini, belum ada perkembangan yang berarti. Kepala Penerangan Kodam I/BB yang dimintai keterangan soal perkara ini belum memberikan konfirmasi. 

Desakan penanganan kasus sempat datang dari DPR saat itu. Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta kepada TNI melakukan investigasi internal atas dugaan keterlibatan anggotanya di dalam kasus pembakaran rumah jurnalis Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu.

"Siapa pun yang terlibat harus dihukum secara adil. Maka, penting bagi jajaran POM (Polisi Militer) TNI untuk melakukan penyelidikan secara tuntas," ujar Meutya dikutip dari keterangan tertulis pada Sabtu, 20 Juli 2024. 

Bahkan, bila ada anggotanya yang terlibat, TNI, kata Meutya harus mampu menegakkan aturan. "TNI harus berani mengungkap dan mengusut kasus ini secara transparan," kata dia saat itu. 

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (AD), Brigjen TNI Kristomei Sianturi saat itu pun, mengatakan pihaknya sudah meminta keterangan Koptu HB. Dalam permintaan keterangan awal itu, Koptu HB mengaku tidak tahu rumah Rico Pasaribu dibakar orang tak dikenal. 

"Secara internal, TNI AD sudah meminta keterangan dan investigasi kepada yang bersangkutan (Koptu HB). Yang bersangkutan mengaku tidak mengetahui tentang hal itu," ujar Kristomei ketika dikonfirmasi, Jumat, 19 Juli 2024.

Saat ditanyakan ada bukti percakapan antara Koptu HB dengan Rico yang meminta agar pemberitaan mengenai lokasi perjudian dihapus, Kristomei mengatakan, penyidik perlu meneliti lebih lanjut.

KKJ Sumut terus melakukan pemantauan persidangan yang saat ini masih bergulir. Dalam persidangan yang mengagendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi terdakwa Senin 16 Desember 2024 terungkap fakta menarik. Dugaan keterlibatan Koptu HB terkuak perlahan. 

Di akhir persidangan, saat majelis hakim hendak menutup persidangan Bebas Ginting  menyampaikan pernyataan kepada pengacaranya Ronal Abdi Sitepu. Dia menyebut soal dugaan keterlibatan orang lain dalam pembakaran itu.

Ronal Abdi Sitepu kemudian menyampaikan dugaan itu  saat hakim hendak melakukan skors persidangan. Ronal mengatakan, kliennya meminta agar sidang ditunda lebih lama sebelum putusan sela. Ronal mengungkap nama yang diduga terlibat merujuk pada Koptu HB. Prajurit TNI yang diberitakan Rico Sempurna terkait kepemilikan lokasi perjudian.

“Kami Mohon sidang ini jangan ditunda (sampai) Hari Kamis Yang Mulia. Kami minta di Hari Senin, supaya terdakwa bisa mengingat kembali, apa-apa saja Karena ada keterlibatan Bukit (marga yang merujuk nama Koptu HB) kata terdakwa ini,” kata Ronal Abdi. 

Direktur LBH Medan Irvan Sahputra juga menduga kuat, Bukit yang dimaksud merupakan Koptu HB. LBH Medan mendesak agar pihak Polisi Militer Kodam I/Bukit Barisan menetapkan status hukum Koptu HB.

“Desakan ini juga sama seperti yang diminta oleh Eva yang merupakan anak korban. Pomdam harus segara memroses Koptu HB,” kata Irvan dalam keterangan tertulis, Selasa 17 Desember 2024.

Koordinator KKJ Sumut Array A Argus mendorong Pomdam I/BB memroses kasus dugaan keterlibatan Koptu HB dalam pembunuhan berencana itu. KKJ Sumut tidak membenarkan apa yang dilakukan korban karena diduga mendapat ‘uang jatah’ dari operasi perjudian itu dengan memanfaatkan profesinya sebagai awak media.

Tindakan ini benar-benar melanggar kode etik jurnalistik. Namun, peristiwa penghilangan nyawa karena diduga dampak dari pemberitaan menjadi duka mendalam untuk dunia pers di era modern.

Kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumatra Utara cukup masif terjadi. Sepanjang 2023, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan mencatat, ada 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumut. Aktor pelakunya meliputi unsur aparat negara, preman, diduga pengacara, mantan polisi, anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), anggota Satpol PP, hingga Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP).

“Jangan sampai ada lagi kasus kekerasan terhadap jurnalis. KKJ terus mendorong para jurnalis untuk bekerja secara profesional, sesuai kode etik jurnalistik. Jangan sampai profesi jurnalis dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” ucap Array.

Wartawan harus berjejaring agar lebih solid

Data kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia dari Advokasi AJI Indonesia (IDN Times/Sukma Mardya Shakti)

Kasus yang menimpa Rico Sempurna hanya satu dari 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang Januari-Oktober 2024  yang dihimpun Advokasi AJI Indonesia. Terbanyak kasus wartawan mengalami kekerasan fisik, ancaman, terror, dan pelarangan liputan. Artinya setiap bulan rata-rata enam jurnalis di Indonesia mengalami tindak kekerasan.

Banyaknya kasus kekerasan ini menjadi penyebab turunnya kembali indeks Kemerdekaan Pers atau IKP Indonesia 2024. Nilainya 69,36 poin yang berarti berada dalam kategori cukup bebas. Nilai itu turun 2,21 poin dibandingkan tahun lalu dengan nilai 71,57 poin.

Penurunan ini terjadi dua tahun berturut-turut karena nilai IKP pada 2022 mencapai 77,88 poin. Kekerasan terhadap jurnalis yang masih merajalela menjadi salah satu sorotan dalam survei tersebut. Teranyar kekerasan dialami tiga wartawan televisi yaitu Herman Zuhdi dan Rahmatul Kautsar dari tvOne dan Sofi dari RTV yang dilarang meliput kasus dugaan pelecehan seksual di rumah tersangka pria disabilitas inisial IWAS alias Agus di Mataram pada Selasa, 3 Desember 2024.

Saat hendak mengambil gambar keberadaan para penyidik, salah satu anggota menanyakan asal media mereka. Setelah menyebutkan identitas masing-masing, tiga polisi dan satu anggota TNI melarang pengambilan gambar.

Pena (nama disamarkan) jurnalis asal Banten juga pernah mengalami hal serupa. Ia diintimidasi kala melakukan liputan khusus tentang dugaan pengerahan aparat penegak hukum untuk pemenangan salah satu pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.

Dalam beberapa kesempatan, Pena kerap menjadi bahan sindiran di depan rekan-rekannya. Bahkan, ia menduga informasi pribadinya telah dilacak. Namun itu tak menyurutkan semangatnya bertugas. Ia memilih lebih berhati-hati, memitigasi risiko dengan langkah-langkah sederhana seperti menghindari bepergian sendirian di malam hari dan menyimpan catatan liputannya di tempat aman.

“Tugas saya adalah menyampaikan fakta kepada publik. Kalau kita menyerah pada tekanan, siapa lagi yang akan menyuarakan kebenaran?” ucapnya.

Jurnalis asal Bali, Angela Eviera mengaku selama 10 tahun menjadi jurnalis mengakui profesinya rentan ancaman. Berbagai pola ancaman sudah pernah ia rasakan. Syukurnya tidak pernah separah yang dialami almarhum Rico dan keluarganya. 

“Ancaman banyak terjadi saat di lapangan. Saya pernah diintimidasi, diikuti preman, pada momen tertentu di Bali seperti G20 atau saat PWF (People’s Water Forum),” ujar Viera pada Minggu 8 Desember 2024.

Menurut Viera, jurnalis tidak lepas dari ancaman karena pemberitaan yang bikin gerah beberapa pihak. Pada momen kenegaraan seperti G20 dan WWF (World Water Forum) ancamannya meningkat. Arahan untuk menjaga kondusivitas kerap dinarasikan oleh aparat.

Perempuan yang saat itu menjabat sebagai Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar periode 2021-2024 menjelaskan posisi dan tanggung jawabnya memang beriringan dengan sejumlah ancaman. Viera kerap menerima panggilan telepon dan pesan ke gawainya.

Ancaman-ancaman yang diterima membuat Viera senantiasa berjejaring dengan jurnalis lainnya. Selain itu, dia juga membangun hubungan dengan CSO maupun LBH Bali. Saat menerima ancaman, Viera cenderung merasa waswas. Ia lebih takut terhadap ancaman non-fisik, seperti peretasan maupun pemblokiran berita.

Dari pengamatannya, ancaman yang diterima jurnalis di Bali saat ini masih dapat ditangani secara bersama. Hanya saja selain berjejaring, Viera mengungkapkan belum ada mekanisme lebih detail jika jurnalis di Bali terkena ancaman dengan risiko tinggi dan berbahaya, hingga mengancam nyawa.

“Saya rasa belum ada mekanisme khusus. Kita belum punya mekanisme seperti rumah aman. Ini belum terjadi di Bali. Kami belum memfasilitasi hal-hal seperti itu. Kami masih berpegang dengan teman jurnalis dan CSO selinier,” jelas Viera.

Perihal kebebasan berekspresi insan pers di Bali, Viera berharap agar lebih banyak liputan investigasi yang mengungkap berbagai persoalan di Bali. Serta lebih banyak para pihak yang bersuara untuk mendukung kerja-kerja jurnalistik dan menyingkap realitas.

Namun sayangnya, wartawan yang jadi korban kekeasan juga kerap tidak mau berjejaring dan tidak meminta pendampingan pada organisasi jurnalis. Divisi Advokasi AJI Semarang, Daffi Yusuf mengatakan dalam beberapa kasus bahkan jurnalis yang jadi korban malah tidak membuat pengaduan resmi. Cara-cara seperti ini berpotensi membuat kasus kekerasan pada jurnalis akan terus terjadi.

“Mereka tidak sadar kalau jurnalis bekerja dilindungi oleh undang-undang. Terkadang kekerasan yang dialami jurnalis dianggap wajar dan dinormalisasi karena ketidaktahuan soal itu. Kemudian, sejumlah jurnalis juga ada yang mengaku mendapatkan kekerasan namun tidak mau melapor,” ujarnya.

Sedangkan kasus yang sudah dilaporkan secara resmi ke polisi, masih ada yang belum tuntas. Apalagi jika tidak dilaporkan. Ketua AJI Bandung Iqbal Lazuardi menjelaskan selama ini pihaknya selalu mengadvokasi para jurnalis yang mendapatkan kekerasan maupun ancaman ketika melakukan peliputan. Bahkan melapor resmi ke kepolisian agar bisa ditangani karena beberapa kasus kekerasan tersebut dilakukan oleh aparat negara. Itupun masih ada kasus yang tidak tuntas.

"Polrestabes Bandung masih mempunyai utang atas kasus pemukulan terahadap dua jurnalis asal Bandung. Kasus ini terjadi pada tahun 2019 dan sudah dilaporakan ke Polrestabes. Pelaku kasus ini padahal sudah sangat terang, yakni aparat Polrestabes Bandung dari Tim Prabu," kata Iqbal.

Hal ini menurutnya, menunjukan bahwa polisi belum memiliki pemahaman atau political will dalam menghormati kerja-kerja jurnalistik. Karenanya AJI kerap melakukan berbagai upaya untuk mencegah tindakan kekerasan terhadap jurnalis melalui sejumlah pelatihan keamanan jurnalis baik secara fisik maupun di dunia maya. Langkah itu diambil agar jurnalis dapat meminimalisir kekerasan dari pelaku maupun peretasan, doxing di internet.

Pengamat demokrasi, Dadang Darmawan menekankan para stakeholder media lebih  memahami pentingnya Kode Etik Jurnalistik.

“Kalau kita kampanye yang lebih meluas, yang lebih menjangkau semua stakeholder dan juga masyarakat saya yakin semuanya akan tahu apa yang akan menjadi konsekuensi perilaku yang selalu mereka lakukan terhadap wartawan,” ucapnya.

Kampanye tentang pemahaman kode etik jurnalis saat ini sangat minim pada stakeholder atau lembaga yang selama ini terlibat dalam kekerasan terhadap wartawan. Sehingga, sosialisasi harus dilakukan lebih gencar.

Dadang juga berharap perguruan tinggi mengambil peran dengan ikut serta menyebarluaskan persepektif perlindungan pers dan HAM kepada pemerintah maupun  aparat.

"Perguruan tinggi cenderung terabaikan. Dulu LSM yang masuk perguruan tinggi untuk mengajak atau mendorong perguruan tinggi keluar dengan berbagai isu. Saya kira juga bisa dengan langkah yang seperti itu. Jadi, kita yang menjemput  karena kita tahu perguruan tinggi kita ini kalau gak ada aksi, ya minim reaksi,” katanya.

Polisi pegang rekor terbanyak intimidasi jurnalis

Indeks Kebebasan Pers di Indonesia dari data Dewan Pers Indonesia (IDN Times/Sukma Mardya Shakti)

Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida, menuturkan dari 61 kasus yang menimpa jurnalis sepanjang 2024,  polisi yang merupakan aparat keamanan negara justru memegang rekor terbanyak sebagai pelaku kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis. Artinya keberadaan polisi malah membuat rasa tidak aman bagi jurnalis. Namun Nany menegaskan, ini bukan soal jumlah korbannya banyak atau sedikit. Satu kasus saja yang terjadi sudah menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. 

"Satu jurnalis jadi korban kekerasan itu sudah masalah bagi negara demokrasi, jadi AJI gak ngomongin jumlahnya 100 atau satu orang, AJI melihatnya itu bentuk impunitas. Jadi kekerasan pada jurnalis itu jarang selesai, hanya beberapa. Makanya orang semakin berani untuk melakukan kekerasan karena, pertama ada impunitas, kedua mereka tidak tahu tugas jurnalis bagaimana," ungkapnya.

Sebagai langkah mitigasi, AJI di berbagai kota saat ini punya KKJ untuk membantu advokasi fisik. KKJ didirikan bersama PWI, Safenet, Amnesty International, dan lainnya untuk melakukan pendampingan secara langsung. Termasuk kasus pembakaran jurnalis Sumatra Utara.

"Sikap kita sudah jelas, kita tidak mau ada kekerasan untuk jurnalis. Kita minta jurnalis dilindungi. Hingga saat ini belum ada perlindungan dari segi kriminalisasi fisik, maksudnya pemukulan," kata dia.

Meski dalam UU Pers sudah diberi tahu terkait perlindungan jurnalis, Nany mengakui realitasnya tidak seperti yang diharapkan. "Bagi AJI, ketika ada jurnalis mengalami kekerasan itu berarti ada masalah dalam demokrasi kita, karena pers adalah pilar keempat. Satu lagi jurnalis itu bukan oposisi, justru jurnalis adalah anjing penjaga yang mengkritisi oposisi, jadi pers ada di tengah-tengah," kata dia.

Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya mengakui saat ini MoU antara Dewan Pers dan polisi hanya sebatas soal konten. Karenanya, ketika ada kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan, perusahaan pers harus jadi garda terdepan dalam memberi perlindungan dan penanganan. 

"Kami mengajak juga media untuk bisa aware, bisa peduli, terutama tadi melakukan upaya pendampingan, supaya si korban itu tadi punya sugesti, punya rasa percaya diri bahwa dalam posisi sedang mendampingi, karena tidak bisa sendiri," kata dia.

Ia berharap Presiden Prabowo Subianto mendukung kebebasan pers yang selama ini menjadi pilar penting dalam demokrasi. Pers harus tetap berperan sebagai kontrol sosial dalam sistem trias politika yang terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kebebasan pers yang ada di Indonesia saat ini juga perlu diperhatikan sebagai ajang mawas diri, agar tak lupa bahwa saat ini pers di Indonesia belum dalam kondisi yang bebas.

Agung menekankan agar komunitas pers juga menjaga integritasnya. Seluruh pihak harus mawas diri, jangan sampai kebebasan ini disalahgunakan oleh oknum yang bisa merusak citra dan marwah pers itu sendiri.

"Pers harus menghindari segala tindakan yang dapat mencederai tugas dan tanggung jawabnya sebagai jembatan informasi yang objektif dan kredibel bagi masyarakat,"  Agung menegaskan.

Liputan ini adalah hasil Kolaborasi IDN Times Hyperlocal di berbagai provinsi: Muhammad Nasir (NTB), Ni Komang Yuko Utami (Bali), Tama Widuna (Lampung), Anggun Puspitoningrum (Jateng), Debbie Sutrisno (Jabar), M Iqbal (Banten), Amir Faisol dan Lia Hutasoit (Jakarta), Prayugo Utomo dan Indah Permata Sari (Sumut).

Share
Topics
Editorial Team
Umi Kalsum
Arifin Al Alamudi
3+
Umi Kalsum
EditorUmi Kalsum
Follow Us