Labuhanbatu Larang Truk 8 Ton Melintas, Gapki Beberkan Dampak Negatif

Medan, IDN Times - Beberapa waktu lalu Pemkab Labuhanbatu Terbitkan Perda No 7 tahun 2024 tentang larangan kendaraan barang umum yang melintasi jalan daerah di kabupaten itu dengan Gross Vehicle Weight (GVW) di atas dari 8.000 kilogram atau setara dengan 8 ton.
Perda ini menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara (Sumut) memiliki beberapa dampak negatif yang berdampak pada pengusaha sawit.
"Salah satu dampaknya adalah bertambah mahalnya ongkos/biaya angkut TBS (Tandan Buah Segar) sawit yang akhirnya membuat harga TBS itu semakin mahal," ujar Ketua Gapki Sumut, Timbas Prasad Ginting, Senin (17/2/2025).
Selain berdampak pada ongkos angkut yang bertambah mahal, Perda Pemkab Labuhanbatu nomor 7 tahun 2024 itu juga akan menimbulkan peningkatan jumlah kenderaan truk yang melintas di daerah itu. Mengapa demikian?
1. Minta Perda dievaluasi

Biasanya TBS hasil panen bisa sekali atau dua kali angkut menggunakan truk 8 ton atau lebih. Maka dengan adanya Perda itu, buah sawit itu harus diangkut beberapa kali menggunakan truk yang lebih kecil.
"Artinya volume lalulintas kenderaan truk semakin banyak/padat dan itu bukan hanya menimbulkan kemacetan dan bahaya kecelakaan tabrakan. Tetapi juga rentan membuat jalan semakin rusak," ujar Timbas.
Perda itu juga bisa menuai konflik antara pengusaha dan buruh bongkar muat. Kalau muatan sedikit, tentunya pembayaran upah bongkar/muat TBS dari truk dikurangi dan belum tentu pekerja bersedia dikurangi upahnya.
"Sangat sulit pengusaha termasuk petani memenuhi aturan Perda nomor 7 tahun 2024. Perda itu diharapkan dievaluasi," ujarnya.
2. Gunakan dana bagi hasil perkebunan sawit perbaikan dan peningkatan kualitas jalan

Menurut Timbas Kabupaten Labuhanbatu menjadi salah satu daerah sentra produksi sawit Sumatera Utara (Sumut). Harga TBS yang bertambah mahal, otomatis juga mendorong kenaikan harga produk turunannya khusus minyak goreng yang menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Saat ini saja, katanya, harga minyak goreng sudah dikeluhkan masyarakat. "Belum lagi kalau bicara soal persaingan di dunia internasional. Kalau harga TBS mahal, harga CPO dan produk turunan asal Sumut tidak bisa bersaing di pasar internasional," katanya.
Gapki berharap, Pemkab Labuhanbatu mempertimbangkan kembali Perda nomor 7 tahun 2024. Termasuk ke depannya mempertimbangkan peningkatan kualitas jalan sesuai dengan kapasitas daerahnya sebagai produsen hasil perkebunan.
"Pemkab Labuhanbatu mungkin bisa menggunakan dana bagi hasil perkebunan sawit yang sudah dikucurkan untuk membantu biaya perbaikan maupun peningkatan kualitas jalan," katanya.