Kekerasan di Tanah Sihaporas: Masyarakat Adat Laporkan PT TPL

- Masyarakat adat laporkan PT TPL ke polisi atas dugaan penganiayaan, pembakaran rumah, dan perusakan kendaraan
- Polisi temukan motor yang dikubur, warga trauma, akses jalan diputus oleh PT TPL
- DPR RI nilai ada unsur pelanggaran HAM struktural dalam kasus kekerasan terhadap masyarakat adat Sihaporas
Simalungun, IDN Times – Luka masyarakat adat di Desa Sihaporas, Kabupaten Simalungun, belum juga sembuh setelah tragedi kekerasan yang terjadi pada 22 September 2025. Dalam insiden itu, ratusan pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) diduga menyerang warga dengan tindakan brutal, tanpa pandang bulu. Tak hanya laki-laki dewasa, perempuan, lansia, bahkan penyandang disabilitas juga menjadi korban pemukulan.
Pasca peristiwa itu, Masyarakat Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas resmi melaporkan kejadian tersebut ke Polres Simalungun. Mereka menuntut keadilan atas penganiayaan, pembakaran rumah, hingga perusakan kendaraan yang dialami.
1. Masyarakat buat 15 laporan polisi, tuntut penegakan hukum yang adil

Pada 27 September 2025, Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) mendampingi masyarakat Sihaporas membuat laporan polisi atas dugaan tindak pidana penganiayaan bersama-sama, pembakaran rumah, dan perusakan kendaraan.
“Jenis laporan ada beberapa yakni dugaan penganiayaan, dugaan adanya pembakaran motor maupun mobil, dugaan terhadap rumah bersama mereka serta adanya dugaan penghilangan barang bukti berupa sisa-sisa sepeda motor dan rumah,” ujar Hendra Sinurat, kuasa hukum TAMAN dalam keterangan tertulis, Sabtu (11/10/2025).
Ia menegaskan, pihaknya berharap Polres Simalungun dapat menangani kasus ini secara profesional dan imparsial. “Kami mau hal ini ditangani secara profesional dan imparsial,” tambahnya.
Sebelum itu, masyarakat sudah lebih dulu membuat empat laporan pada 23 September, sehingga total ada 15 laporan yang sudah diterima polisi terkait kekerasan di Sihaporas.
2. Polisi temukan motor yang dikubur, warga trauma dan akses jalan diputus

Proses penyelidikan mulai membuahkan hasil setelah kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pada 8 Oktober 2025. Dari hasil penggalian di lokasi, ditemukan tiga unit sepeda motor yang dikubur sedalam tiga meter—dari total sepuluh motor yang dilaporkan hilang.
Selanjutnya, pada 10 Oktober 2025, olah TKP kembali dilakukan bersama masyarakat. Polisi menemukan sejumlah rumah yang dibakar habis, diduga dilakukan oleh security PT TPL.
“Terakhir saya ke lokasi, rumah dan puingnya sudah hilang. Tapi saat olah TKP, puing-puingnya malah tersusun rapi di tengah,” ujar Doni Munthe, pendamping masyarakat yang ikut menyaksikan proses tersebut.
Namun, kondisi masyarakat belum pulih. Bahkan, pada 7 Oktober 2025, alat berat milik PT TPL dilaporkan memutus akses jalan menuju ladang warga, memperparah penderitaan masyarakat adat yang masih trauma sejak penyerangan.
“Saya sempat mendokumentasikan pengorekan yang dilakukan PT TPL,” ujar Johannes Siahaan, Pemuda Adat Lamtoras.
“Tanah dikorek sekitar tiga meter menggunakan excavator di perbatasan kampung. Tak lama, sekitar dua puluh orang security datang membawa rotan dan memakai perlengkapan lengkap. Saya langsung lari,” tambahnya.
3. DPR RI nilai ada unsur pelanggaran HAM struktural

Kekerasan terhadap masyarakat adat Sihaporas juga mendapat perhatian dari Komisi XIII DPR RI, yang menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komnas HAM, LPSK, Kemenkumham, Polda Sumut, dan PT TPL pada 3 Oktober 2025.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso itu dilakukan untuk memverifikasi kesaksian korban dan mengumpulkan bukti hukum.
Hasil RDP menyimpulkan bahwa kesaksian para korban menguatkan adanya pelanggaran HAM yang bersifat struktural dan sistematis.
Komisi XIII juga menegaskan agar akses jalan yang diputus segera dibuka kembali, demi menjamin kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
Sementara itu, Jojor Putri Ambarita, salah satu korban, mengungkapkan trauma yang masih dirasakan hingga kini. “Bahkan adik saya yang disabilitas saja kena pukul, apalah kekuatannya melawan? Saya kena pukul bagian punggung bersama beberapa perempuan lainnya termasuk orangtua saat melindungi Dimas adik saya,” ungkapnya.