Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

GJI: 'Pencurian' Sisik Tenggiling dari Mapolres Asahan Harus Diungkap

Direktur Green Justice Indonesia (GJI) Panut Hadisiswoyo menjelaskan tentang kondisi tutupan vegetasi ekosistem Batangtoru, Kamis (17/1/2025). (Dok: GJI)

Medan, IDN Times – Persidangan lanjutan kasus perdagangan 1,2 ton sisik tenggiling di Pengadilan Negeri Asahan menguak fakta mengejutkan. Kuat dugaan, barang bukti sisik tenggiling merupakan hasil ‘curian’ dari Markas Polres Asahan.

Sisik tenggiling itu diduga diambil dua prajurit TNI Muhammad Yusuf dan Rahmadani serta satu personel Polres Asahan Alfi Siregar. Ketiganya kemudian hendak menjual sisik itu dan tertangkap operasi pada 11 November 2024 lalu. Selain tiga aparat itu, kasus ini melibatkan seorang dari kalangan sipil bernama Amir Simatupang.

Green Justice Indonesia (GJI) angkat komentar terkait kasus tersebut. Mereka mendorong persidangan mampu membuka fakta sebenarnya dari kasus perdagangan ini. Khususnya dugaan keterlibatan prajurit TNI dan polisi yang diduga sebagai otak pelaku.

“Pengadilan harus bisa menembus dan membuka fakta yang jernih dari kasus ini. Ini adalah kasus perdagangan terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Kita menyayangkan dugaan keterlibatan prajurit TNI dan personel kepolisian. Orang yang harusnya menegakkan hukum, malah melakukan pelanggaran,” kata Penanggung Jawab Direktur GJI Panut Hadisiswoyo kepada IDN Times, Selasa (15/4/2025).

1. Dugaan barang bukti adalah hasil 'curian' dari Mapolres Asahan harus diungkap

Terdakwa kasus perdagangan sisik tenggiling Amir Simatupang usai persidangan di Pengadilan Negeri Kisaran, Senin (14/4/2025) malam. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam persidangan terdakwa Amir Simatupang, mencuat pertanyaan soal barang bukti sisik tenggiling adalah hasil ‘curian’ 2 prajurit TNI bersama seorang polisi. Hal itu terungkap dalam dakwaan Jaksa. GJI mendesak, Jaksa dan majelis hakim mampu membuktikan fakta itu dalam persidangan berikutnya. Apa lagi, dalam persidangan pekan depan, Jaksa akan menghadirkan dua prajurit TNI dan satu polisi yang diduga terlibat, sebagai saksi terdakwa Amir Simatupang.

“Baik jaksa, majelis hakim hingga pengacara harus berani melakukan konfrontasi terkait barang bukti sisik tersebut. Karena publik menanti, bagaimana kasus ini bisa diungkap secara terang benderang,” katanya.

Jika dugaan itu benar, Panut justru mempertanyakan, bagaimana para aparat tersebut bisa dengan mudahnya mengambil sisik tenggiling dari gudang Mapolres Asahan untuk kemudian diperdagangkan.

“Bagaimana pengawasan di dalam Mapolres Asahan? Kenapa bisa sampai para orang yang diduga terlibat dengan mudah mengambil sisik tenggiling dalam jumlah yang tidak sedikit,” tukasnya.

2. Institusi TNI dan Polri harus transparan dalam penegakan hukum

Petugas menunjukkan sisik tenggiling saat konferensi pers di Kota Medan, Selasa (26/11/2024). Sisik tenggiling ini adalah hasil pengungkapan kasus yang melibatkan seorang sipil, seorang polisi dan dua prajurit TNI di Kabupaten Asahan dengan barang bukti total 1,2 ton. (Saddam Husein for IDN Times)

GJI juga mendorong institusi TNI dan Polri transparan dalam proses hukum anggotanya yang terlibat. Jangan sampai, ketidaktransparanan kedua institusi itu malah mencoreng citra yang selama ini dibangun.

“Kita khawatir ketika penegakan hukum ini tidak diungkap ke publik justru menimbulkan kesan, institusi melindungi anggotanya yang bersalah,” kata Panut.

3. Kerugian ekologi dan desakan hukuman maksimal

Tersangka kasus perdagangan sisik tenggiling MHY dibawa petugas usai konferensi pers di Kota Medan, Selasa (26/11/2024). MHY bersama dua prajurit TNI dan satu polisi diduga kompak melakoni perdagangan 1,2 ton sisik tenggiling di Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. (Saddam Husein for IDN Times)

Kasus ini mengungkap betapa kejamnya perdangan satwa dan bagian tubuhnya. Hasil perhitungan ahli yang dibeber ada sekitar 5.900 ekor tenggiling yang dibunuh untuk mendapatkan 1,18 ton sisik. Jumlah ini menjadi kerugian ekologi yang sangat besar. Penelitian ahli dari IPB, satu ekor tenggiling memiliki nilai ekonomi lingkungan sebesar Rp50,6 juta sepanjang hidupnya. Artinya, total kerugian ekologi dalam kasus ini mencapai Rp265,8 miliar.

Panut mendorong jaksa bisa memberikan tuntutan hukuman yang berperspektif keadilan ekologi. GJI mendorong para terdakwa dijerat dengan Pasal 40 ayat 1 Juncto Pasal 21 ayat 2 Undang – undang nomor 32 tahun 2024 tentang Koservasi Sumber Daya Alam Ekosistem dan Hayati dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar.

“Kita mendorong upaya penegakan hukum yang menggunakan perspektif keadilan ekologi. Hukuman yang diberikan harus berbanding lurus dengan dampak kerugian ekologi,” pungkasnya.

Sebelumnya, persidangan yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Kisaran Yanti Suryani berlangsung cukup lama, Senin (15/4/2025). Selain saksi dari Gakkum KLHK, jaksa juga menghadirkan saksi penjaga loket bus.

Persidangan pun ditunda hingga pekan depan. Majelis hakim meminta jaksa menghadirkan Yusuf, Rahmadani dan Alfi untuk dimintai keterangannya.

Informasi yang dihimpun, Yusuf dan Rahmadani tengah diproses hukum oleh Oditurat Militer. Sementara Alfi belum diketahui proses hukumnya. Beberapa waktu lalu, IDN Times mengonfirmasi Kapolres Asahan AKBP Afdhal ihwal proses hukum Alfi. Namun Afdhal tidak memberikan jawaban.

Kasus ini terungkap dalam operasi gabungan pada 11 November 2024 lalu. Dalam operasi ini, petugas menyita total 1,18 ton sisik tenggiling.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Prayugo Utomo
Arifin Al Alamudi
Prayugo Utomo
EditorPrayugo Utomo
Follow Us