Dugaan Korupsi Fiskal, Kejati Sumut Diminta Supervisi Kejari Binjai

Binjai, IDN Times - Penyelidikan dugaan korupsi dana insentif fiskal (DIF) anggaran 2024 senilai Rp 20,8 miliar, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai terkesan lamban atau jalan ditempat.
Sekitar 4 bulan, kasus ini masih saja dalam proses penyelidikan tanpa naik ke proses penyidikan. Padahal, beberapa pejabat daerah penerima aliran dana dan kontraktor serta koordinasi sudah dilakukan penyidik tindak pidana khusus (Pidsus).
Untuk itu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) diminta melakukan pengawasan dan supervisi kepada dalam penanganan kasus ini. "kita harapka adanya pengawasan dan supervisi dari Kejati Sumut," kata Praktisi Hukum Dr T. Riza Zarzani, S.H., M.H, Kamis (7/8/2025).
1. Supervisi sangat penting dilakukan jika bawahan tidak mampu bekerja baik

Ia mengatakan, supervisi dan evaluasi sangat penting dilakukan terhadap jajaran di bawah (Kejari Binjai). Jika dalam kasus tindak pidana korupsi, jajaran di bawah tidak mampu bekerja menyelesaikan dengam baik. "Ini mengingat semangat dan amanat jaksa agung agar aparat kejaksaan di daerah mampu mengikuti ritme penindakan kejagung yg sangat massiv dalam melakukan pemberamtasan korupsi," jelas dia.
Terlebih, dalam kasus dugaan korupsi DIF Binjai laporan awal yang dilakukan aktivis pengiat korupsi dari Badko HMI. Laporan masyarakat (Dumas) terlebih dahulu dilayangkan ke Kejati Sumut.
Mengenai apakah seharusnya kejari sudah bisa meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. Hal ini, menurutnya, tegantung dari apakah kejaksaan sudah menemukan alat bukti yang cukup dan mendudukkan pemenuhan unsur-unsur Pasal Tipikor.
"Kalau sudah terpenuhi, kejari dapat meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, disini kita sebagai masyarakat sangat berharap kejari bekerja lebih keras dan ceapt lagi dalam merampungkan proses penyelidikan," timpal dia.
2. Kejaksaan lembaga publik, kritikan harusnya dapat memecut kinerja

Kritik yang sifatnya membangun, dirinya mengaku, harusnya dapat memecut kinerja kejaksaan sebagai bagian dari bentuk partisipasi dan transparansi penegakan hukum. "Kalau ada kritik yang merusak juga, ya diabaikan saja, karena kejaksaan merupakan isntitusi atau lembaga publik," terang dia.
Untuk itulah, papar dia, perlunya pengawasan didalam tubuh kejaksaan itu sendiri. Sehingga tidak oknum yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan atau praktik kutipan dan main mata antara APH dengan Kepala SKPD.
"Kalau ada laporan dan bukti mengenai ini, kejaksaan harus menindak oknum tersebut. Sehingga kepercayaan publik semakin meningkat terhadap integritas lembaga Adyaksa," pinta dia.
Menyikapi dana hibah yang digelontorkan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Binjai ditengah penyelidikan DIF, dirinya memandang, jika hibah merupakan tindakan institusi negara, bukan pribadi. Untuk itulah, dirinya berharap, harusnya tidak dijadikan sebagai tukar guling atau kebijakan yang bersifat tramsaksional.
"Kejaksaan harus tetap profesional dla menjalankan tugas penegakan hukum. Jangan pula hal ini dapat mencoreng reputasi kejaksaan dimata publik (masyarakat). Jalankan tugas sesuai yang diagungkan Jaksa Agung dalam melakukan pemberantasan korupsi," tegas dia.
3. Ini dugaan aturan ditabrak dan wewenang yang tak sesuai ketentuan

Dalam penyelidikan dugaan korupsi yang tengah berjalan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai. Beberapa dugaan pelanggaran atau menabrak aturan dan penyalahgunaan wewenang sempat menguak. Hal ini terlihat dari kebijakan yang diambil oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), diketuai Sekdako dan beranggotakan Kepala Bapedda, BPKAD dan Inspektorat.
Kebijakan seolah sangat menyakitkan hati masyarakat dan dinilai dilakukan secara tertutup (tanpa perencanaan matang). Seperti tidak dilakukanya rapat di pansus DPRD yang semestinya dapat melakukan pengawasan.
Belum lagi pengakuan dari Kepala BPKAD Erwin Toga, yang mengaku jika anggaran DIF Rp 20,8 miliar. Hampir separuhnya dibayarkan hutanf atau lebih dari Rp 10 miliar bayar hutang proyek yang notabene menyakitkan hati. Dalam hal ini, hanya sekelompok orang tertentu saja yang dinilai mendapatkan keuntungan.
Padahal sesuai aturan atau merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sesuai Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005. Dinyatakan secara gamblang bahwa pembayaran hutang daerah tidak boleh melebihi 20% dari total pendapatan daerah.
Demikian juga dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.010/2012 tentang pengelolaan hutang pemerintah sesuai Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.010/2012. Jelas dinyatakan bahwa pembayaran hutang pemerintah tidak boleh melebihi 35% dari total pendapatan negara.
Akankah Kejaksaan Binjai, mampu menguak kasus dugaan korupsi dana insentif fiskal yang tengah diselidiki. Sebab, masyarakat menanti langkah pasti yang diambil kejaksaan. Mengingat, kejaksaan merupakan salah satu lembaga yang sangat dipercaya masyarakat dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.