Akuang, Perambah SM Karang Gading Divonis 10 Tahun Penjara

- Keduanya dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar
- Akuang harus membayar kerugian negara hingga Rp797 miliar
- Akuang didakwa merambah 105,952 hektare lahan hutan lindung
Medan, IDN Times – Kasus perambahan hutan lindung Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut (KG-LTL), Kabupaten Langkat berakhir di Pengadilan Negeri Medan. Majelis Hakim menghukum dua terdakwa; Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng dan Imran.
Akuang sendiri merupakan pemilik Koperasi Sinar Tani Makmur. Sementara Imran merupakan mantan Kepala Desa Tapak Kuda.
1. Kedua terdakwa dihukum 10 tahun penjara

Persidangan vonis keduanya digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Senin (11/8/2025). Majelis Hakim yang diketuai M Nazir menghukum keduanya dengan 10 tahun penjara.
Selain penjara, keduanya juga dihukum membayar denda masing-masing sebesar Rp1 miliar. Apabila denda tidak dibayar, maka harus diganti atau subsider dengan hukuman kurungan selama tiga bulan.
Hukuman ini lebih ringan Sebelumnya, jaksa menuntut Akuang dan Imran dengan hukuman 15 tahun penjara. Hakim menyatakan keduanya terbukti melanggar dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas vonis yang diputus majelis hakim, kedua terdakwa kompak menyatakan banding. Jaksa juga menyatakan banding pada vonis Akuang. Sementara untuk Imran, jaksa menyatakan pikir-pikir.
2. Akuang harus membayar kerugian negara hingga Rp797 miliar

Khusus untuk Akuang, hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti (UP) kerugian negara dan perekonomian negara yang timbul senilai Rp797,6 miliar.
"Dengan ketentuan apabila paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah) UP tidak dibayar, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut," tambah Nazir.
Jika Akuang tidak mampu membayarkannya, maka akan diganti dengan lima tahun penjara. Sementara Imran tak dibebankan membayar uang pengganti, karena dinilai tidak menikmati kerugian negara.
Penggantian ganti rugi ini berbeda dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya, Jaksa menuntu pembayaran uang pengganti sebesar Rp856,8 miliar.
3. Akuang didakwa merambah 105, 952 hektare lahan hutan lindung

Awal kasus ini mencuat, Akuang disebut merambah sekitar 210 hektare lahan SM Karang Gading. Namun belakangan negara menyita 105,952 hektare lahan yang masuk ke dalam kawasan lindung. Jika dikonversikan, luas itu setara dengan 98 lapangan bola berstandar FIFA.
Penelusuran IDN Times sebelumnya, ada 60 sertifikat yang terbit di atas lahan itu. Penyitaan dilakukan setelah terbitnya Surat Penetapan Pengadilan Negeri Medan No: 39/SIT/PID.SUS/TPK/2022/PN.MDN.
Dalam kasus ini, Akuang menggunakan Koperasi Serba Usaha (KSU) Sinar Tani Makmur untuk menguasai lahan. Sertifikat lahan yang terbit awalnya atas nama perorangan. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menjelaskan gambaran mulai dari jual beli lahan hingga penerbitan sertifikat. Akuang mulai membeli lahan yang dikuasainya pada rangkaian 2009 hingga 2012. Namun dalam akta jual beli, dia menggunakan nama-nama karyawannya.
Dalam rentang waktu itu satu per satu sertifikat terbit. Termasuk nama Akuang sendiri. Kejati Sumut mensinyalir ada keterlibatan perangkat desa dalam alih fungsi kawasan ini. Temuan Kejati Sumut menunjukkan, pada 2013, sertifikat yang masih menggunakan identitas orang lain dibaliknamakan oleh Akuang. Kini sebagian besar dari 60 sertifikat yang terbit sudah atas nama dirinya.
Deforestasi SM KG-LTL menyumbang angka dalam hilangnya 60 persen hutan mangrove Pantai Timur 30 tahun terakhir. Riset Pakar Kehutanan USU Onrizal menunjukkan kondisi SM KG-LTL pada 1989 memiliki mangrove 11.179,09 hektare. Dalam tiga dekade, bakau yang hilang mencapai 25 persen atau 2.871 hektare. Pada 2018, hutan mangrove yang tersisa tinggal 8.303,35 hektare.
“Hilangnya kawasan disebabkan perluasan perkebunan sawit serta tambak. Kondisi ini membuat nelayan kehilangan 40 persen pendapatannya,” ujar pakar kehutanan dari Universitas Sumatera Utara, Onrizal.
Musnahnya 100 hektare mangrove berakibat pada hilangnya lebih kurang 1,2 ton udang. Karena udang bergantung pada ekosistem mangrove yang sehat. Hasil riset lainnya menunjukkan dua per tiga biota laut menghuni hutan mangrove yang baik.
Sebelum ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa lewat SK Menhut Nomor 579/2014, Langkat Timur Laut dan Karang Gading adalah kawasan hutan dengan Zelfbestuur Besluit (ZB) atau surat keputusan masing - masing pada 1932 dan 1935 yang disahkan dengan Besluit (ketetapan) Seripadoeka Toean Besar Goeverneur dari Pesisir Timoer Poela Pertja. Luas hutan di Karang Gading adalah 6.425 hektare dan Langkat Timur Laut 9.520 hektare.
Kemudian dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 November 1980, kedua kawasan tersebut ditunjuk sebagai Suaka Alam Cq. Suaka Marga Satwa. Secara administratif, SM KG-LTL terletak di Kecamatan Hamparan Perak dan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang serta di Kecamatan Secanggang dan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat dengan total luas 15.765 hektare.