14 Pejuang Agraria di Dairi Masih Ditahan Polisi

Medan, IDN Times - Setelah 48 jam mendekam di Polres Dairi, sebanyak 19 dari 33 warga Parbuluan VI, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, akhirnya menghirup udara bebas pada Jumat (14/11/2025) pagi sekitar pukul 07.00 WIB.
Mereka sebelumnya ditangkap saat menggelar aksi mendesak polisi membebaskan Pangihutan Sijabat—Ketua Pejuang Tani Bersama Alam (PETABAL) yang ditangkap ketika mengantar anaknya sekolah pada 12 November 2025. Sampai saat ini, masih ada 14 orang yang ditahan dan dijadikan tersangka.
1. 19 Warga dibebaskan karena tak cukup bukti

Polres Dairi melepas 19 warga, terdiri dari 1 perempuan dan 18 laki-laki, termasuk 2 staf Yayasan Petrasa yang ikut diamankan saat mendampingi massa. Para warga mengaku lega sekaligus bersyukur. Kondisi mereka rata-rata sehat setelah proses pendampingan marathon dari kuasa hukum BAKUMSU sejak 12 November sore hingga hari pembebasan.
Namun kebahagiaan itu belum sepenuhnya lengkap. Para warga berharap keluarga mereka yang masih ditahan—termasuk Pangihutan Sijabat yang kini berada di Polda Sumut—bisa segera pulang.
2. Penyelesaian kasus harusnya mengarah ke restorative justice

Dari 14 warga yang masih ditahan, 8 orang ditetapkan sebagai tersangka terkait aksi unjuk rasa 12 November. Yang membuat keadaan semakin mengkhawatirkan, tiga dari tersangka adalah perempuan—termasuk dua lansia, Risma Situmorang (65) dan Rusmala Silaban (58), serta seorang penyandang disabilitas, Sediana Br. Napitupulu (28).
Lima laki-laki lainnya yang jadi tersangka adalah Horlen Munthe (57), Hasiolan Naibaho (21), Arihon Sitohang (20), Eben Sinaga (29), dan Printo Sitorus (19). Selain itu, 6 orang lain ditetapkan tersangka dalam perkara terpisah.
Kuasa Hukum warga Parbuluan VI dari Hendra Sinurat, menegaskan bahwa perjuangan mereka terkait hak konstitusional atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ia berharap penyelesaian kasus bisa mengarah ke restorative justice.
“Harapannya terhadap kasus unjuk rasa di Polres Dairi dapat diselesaikan dengan cara Restorative Justice mengingat para tersangka merupakan tulang punggung keluarga, perempuan, lansia dan ada yang penyandang disabilitas,” kata Hendra.
3. Warga memerjuangkan ruang hidup yang terancam aktivitas PT GRUTI

Usai dibebaskan, para warga langsung menuju Kantor Yayasan Petrasa untuk beristirahat dan mengikuti ibadah syukur bersama rohaniawan.
Perjuangan warga Parbuluan VI bukan sekadar soal tanah—tetapi soal ruang hidup yang menurut mereka rusak akibat aktivitas PT Gunung Raya Utama Timber Industries (GRUTI). Sumber mata air di desa disebut hilang, dan sejak awal 2025 masyarakat mengalami kekeringan panjang saat musim kemarau.
Direktur Yayasan Petrasa, Lidia Naibaho, mengaku lega namun masih dirundung kecemasan. "Lega karena 19 warga telah dibebaskan, dan sedih masih ada warga yang ditahan," katanya.
Lidia menegaskan bahwa pihaknya bersama jaringan organisasi tetap akan mengawal warga hingga semua yang ditahan bisa kembali ke rumahnya.
















