Jalan Panjang Pertamina di Bisnis Aviasi, dari Avtur hingga BioAvtur

Ingin terbangkan pesawat pakai Minyak Kelapa Sawit

Pertamina sudah berdiri sejak 10 Desember 1957. Jalan Panjang dan berliku sudah dilalui Pertamina dan terus berkontribusi untuk negeri. Berbagai lini bisnis dimiliki oleh perusahaan yang kini berbama lengkap PT Pertamina (Persero).

Salah satu lini bisnis pertamina yang jarang disinggung adalah lini bisnis Aviasi atau layanan bisnis bahan bakar penerbangan.

Orang Indonesia saat ini bisa menjelalah ke pelosok negeri hingga keluar negeri menggunakan pesawat terbang. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa bagan bakar pesawat tersebut (avtur) disuplai oleh Pertamina.

Terkini, Pertamina tengah mengembangkan BioAvtur atau bahan bakar pesawat terbang berbasis kelapa sawit untuk mendukung langkah pemerintah dalam transisi energi khususnya dengan mengembangkan berbagai macam proyek energi rendah karbon.

Yuk simak perjalanan Pertamina di lini bisnis aviasi: 

Jalan Panjang Pertamina di Bisnis Aviasi, dari Avtur hingga BioAvturLayanan pengisian bahan bakar Avtur oleh Pertamina di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumut, Awal November 2022. Kini Pertamina tengah mengembangkan BioAvtur J2.4 atau bahan bakar pesawat terbang berbasis kelapa sawit. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Pertamina adalah sebuah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company) yang didirikan pada 10 Desember 1957.

Pertamina merupakan hasil dari gabungan dari Pertamin dengan Permina yang didirikan pada tahun 1968 serta bergulirnya UU No. 8 tahun 1971, yang akhirnya disebut Pertamina.

Sebutan ini tetap digunakan setelah Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan UU RI No. 22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang minyak dan gas bumi.
Sektor hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas dan energi panas bumi, sementara kegitan hilir mencakup pengolahan, pemasaran, perdagangan, dan pengiriman.

Di sektor industri penerbangan, Pertamina bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberlangsungan bisnis penerbangan. Salah satunya adalah melalui pasokan bahan bakar pesawat bermesin turbin atau biasa dikenal Avtur. Selain menyediakan bahan bakar Avtur yang berkualitas, Pertamina juga memiliki standar dalam pelayanan Avtur. Standar pelayanan Avtur Pertamina mengacu pada IATA (International Air Transport Association), yakni Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional.

Produk Avtur Pertamina juga telah comply dengan Defence Standard 91-091 Latest Edition. Selain itu, spesifikasi Avtur Pertamina juga sesuai dengan SK Dirjen Migas tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Avtur yang Dipasarkan di Dalam Negeri edisi terakhir. Bahkan, dalam setiap tahapan pengelolaannya, seperti distribusi avtur mulai dari kilang sampai dengan ke engine pesawat telah sesuai dengan standar manual international Joint Inspection Group (JIG) dan Energy Institute (EI).

Untuk ketersediaan Avtur dalam sektor industri penerbangan lokal, Pertamina menjamin pasokan dalam negeri yang sangat melimpah. Hingga saat ini, Pertamina memiliki jaringan yang luas di seluruh daerah dan pelosok di Indonesia, dengan lebih dari 120 lokasi Depot, Terminal Transit dan Instalasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan didukung oleh dan tujuh kilang milik Pertamina maupun sumber dari luar negeri serta sarana dan prasarana angkutan BBM yang lengkap, distribusi untuk setiap pelosok dalam negeri pun akan terpenuhi.

Pertamina selalu menjamin dan memastikan kualitas produk Avtur terbaik. Aspirasi Pertamina adalah untuk meningkatkan dan memperkuat pertumbuhan pemasaran B2B baik di dalam maupun luar negeri.

Kini Pertamina telah memasarkan avtur untuk perusahaan penerbangan di bandara dalam negeri dan luar negeri. Untuk bandara di luar negeri, Pertamina menjalin kerja sama dengan mitra setempat melalui skema kerja sama Conco Delco (Contracting Company Delivery Company).

Di dalam negeri, Pertamina melayani kebutuhan bahan bakar di 63 bandara melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang tersebar dalam Marketing Operation Region (MOR) 1 hingga MOR 8.

Jalan Panjang Pertamina di Bisnis Aviasi, dari Avtur hingga BioAvturLayanan pengisian bahan bakar Avtur oleh Pertamina (Dok. Pertamina)

Pada tahun 2020, VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman pernah bercerita jaringan bisnis Pertamina di bidang pengisian bahan bakar pesawat atau Avtur, telah merambah negara-negara Eropa, Australia, Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Tengah dengan konsumen yang beragam mulai dari pesawat umum, pesawat Kepresidenan, VVIP, pesawat charter, dan juga pesawat delivery. 

“Semua prestasi yang ditoreh Pertamina ini merupakan bukti komitmen Pertamina sebagai perusahaan pembawa bendera negara ke kancah internasional yang siap menghadapi tantangan industri energi global,” ungkapnya.

Namun PT Pertamina (Persero) tak pernah mau berpuas diri. Pertamina terus mendukung langkah pemerintah dalam transisi energi khususnya dengan mengembangkan berbagai macam proyek energi rendah karbon. Nah salah satunya adalah, Pertamina mengembangkan BioAvtur atau bahan bakar pesawat terbang berbasis kelapa sawit.

Dalam bahan paparan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati pada 8 Agustus 2022 lalu, terselip informasi bahwa saat ini Pertamina menginisiasi beberapa proyek energi rendah karbon sebagai bagian dari komitmen perusahaan dalam pengurangan produksi emisi.

Adapun salah satu inisiasi proyek rendah karbon itu adalah Sustainable Aviation Fuel. Melalui proyek ini Pertamina mengembangkan BioAvtur J2.4 atau bahan bakar pesawat terbang berbasis kelapa sawit di Kilang Cilacap.

"Terbukti memberikan kinerja yang setara dengan bahan bakar turbin penerbangan (avtur) berbasis fosil tetapi dengan emisi karbon yang lebih rendah," terang Nicke dalam bahan Paparannya, pada Senin (8/8/2022).

Selain itu, Kilang Cilacap juga telah memproduksi BioAvtur dari RBDPO dengan kapasitas 8.000 barel per hari dan Kilang Plaju sedang dalam proses untuk memproduksi BioAvtur dari CPO dengan perkiraan kapasitas mencapai 20.000 barel per hari.

Sejatinya, Indonesia sudah berhasil melakukan uji terbang pesawat CN235-220 FTB milik PT Dirgantara Indonesia dengan menggunakan avtur yang dicampur dengan minyak inti sawit (bioavtur) sebesar 2,4 persen pada Oktober 2021 lalu.

Bioavtur ini merupakan produksi avtur dari minyak inti sawit refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPKO) dengan menggunakan katalis "merah putih" buatan ITB dicampur dengan kerosene (co-processing) di Kilang Cilacap Pertamina.

Hasil pencampuran 2,4 persen bioavtur ini dinamakan Jet Avtur 2,4 (J2.4). Khusus J2.4 artinya, campuran RBDPKO di kilang co-processing ini mencapai 2,4 persen.

Selain BioAvtur, dalam inisiasi beberapa proyek energi rendah karbon diantaranya Pertamina mengembangkan Solar Energy di Beberapa wilayah operasi untuk memenuhi kebutuhan energi. Contoh di Rokan sudah groundbreaking 25 Mega Watt (MW). Kemudian yang sudah beroperasi ada di Dumai 2 MW, Cilacap 1,34 MW serta 143 SPBU masing-masing berkapasitas 1 MW.

Adapun proyek lainnya adalah, PNRE dan PRPP telah menandatangani Head of Agreement (HoA) untuk memasok kebutuhan energi GRR Tuban (listrik, uap dan air) dari pembangkit listrik LNG dengan kapasitas 570 MW

Lalu, PLTGU Jawa-1 berkapasitas 1.760 MW berhasil melakukan kebakaran pertama pada Februari 2022. dan Selanjutnya, Pertamina luncurkan produk green energy sebagai Generator Set (Genset) untuk Electric Vehicle (EV) di Formula E Jakarta E-Prix 2022.

Jalan Panjang Pertamina di Bisnis Aviasi, dari Avtur hingga BioAvturLayanan pengisian bahan bakar Avtur oleh Pertamina di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumut, Akhir Oktober 2022. Kini Pertamina tengah mengembangkan BioAvtur J2.4 atau bahan bakar pesawat terbang berbasis kelapa sawit. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Tak hanya sampai di situ. PT Pertamina juga mengembangkan dan berinvestasi pada sejumlah inisiatif bisnis hijau untuk mendukung Indonesia mencapai emisi nol bersih (Net Zero Emission) pada 2060, antara lain terkait bahan bakar nabati, energi terbarukan, penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, baterai dan kendaraan listrik, hidrogen, serta bisnis karbon. 

"Pertamina berkomitmen mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, strategi bisnis kami terdiri dari dua pilar, yakni dekarbonisasi bisnis inti dan pembangunan bisnis hijau," kata CEO Pertamina Power Indonesia Dannif Danusaputro dalam Indonesia Pavilion COP 27 yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Minggu (9/11/2022).

Dannif mengatakan Pertamina telah berkomitmen mengalokasikan 14 persen dari proyeksi belanja modal 2022-2060 70-80 miliar dolar AS untuk pengembangan energi bersih, baru, dan terbarukan. Komitmen tersebut sejalan dengan upaya untuk menggunakan sumber daya domestik untuk memasok energi domestik menuju pembangunan hijau dan dekarbonisasi.

Pertamina membangun rantai pasokan minyak gas yang terintegrasi untuk memasok kebutuhan domestik dan secara aktif membangun portofolio energi baru dan terbarukan (EBT) dengan menggunakan sumber daya dalam negeri. 

Pertamina akan mengembangkan bauran energi yang lebih hijau dengan mengurangi pangsa produk olahan dan LPG dari 81 persen menjadi 61 persen, meningkatkan pangsa gas dari tiga persen menjadi 19 persen, dan meningkatkan porsi EBT dari satu persen menjadi 17 persen.

Dannif mengatakan pengembangan bisnis hijau dan teknologi bersih untuk mendukung transisi energi membutuhkan investasi yang besar, sehingga Pertamina menggandeng mitra nasional dan global untuk menjajaki kemitraan dalam program dekarbonisasi, bisnis hijau dan mempercepat pertumbuhan EBT untuk mencapai emisi nol bersih. Pihak perbankan juga dapat berinvestasi pada inisiatif bisnis hijau tersebut.

"Keterjangkauan transisi energi bersih akan tergantung pada pengurangan biaya dan peningkatan ketersediaan modal," ujarnya.

Untuk mendukung transisi energi di Indonesia, Pertamina juga melakukan optimalisasi potensi dan peningkatan kapasitas terpasang energi baru terbarukan di mana Pertamina telah mempelopori pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia dengan produksi green dan blue hydrogen sebanyak 3 juta ton per tahun pada 2060 sekaligus total kapasitas terpasang EBT sebanyak 60 GW pada 2060.

Pertamina juga akan melakukan komersialisasi hidrogen hijau dan biru dan mengambil peran strategis dalam ekosistem terintegrasi baterai dan penyimpanan energi Indonesia melalui pengembangan industri kendaraan listrik bertenaga baterai dengan bekerja sama dengan beberapa perusahaan milik negara.

Selain itu, Pertamina melakukan upaya peningkatan kapasitas kilang untuk menghasilkan bahan bakar hijau. Melalui beberapa proses di kilang hijau, Pertamina menghasilkan bahan bakar yang berkualitas tinggi dan lebih ramah lingkungan yang berasal dari minyak sawit, yaitu biodiesel, green diesel, green avtur dan green gasoline yang sedang dikembangkan.

Saat ini Pertamina juga berhasil meraih score ESG di level medium risk dengan nilai 22.1. Hal ini menunjukkan komitmen Pertamina dalam implementasi bisnis yang ramah lingkungan dan taat pada tata kelola perusahaan yang baik.

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya