Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ketika Ada Masalah, Diam Menjadi Pilihan Bagi Laki-laki untuk Tenang

ilustrasi laki-laki bekerja(freepik.com/freepik)
ilustrasi laki-laki bekerja(freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Laki-laki sulit bercerita tentang masalah yang dihadapinya, lebih memilih untuk diam dan menyelesaikannya sendiri.
  • Kalimat yang menganggap sepele masalah atau merendahkan menjadi kalimat yang sakit hati.
  • Istri menjadi tempat saat ada masalah, laki-laki akan mencurahkan segala isi hatinya dan mencari solusi bersama.

Medan, IDN Times - Fenomena di media sosial tentang laki-laki tidak bercerita, dan "hidup suba kadung gagal" (Hidup sudah telanjur gagal) sedang ramai menjadi sorotan. Hal ini menjadi gambaran, bahwa laki-laki masih menghadapi maskulinitas toksik.

Seolah pantang untuk mengekspresikan emosional (sedih, nangis, dan lainnya), dan wajib menjadi tulang punggung. Belum lagi laki-laki yang telah berkeluarga terkena dad shaming atau selalu dikritik dalam pola asuh anak dari keluarga, istri, atau teman. Contoh dad shaming: cara menggendong yang dianggap salah, cara mengajak anak berbicara, dan lainnya. Atau contoh lainnya: ayah wajib mencari nafkah untuk anak dan istri. Kalau penghasilannya besar, anak dan istrinya pasti bahagia. Problema seperti ini semakin menyulitkan laki-laki untuk berekspresi, serba salah, dihakimi. Terus kalau mereka depresi, harus lari ke mana?

IDN Times berkesempatan mewawancarai sejumlah laki-laki di Kota Medan dengan beragam profesi untuk menanyakan perasaan diri mereka sebagai laki-laki maskulin.

1. Bagi laki-laki tidak mudah untuk bercerita tentang masalah yang dihadapinya

IMG_20250619_215347.jpg
Nofri Affandi salah satu jurnalis di Kota Meda (Dok. Pribadi for IDN Times)

Nofri Affandi, pria berusia 27 tahun ini mengakui tidak mudah untuk menceritakan sesuatu masalah yang dirasakannya ke oranglain. Apalagi, dia mengakui jarang mendapatkan masalah. Sehingga, kini tidak ada kalimat yang membuatnya merasa sakit hati oleh oranglain.

"Kalaupun aku harus cerita ke orang lain biasanya ya respon atau perkataan mereka standar, hanya ngasih semangatlah motivasi, atau saran atau kata sabar dan kata-kata positif. Sejauh ini gak ada yang bikin aku tersinggung atau sakit hati,' ucapnya pada IDN Times.

Dan jika merasa kelelahan Nofri cukup ingin dibiarkan saja, atau diberi ruang untuk sendiri sambil membaca buku, menonton Netflix, dan bermain hp.

"Itu kalau aku di rumah di lingkungan keluarga, tapi kalau ke pasangan paling ya aku cuma minta sekedar nunjukin aja kalau dia perhatian ke aku. Misalnya kayak lebih kasih semangat dan minta istirahat gak yang gimana-gimana," jelas Nofri.

Jikapun harus cerita, baginya, hanya sosok ibu yang menjadi pilihan tepat untuk meluapkan segala cerita dan sekaligus memberikan solusi dengan ketulusan hati.

"Karena menurut aku, ibu itu kan orang yang paling tulus. Mungkin, kalau kita cerita ke teman-teman atau abang atau kakak misalnya mungkin mereka hanya kasih jawaban yang menunjukan rasa simpati saja. Tapi kalau ibu ini kan tulus, jadi kalau kasih saran itu tulus dari hati. Bagaimana orangtua ke anak. Karena orang yang paling tulus menurut aku ya gak cuma sekedar formalitas menunjukan rasa simpatinya kepada kita ketika kita lagi punya masalah," ucapnya.

Nofri termasuk salah satu tipe lelaki yang memiliki masalah tidak ingin melibatkan oranglain dan memilih untuk menyelesaikannya sendiri saja.

"Dan aku merasa lebih nyaman ketika orang gak tahu aku itu lagi punya masalah. Makanya, aku lebih milih untuk diam atau pikir sendiri aja," tambah Nofri.

Meskipun, jarang menceritakan permasalahannya ke orang lain. Tapi menurutnya, jika memang ada momen yang harus ditumpahkan dalam permasalahan itu ke orang lain pasti ada perasaan lega.

"Dan lebih merasa ringan aja sih, walaupun mereka gak banyak membantu misalnya atau hanya sekedar mengungkapkan rasa semangat atau motivasi tapi menurut aku untuk permasalahan yang cukup berat yang membuat aku harus cerita ke orang lain itu cukup membantu. Lebih meringankan aja sih, dan untuk memvalidasi alasan ku atau pandangan ku tentang masalah yang aku hadapi," katanya.

Lelaki berprofesi jurnalis ini juga merasa bahwa, dirinya selalu mengedepankan perasaan oranglain dibanding diri sendiri.

"Nah, ini salah satu sifat aku yang aku sadari yaitu aku lebih memilih menjaga perasaan orang daripada perasaan aku sendiri jadi kalau ada mungkin di suatu momen membuat aku gak nyaman dengan perkataan seseorang, misalnya dengan yang menurut aku gak suka itu yang dia buat tapi untuk menjaga suasana aku menjaga perasaan oranglain tersebut untuk lebih memilih tidak menyampaikannya yaudah biasa saja. Pada momen itu aku tahan diri dan lupain aja. Aku gak mau orang merasa bahwa apa yang dilakukannnya tapi itu membuat aku sakit hati atau membuat aku gak suka sehingga dia merasa gak enak sama ku," tuturnya.

Bentuk dukungan atau apresiasi juga baginya bukan hal yang harus dituntut kepada orang disekitarannya. Sebab, apresiasi itu hanya sekedar dan tidak harus menjadi kebiasaan yang berlebihan didalam keluarganya.

"Paling kalau dapat penghargaan atau prestasi cuma dikasih selamat atau menunjukkan rasa bahagia bersama aja reward yang aku dapat dari keluarga, dan aku gak menuntut itu juga, malah aku gak suka yang berlebihan ya biasa-biasa aja nothing special. Kalaupun ada biasa ucapin rasa syukur aja, Alhamdulillah udah kasih ucapan selamat," jelas Nofri.

Dalam keluarga, sejak kecil, Nofri diberi kepercayaan sendiri untuk melakukan hal yang dia asal berbau hal positif. Namun diam akan diterapkannya kalau sudah disudutkan.

"Nah, kalau untuk disudutkan aku lebih kepada bertahan dengan pendapatku jadi biasanya aku tetap kasih penjelasan yang menurut aku paling masuk akal sampai mereka akhirnya setuju dengan aku walaupun gak selalu setuju. Biasanya kalau lagi didebat biasalah paling ada momen yang mereka tetap pengen pendiriannya,aku juga pendirianku tapi gak berantam atau gimana-gimana sih," katanya.

"Kalau aku disudutkan aku tetap bertahan aja. Paling ntar aku diam aja sendiri. Yang penting aku menyampaikan apa yang cocok masuk akal. Terserah mereka mau ngomong apa dan kalaupun memang yang disampaikan mereka masuk akal dan ketika menyudutkan aku ya aku terima. Jadi ya gak gimana,-gimana sih," tambahnya.

2. Kalimat yang menganggap sepele masalah atau merendahkan menjadi kalimat yang menyakiti hati sejumlah laki-laki

ilustrasi laki-laki sedang menatap jendela (pexels.com/Luis  Ruiz)
ilustrasi laki-laki sedang menatap jendela (pexels.com/Luis Ruiz)

Hal yang senada juga diakui oleh Berry Sanjay sebagai jurnalis. Dia mengatakan tidak mudah untuk bercerita jika ada masalah.

Salah satu kalimat yang membuat dirinya sakit hati ketika lagi punya masalah adalah, kalimat-kalimat yang menganggap sepele masalah orang ataupun kalimat yang merendahkan disebabkan lawan bicara juga emosi.

Sedangkan untuk menenangkan hati saat rasa lelah datang, Berry berharap ada kalimat yang memintanya untuk beristirahat atau memanjakannya.

"Contohnya, istirahat dulu kalau ada buah yang disukai seperti dikupasin mangga," ucap pria berusia 24 tahun ini.

Namun, dirinya lebih suka memendam atau tidak bercerita kepada siapapun jika memiliki masalah karena baginya tidak semua masalah perlu diketahui oranglain.

"Tergantung (cerita kesiapa), tapi lebih suka dipendam karena gak semua masalah itu perlu diketahui orang lain, karena bisa jadi ketika disampaikan malah menimbulkan masalah baru kepada lawan bicara. Tapi, terkadang ke pacar karena memang sebagai pasangan dan kadang juga ke mama," katanya.

Menurut Berry, memilih memendam sendiri dan gak cerita ke siapa-siapa menjadi pilihannya. Sebab, gak semua orang harus tahu apa yang dirasakannya.

"Terkadang iya, terkadang tidak juga," jawabnya saat ditanya merasa lega jika berbicara kepada seseorang tentang masalahnya.

Menghibur atau memberikan waktu ruang untuk menyendiri menjadi jawaban bagi Berry, ketika sedih atau sedang menghadapi masalah.

Tidak selalu mendapat dukungan bagi Berry dari orang-orang terdekatnya, jika setiap mengambil keputusan. "Kalau mereka mendukung pastinya akan memberikan pandangan lain juga, agar bisa mempertimbangkan keputusan yang akan diambil," jelasnya.

Berry menambahkan bahwa, ada reaksi ketika disudutkan keluarga atau teman bahkan pasangannya.

"Tentu gak nyaman jika terus-terusan disudutkan, dan akan menyampaikan apa yang dirasakan, mengingat pasti ada alasan terkait penyebab apa sehingga disudutkan," pungkasnya.

3. Istri menjadi tempat saat ada masalah

IMG_20250619_220233.jpg
Ahmad Hakiki sebagai ASN, Dosen, dan Aktivis Sosial (Dok. Pribadi for IDN Times)

Sementara itu, Ahmad Hakiki berprofesi ASN, Dosen, dan Aktivis Sosial ini mengatakan kebanyakan laki-laki terkhusus baginya merasa sakit hati saat orang lain merendahkan dirinya.

"Tergantung situasi, tapi umumnya saya bisa sakit hati saat orang lain menyepelekan masalah kita, ia memberikan respon dan sikapnya menyepelekan. Kadang, ada juga yang makin menambah masalah, misalnya kita lagi ada masalah finansial, tiba-tiba dia mau minjam uang, kita memohon maaf karena tidak bisa membantu, tiba-tiba responnya menusuk hati. "Pelit kalipun, banyaknya duitmu". atau Gak bisa lagi kau bantu aku ya mentang-mentang kerja di tempat yang bagus," ucapnya.

Sedangkan kalimat yang ingin didengarkan adalah kalimat yang mengarah pada ketenangan, dan kenyamanan. Sebab, biasanya capek atau kelelahan itu sifatnya sementara.

"Bisa jadi kalimat yang menyejukkan itu seperti "Istirahat saja dulu." atau "Aku buatkan minuman hangat ya", atau "Mau aku pijat"," tutur Ahmad.

Menurut Ahmad, istri menjadi tempat dan orang pertama untuk mencurahkan segala isi hatinya. Apalagi, sang istri memiliki pengalaman pada hal-hal yang sifatnya psikis. Jadi, akan lebih tenang jika bercerita dan mendapat solusi yang dilontarkan. Sebaliknya, jika bermasalah dengan istri, maka Ahmad akui akan berbicara pada dirinya sendiri.

"Mungkin karena pengalaman saya ya, banyak berhubungan dengan orang dan bisa menyelesaikan permasalahan orang lain. Tetapi, itupun kalau bermasalah dengan istri saya. Jika bermasalah dengan orang lain, saya pasti cerita ke istri," jelasnya.

Sehingga, hal ini akan dirasakannya lebih lega dan masalah terselesaikan. Sebab, menurutnya berbicara dengan orang lain itu adalah jalan untuk mencari alternatif solusi.

Ahmad menilai, komunikasi menjadi kunci untuk merasa tenang ketika ada permasalahan. Dan sang istri selalu melakukan hal tersebut dengan cepat meresponnya.

Dukungan yang didapat Ahmad dari keluarga saat mendapatkan prestasi cukup beragam, sesuai dengan tujuan yang telah dicapai. Misalnya baru gajian, tentu apresiasinya macam-macam sampai harmonisasi makin erat. Tetapi yang paling penting baginya adalah ucapan "Selamat, Terima kasih, dan Bagus".

Sama seperti lelaki lain, Ahmad juga pernah mendapatkan Omelan yang beragam baik itu dari istri hingga bos kerjanya dengan beragam persoalan.

"Kalau sama istri diomelin karena gegabah sehingga badan sakit, atau kalau lagi kendala finansial, disuruh lebih giat bekerjanya atau saat istri lagi ribet dengan anak-anak, akunya malah sibuk dengan yang lain. Kalau sama bos, ya biasa, terkait pekerjaan. Ada saja hal-hal yang membuat mereka gak puas padahal kita sudah berikan yang terbaik. Omelan dari bos ya biasa "Jangan ulangi lagi", "Kalau gak bisa kerja jangan di sini"," jelasnya.

Secara otomatis, semua keputusan wajib dari Ahmad sebagai pemimpin keluarga yang dibuat dari proses komunikasi dengan orang-orang terdekat, bukan hanya sendiri. Tidak hanya pada keluarga, tapi dengan teman, dan rekan kerja juga dilakukannya.

Untuk mendapatkan dukungan saat mengambil keputusan, Ahmad melakukan riset dan hal ini menjadi yang paling penting.

"Kemudian output komunikasi yang membuat enak yang mendengar, agar lebih meyakinkan lagi, kubuat dengan persentasi yang menarik," terangnya.

Saat ditanya apa reaksinya ketika disudutkan keluarga atau pasangan atau teman, dia menjawab akan memendam terlebih dahulu perasaannya dan kemudian membaca situasi ya.

"Kalau hanya penyudutan yang kecil, masih bisa aku maklumi dengan melupakannya dan menginstopeksi diri siapa yang salah dan siapa yang benar. Tetapi kalau hal besar, apalagi sampai fitnah, tentu aku punya sikap yang tegas. Tetapi tetap sekuat tenaga meresponsnya dengan profesional, tidak gegabah apalagi sampai emosi," pungkasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us