Waspada, Hoaks Bisa Jadi Senjata Konflik dan Menimbulkan Permusuhan

Mayoritas penyebar hoaks adalah ibu-ibu rumah tangga

HUMBAHAS, IDN Times - Rangkaian Webinar Literasi Digital di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara kembali bergulir dengan tajuk “Berdakwah Indah di Ruang Digital”.

Pada webinar yang menyasar target segmen jajaran Kemenag, dihadiri oleh sekitar 673 peserta daring.

Hadir dan memberikan materinya secara virtual, para narasumber yang berkompeten dalam bidangnya, Nandang Koswara, Dosen Program Doktor & Pendakwah, Anwar Sadat Dosen dan Cyber Security Officer IT PHKT, John Anwar Tumanggor, ASN Kasi Haji Kemenag Humbang Hasundutan, dan Elfan Syahputra, Staff Bidang Pendidikan Madrasah Kemenag Provinsi Sumatera Utara.

Yuk simak pembahasan mereka:

1. Mayoritas penyebar hoaks adalah ibu-ibu rumah tangga

Waspada, Hoaks Bisa Jadi Senjata Konflik dan Menimbulkan PermusuhanIlustrasi hoaks (IDN Times/Sukma Shakti)

Elfan Syahputra menuturkan hoax meningkat apabila ada khusus yang berhubungan dengan agama digital skill kita itu baru sadar kalau hoax itu banyak sekali dan nggak hanya online dan offline.

“Hoaks menjadi senjata konflik yang penuh permusuhan, dia digunakan untuk mengelabui, banyak yang berupa SARA. Tidak heran kalau mayoritas penyebar hoaks adalah ibu-ibu rumah tangga. Ponselnya pintar, tetapi orangnya belum," ujarnya.

2. Di era digital, diskriminasi dan radikalisme memang banyak isunya

Waspada, Hoaks Bisa Jadi Senjata Konflik dan Menimbulkan Permusuhanunsplash

John Anwar Tumanggor menjelaskan etika digital perlu dilakukan karena pengguna media sosial berasal dari berbagai negara, bahasa, budaya dan adat istiadat dan agama yang berbeda-beda.

Pengguna media sosial merupakan orang-orang yang hidup dalam dunia anonymouse, yang tidak mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi.

“Tanpa adanya penggunaan etika pada saat menggunakan media digital, ini akan menjadikan masalah tersendiri. Begitu pula dalam komunikasi digital. Perselisihan, permusuhan dan sikap intoleran bisa saja timbul hanya karena seseorang melupakan etika,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan di era digital, diskriminasi dan radikalisme memang banyak isunya. Kuncinya bagi kita adalah ketika memanfaatkan media digital ini kita jangan menyebarkan paham radikal.

“Kita sebagai pengguna media digital harus memiliki basic pengetahuan yang kuat,” jelasnya.

3. Media sosial saat ini seperti dua sisi ada positifnya dan negatifnya

Waspada, Hoaks Bisa Jadi Senjata Konflik dan Menimbulkan PermusuhanIlustrasi hoaks. IDN Times/Sukma Shakti

Nandang Koswara memaparkan ruang digital dan budaya akhlak yang pertama adalah usaha sadar untuk menyiapkan  agar memiliki kemampuan memahami ajaran Islam (knowing), terampil menjalankan ajaran Islam (doing), dan bersedia menjadikan ajaran Islam sebagai pola kehidupan sehari-hari (being).

Anwar Sadat, mengatakan dalam mendistribusikan konten perlu diperhatikan Apakah konten yang disampaikan penting? Apakah konten yang disampaikan informatif? Apakah konten  yang disampaikan mengandung kebaikan? Apakah konten  yang disampaikan memberikan inspirasi? dan Apakah konten yang disampaikan realitas?

Kamaratih selaku Key Opinion Leader menyampaikan media sosial saat ini seperti dua sisi ada positifnya dan ada negatifnya, kalau berbicara mengenai dakwah kita bisa menjadi produsen konten, seperti konten ilmu pengetahuan hingga ilmu agama.

Baca Juga: Daftar Tempat Belanja Terlengkap di Binjai, Ada Mal Juga!

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya