Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pendidikan Multikultural Jadi Jembatan Hidup Berdampingan

Pexels/Fauxels

MEDAN, IDN Times - Rangkaian Webinar Literasi Digital di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara kembali bergulir dengan tajuk “Bangun Masyarakat Digital Berbudaya Indonesia”.

Narasumber yang hadir yakni Deden Mauli Darajat, M.Sc, Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Komunikasi dan Media (P2KM) UIN Jakarta, Ali Mansur, M.A, Akademisi Politik Hukum dan Filsafat Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Ratih Baiduri, M.Si, Sekretaris Prodi S2 Antropologi Sosial Pascasarjana UNIMED, dan Drs. Gustanto, M.Hum, Dosen dan Kepala Lab. Bahasa dan Multimedia FIB USU.

Deden Mauli Darajat menyampaikan literasi digital merupakan kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks, seperti akademik, karir, dan kehidupan sehari-hari.

1. Masyarakat multikultural menghargai berbagai keberagaman

Dok.Pribadi
Dok.Pribadi

Ali Mansur mengatakan sarana aktif untuk pemecahan konflik. Penguatan akar budaya. Tuntutan di era global (Millenial), demokrasi HAM, keadilan & hukum,  nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan, perbedaan yang  sederajat, etnisitas dan sebagainya.

“Landasan pengembangan kurikulum. Menuju masyarakat multikultural menghargai berbagai keragaman, perbedaan dan pengembangan terhadap budaya sendiri,” ujarnya.

2. Pendidik, aktivis dan yang lain harus mengambil peranan lebih aktif

Ilmu Dasar

Ratih Baiduri menjelaskan pendidikan harus berpusat pada siswa dengan mendengarkan aspirasi dan pengalaman mereka. Pendidik, aktivis dan yang lain harus mengambil peranan lebih aktif dalam mengkaji ulang semua praktek pendidikan, termasuk teori  belajar, pendekatan mengajar, evaluasi, materi pendidikan dan sebagainya.

Pendidikan multikultural merupakan jembatan dalam mencapai kehidupan bersama dari umat manusia dari berbagai budaya di era global yang penuh tantangan baru.

“Pertemuan antar budaya bisa berpotensi memberi  manfaat tetapi sekaligus menimbulkan salah paham,” ungkapnya.

3. Buat situs sejarah kearifan lokal menjadi objek untuk edukasi yang atraktif

Ilustrasi keberagaman (Pixabay/Alexas_Fotos)

Gustanto  menuturkan jangan biarkan kearifan lokal dan situs–situs sejarah tentang kearifan lokal sebagai benda mati yang bisu. Buat situs sejarah kearifan lokal menjadi objek untuk edukasi  yang atraktif. Karena itu perlu diciptakan media baru bagi pembelajaran tentang nilai-nilai kearifan lokal.

Della Dwi Oktarina selaku Key Opinion Leader menyampaikan kita harus dikenal sebagai masyarakat Indonesia yang berbudaya.

Kita harus menanamkan pada diri sendiri sopan santun di dunia digital. Memanfaatkan internet dan mencari referensi yang bisa di bagikan di dunia online kita.

Share
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us