Ancaman COVID-19 Belum Selesai, Kebakaran Hutan Mengintai

COVID-19 dan karhutla memiliki kaitan erat

Medan, IDN Times - Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), organisasi yang bergerak di bidang lingkungan dan kesehatan, yang secara konsisten berkontribusi untuk Indonesia dengan melayani masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, menyelenggarakan webinar yang bertajuk “COVID-19 & Kebakaran Hutan dan Lahan” pada hari Selasa (28/7/2020) melalui aplikasi Zoom dan Facebook Live yang disaksikan oleh sekitar 500 orang.

Hadir juga sebagai pembicara di antaranya, drg. Monica Nirmala, MPH (Senior Public Health Advisor ASRI), M. Ari Wibawanto, S.Hut., M.Sc (Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung), Agung Nugroho, S.Si., M.A (Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya), Dr. Siti Masitoh Kartikawati, S.Hut, M.Si (Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura), dr. Arif Wicaksono, M.Biomed (Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura), dan Muhammad Teguh Surya (Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan).

Saat ini Indonesia sedang memasuki masa transisi ke musim kemarau. Separuh wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada bulan Juli ini, yang puncaknya diprediksi pada bulan Agustus-Oktober 2020.

1. Waspada terhadap ancaman rutin pada musim kemarau, yaitu kebakaran hutan dan lahan

Ancaman COVID-19 Belum Selesai, Kebakaran Hutan Mengintaimedcom.id

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengeluarkan peringatan kepada seluruh kepala daerah agar waspada terhadap ancaman rutin pada musim kemarau, yaitu kebakaran hutan dan lahan.

“Hutan hujan di Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia. Paru-paru ini sedang sesak napas, karena ia ditebang dan dibakar setiap tahun. Di banyak tempat di Indonesia, hutan telah berubah menjadi perkebunan untuk memenuhi permintaan global akan minyak kelapa sawit.” kata Monica Nirmala, dokter ahli kesehatan masyarakat di Yayasan Alam Sehat Lestari.

Titik api umumnya mulai meningkat seiring dengan dimulainya musim kemarau. Karhutla di Indonesia pernah mencapai titik terparah pada Oktober 2015. Monica menambahkan,

“Saya ingat saat itu untuk bernafas saja sulit. Bukit berjarak 500 meter persis di belakang klinik kami pun tidak terlihat karena tertutup asap. Di klinik kami saat itu jumlah pasien sesak napas meningkat 48% dan kebutuhan oksigen meningkat tiga kali lipat. Bahkan, peneliti di Harvard dan Columbia menunjukan  bahwa kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 2015 mengakibatkan lebih dari 100.000 kematian di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.”

Asap karhutla sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Salah satu komponen asap berupa partikel kecil yang berukuran kurang dari 2.5 mikrometer (PM 2.5), bersifat toksik bagi tubuh manusia.  Sejumlah riset telah membuktikan asap karhutla menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, kekurangan oksigen, asma berat, pemicu kanker, dan sejumlah penyakit lainnya.

“Bagaimana dengan tahun 2020, tahun pandemi Covid ini? Bayangkan bencana ganda asap karhutla dan Covid-19 menyerang paru-paru kita di waktu yang bersamaan. Dan, jangan lupa, paru-paru masyarakat kita sudah banyak tergerus kualitasnya oleh polusi dan rokok. Berapa banyak lagi penderitaan dan kematian jika kita terpapar dua musibah asap dan Covid sekaligus pada tahun ini? Apalagi sekarang ini adalah awal musim kemarau dan Indonesia belum mencapai puncak perkiraan kasus Covid. Oleh karena itu, selain cegah Covid, mari cegah karhutla, berapapun harganya. Demi keselamatan kita,” kata dokter Monica memperingatkan.

Baca Juga: Sudah Tembus 3.000 Kasus, Klaster COVID-19 di Sumut Tidak Jelas

2. COVID-19 dan karhutla memiliki kaitan erat

Ancaman COVID-19 Belum Selesai, Kebakaran Hutan MengintaiGoogle

Monica juga menerangkan, Covid-19 dan karhutla memiliki kaitan erat. Asap karhutla dapat menambah kerentanan tertular (susceptibility) dan keparahan (severity) seseorang yang terinfeksi Covid-19. Polusi udara menurunkan kekebalan tubuh manusia terhadap virus, sehingga orang yang terpapar asap karhutla akan lebih rentan terinfeksi Covid-19.

Paparan asap karhutla juga meningkatkan penyakit pernafasan, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta peradangan secara sistemik, yang mana semuanya adalah penyakit komorbid dari Covid-19 itu sendiri. Komorbid artinya, jika kedua kondisi terjadi bersamaan maka dampak kesehatannya akan lebih parah. Karhutla juga berpotensi menambah beban sistem kesehatan yang kini hampir membludak karena Covid-19.

"Api dan asap juga memaksa banyak orang untuk mengungsi. Jika tidak dikelola dengan protokol kesehatan yang ketat, fasilitas pengungsian dapat menjadi sumber penularan Covid-19 yang baru,” ungkapnya.

Menilik data Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kebakaran hutan dan lahan tahun lalu mencapai 1,6 juta hektare. BNPB menyebut angka itu merupakan yang terparah dalam tiga tahun terakhir. Luasan kebakaran hutan dan lahan tersebut menyebar di beberapa daerah seperti di Sumatera dan Kalimantan. Dengan mengutip data Bank Dunia, kerugian akibat bencana kebakaran hutan dan lahan pada tahun lalu mencapai sedikitnya Rp 75 triliun.

3. 5 provinsi di Indonesia akan terancam kehilangan seluruh hutan alamnya

Ancaman COVID-19 Belum Selesai, Kebakaran Hutan Mengintaigiphy.com

Dari total luas kebakaran tahun lalu,  sekitar 494.450 hektare terjadi di lahan dan hutan gambut atau setara 30 persen. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan sepanjang Agustus-September 2019, kebakaran di hutan dan lahan gambut menyumbang emisi atau CO2 yang sangat tinggi, sebanyak 708 megaton.

Emisi ini bukan hanya menimbulkan bencana asap di sejumlah daerah, tapi juga merambah ke negara tetangga. Ditambah dengan adanya wabah COVID-19 yang sudah menelan banyak korban jiwa di Indonesia, dampak terburuk akan terjadi jika kebakaran hutan dan lahan tidak dicegah sedini mungkin pada musim kemarau 2020.

“Akar persoalannya sebenarnya sudah jelas, ini tentang kerusakan hutan dan gambut. Perilaku manusia membakar lahan adalah sebagian dari pemicu,” kata Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan.

“Selain Covid, RUU Cipta Kerja juga menambah kerentanan lingkungan hidup, karena dia mengatur dan menghilangkan berbagai aturan tentang perlindungan lingkungan khususnya hutan, jika ini terjadi dan dijalankan, 5 provinsi di Indonesia akan terancam kehilangan seluruh hutan alamnya dengan laju deforestasi yang tak terbendung,” tegasnya.

4. Masyarakat yang tinggal dekat hutan dan lahan, wajib menerapkan 3P

Ancaman COVID-19 Belum Selesai, Kebakaran Hutan Mengintaiabcnews.go.com

Ari Wibawanto, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung, menambahkan, kebakaran terjadi tidak hanya di kawasan hutan, tetapi juga di area-area penggunaan lain, di luar kawasan hutan. Upaya-upaya pencegahan dan pengendalian harus saling terhubung antara aktor yang berada di sekitar kawasan.

Upaya pencegahan karhutla dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bagi masyarakat yang tinggal dekat hutan dan lahan, wajib menerapkan 3P, yaitu, Pantang membakar, Patroli api, dan Padamkan api sedini mungkin. Bagi mereka yang tinggal jauh dari hutan dan lahan dapat menerapkan 3B. Pertama, Belajar, yaitu mengedukasi diri sendiri mengenai isu lingkungan hidup dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Kedua, Bicara.

"Kita membantu membangun kesadaran publik dengan berbicara mengenai isu ini baik secara langsung kepada teman dan keluarga, maupun melalui kampanye media sosial, misalnya dengan menggunakan hashtag #IndonesiaTanpaAsap dengan tag pihak-pihak yang bertanggung jawab. Yang terakhir adalah Bantu dengan menjadi relawan atau berdonasi kepada lembaga yang melindungi hutan dan masyarakat sekitarnya. Penyadaran akan pentingnya pencegahan karhutla apa lagi di masa pandemi itu sangat penting," jelasnya.

5. Perlu bergandengan tangan meningkatkan kesadaran semuanya

Ancaman COVID-19 Belum Selesai, Kebakaran Hutan Mengintaicafebiz.vn

Arif Wicaksono, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, menambahkan, satu orang saja yang paham akan sangat membantu dan bisa menjadi role model di manapun dia berada nantinya.

“Manusia tidak bisa hidup sehat tanpa alam yang sehat. Edukasi masyarakat akan pentingnya hutan di Indonesia, dan mencegah tambahan masalah asap saat pandemi ini sangat diperlukan. Dan untuk melakukan ini, kita perlu bergandengan tangan meningkatkan kesadaran semuanya. Pemerintah, LSM, komunitas, media, harus bersama-sama mengingatkan agar kita tidak meningkatkan bencana ganda, Covid dan karhutla.” kata Nur Febriani, Direktur Eksekutif di Yayasan ASRI.

Baca Juga: 7 Manfaat Lendir Siput bagi Kulit Wajah yang Lagi Viral

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya