Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sekber Kritik Gubernur Bobby: Janji Tak Ditepati, Konflik TPL Terus Memanas

TPL TUTUP_1.jpg
Para pemuka agama ikut dalam unjuk rasa bertajuk 'Tutup TPL' di depan Kantor Gubernur Suamtera Utara, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times — Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis Sumut menyatakan kekecewaan terhadap Gubernur Muhammad Bobby Afif Nasution.

Setelah aksi akbar “Tutup TPL” pada 10 November 2025, mereka menilai tidak ada langkah konkret dari Pemprov Sumut, termasuk janji pertemuan dan kunjungan lapangan yang tak kunjung dilakukan.

1. Sekber menilai pemerintah lebih memihak perusahaan daripada warga

TPL TUTUP_7.jpg
Unjuk rasa bertajuk 'Tutup TPL' di depan Kantor Gubernur Suamtera Utara, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam keterangan persnya, sejumlah tokoh menyampaikan kritik keras atas respons Pemprov Sumut. Pastor Walden Sitanggang, OFM. Cap menilai Gubernur Bobby justru menonjolkan narasi soal konsesi PT TPL yang “tidak boleh dihalang-halangi”.

Menurutnya, pernyataan itu memperlihatkan keberpihakan pemerintah pada perusahaan, bukan pada warga yang telah mengalami kerusakan lingkungan, kriminalisasi, dan konflik lahan selama puluhan tahun.

Ia juga menegaskan bahwa hingga kini tak ada informasi mengenai pertemuan maupun kunjungan lapangan ke Sihaporas seperti yang pernah dijanjikan Sekda Provsu.

“Ketidakjelasan ini menunjukkan absennya itikad baik,” ujar Walden dalam keterangan resmi, Selasa (18/11/2025).

2. Ada ratusan korban, konflik adat, dan dugaan konsesi ilegal

TPL TUTUP_4.jpg
Para pemuka agama ikut dalam unjuk rasa bertajuk 'Tutup TPL' di depan Kantor Gubernur Suamtera Utara, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Rocky Pasaribu dari KSPPM menyebut tuntutan masyarakat sangat jelas, Gubernur harus mengeluarkan rekomendasi resmi untuk menutup PT TPL. Menurutnya, itu jauh lebih penting daripada sekadar kunjungan lapangan.

Ia memaparkan sedikitnya 500 warga menjadi korban pelanggaran HAM, dan ada 13 bencana ekologis imbas aktivitas TPL. KSPPM dan AMAN Tano Batak bahkan mendampingi 23 komunitas adat yang wilayahnya tumpang tindih dengan konsesi perusahaan.

Rocky menambahkan bahwa status konsesi TPL sendiri bermasalah karena kawasan hutan belum ditetapkan—baru sebatas penunjukan—yang mengindikasikan konsesi berada di area ilegal.

“Jika hingga akhir November tidak ada respons Gubernur, Sekber akan mempertimbangkan aksi lanjutan,” kata rocky.

3. Konflik memburuk, masyarakat merasa terancam

TPL TUTUP_2.jpg
Unjuk rasa bertajuk 'Tutup TPL' di depan Kantor Gubernur Suamtera Utara, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ketegangan di lapangan disebut semakin meningkat. Jhontoni Tarihoran dari AMAN Tano Batak menyatakan tidak adanya respons dari Pemprov membuat masyarakat berada dalam posisi terancam akibat konflik lahan dan tekanan aparat.

Ia menyinggung minimnya tanggapan dari berbagai instansi, termasuk Kemen-LHK RI dan Komnas HAM. Meski Komnas HAM kini membentuk Tim Pencari Fakta untuk kasus Sihaporas, ia menilai langkah ini harus diikuti tindakan tegas dari Gubernur.

Sementara itu, Lamsiang Sitompul dari Horas Bangso Batak (HBB) menyoroti buruknya tata kelola ruang dan menilai operasi perusahaan seharusnya dihentikan sementara. Baginya, penyelesaian konflik lebih tepat ditempuh melalui jalur perdata, bukan pidana yang dinilai semakin merugikan masyarakat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Jawara Modifikator Pamerkan Karya di Pesta Akbar Honda Modif Contest

18 Nov 2025, 20:00 WIBNews