Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengintip Kehidupan Sosial Orangutan Sumatra, Sedinamis Manusia

Dua individu orangutan Sumatra bergelantungan di atas pohon. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Dua individu orangutan Sumatra bergelantungan di atas pohon. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Intinya sih...
  • Feeding group, saat orangutan berkumpul di ‘supermarket hutan’ - Orangutan berkumpul saat pohon buah Ficus berbuah lebat - Mereka membentuk feeding group sementara untuk memanfaatkan pohon pakan yang sama
  • Antara toleransi dan persaingan sesama betina - Betina bisa berbagi makanan dengan kerabat dekat saat melimpah - Persaingan tak terhindarkan saat buah terbatas, terutama antar betina
  • Tajamnya ingatan orangutan hingga punya daya jelajah yang luas - Orangutan memiliki memori spasial tajam dan jarak jelajah harian yang luas - Home range betina sering
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Orangutan bukan sekadar satwa langka, tapi juga cermin menarik dari kompleksitas kehidupan sosial di alam liar. Meski dikenal sebagai satwa semi-soliter yang lebih suka hidup sendiri di pepohonan, orangutan tetap punya cara unik untuk membangun interaksi sosial. Dari berkumpul di pohon pakan hingga menjaga toleransi dengan kerabat dekat, kehidupan mereka ternyata tidak kalah dinamis dengan manusia.

“Keunikan sistem ini menunjukkan fleksibilitas orangutan dalam beradaptasi dengan kondisi ekologi. Mereka mampu hidup sendiri untuk mengurangi persaingan, namun tetap bisa membangun interaksi sosial ketika diperlukan,” tulis Fitriah Basalamah, Ketua Program Studi Magister Biologi Universitas Nasional dilansir  dari laman Yayasan Kehati, Sabtu (23/8/2025).

1. Feeding group, saat orangutan berkumpul di ‘supermarket hutan’

Orangutan Sumatra betina berbagi makanan dengan anaknya. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Orangutan Sumatra betina berbagi makanan dengan anaknya. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Meski lebih sering hidup sendiri, orangutan punya momen spesial ketika mereka berkumpul, yaitu saat pohon buah—khususnya Ficus—sedang berbuah lebat. Pohon Ficus dijuluki sebagai “supermarket hutan” karena menyediakan makanan melimpah bagi berbagai satwa.

Di saat seperti ini, secara alami, orangutan akan membentuk feeding group, yaitu sekumpulan individu yang memanfaatkan pohon pakan yang sama. Namun, kelompok ini hanya bersifat sementara. Begitu buah habis, mereka kembali menyendiri. Menariknya, individu yang sering terlihat bersama dalam feeding group biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan, terutama betina yang cenderung tetap tinggal di daerah kelahirannya.

Fenomena ini pertama kali diamati di Ketambe pada tahun 1980-an, kemudian diperkuat dengan temuan di Suaq Balimbing, Aceh Timur.

2. Antara toleransi dan persaingan sesama betina

Orangutan sumatra (inaturalist.org/andraescholz)
Orangutan sumatra (inaturalist.org/andraescholz)

Fakta menarik lainnya, philopatri betina (kecenderungan betina tetap tinggal di wilayah asal) berperan besar dalam interaksi sosial orangutan. Karena sering bertemu dengan kerabat, muncul dua kemungkinan: toleransi atau persaingan.

Ketika makanan melimpah, mereka bisa berbagi dengan kerabat dekat. Namun saat buah terbatas, persaingan tak terhindarkan. Betina dominan bahkan bisa menunjukkan perilaku agresif demi mempertahankan sumber pakan. Uniknya, perilaku ini lebih sering diarahkan ke individu asing daripada kerabat dekat.

“Situasi ini menimbulkan dua konsekuensi yaitu persaingan dan toleransi. Di satu sisi, philopatri meningkatkan persaingan antar betina dalam memperebutkan sumber pakan. Ketika buah terbatas, betina dapat menunjukkan perilaku dominansi, bahkan agresi, terhadap individu lain,” jelas Fitriah.

Sistem sosial orangutan juga memperlihatkan adanya hirarki dominasi, meski tidak sekuat pada primata lain seperti gorila atau simpanse. Dominasi umumnya ditunjukkan oleh jantan dewasa saat berebut pohon pakan atau pasangan kawin. Namun, penelitian di Ketambe, Aceh, menemukan bahwa betina juga dapat membentuk hirarki, khususnya ketika bersaing mendapatkan akses ke pohon pakan besar seperti giant strangler figs. Fenomena pengusiran antarindividu di pohon pakan ini cukup jelas terlihat di Ketambe, meski jarang dilaporkan di lokasi lain. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orangutan liar lebih dominan dibandingkan individu eks-rehabilitan.

Dalam banyak kasus, orangutan eks-rehabilitan hanya bisa menunggu giliran setelah individu liar selesai memakan pakan. Meski demikian, dominansi tetap terlihat di antara kelompok eks-rehabilitan sendiri. Induk bisa bersaing dengan anak, atau antar saudara saling mengusir untuk memperoleh makanan. Dinamika ini menandakan bahwa meskipun memiliki posisi lebih rendah dibanding populasi liar, eks-rehabilitan tetap membangun sistem sosial internal yang kompleks. Temuan ini juga menggarisbawahi pentingnya faktor ekologis, seperti ketersediaan pakan, dalam pembentukan dominansi. Implikasinya, kemampuan menghadapi persaingan sosial sangat menentukan keberhasilan eks-rehabilitan dalam bertahan hidup setelah dilepasliarkan.

Salah satu contoh nyata adalah Keluarga Binjei. Binjei merupakan orangutan betina eks-rehabilitan yang dilepasliarkan pada 1972. Dari individu ini lahir beberapa keturunan yang kemudian berkembang menjadi keluarga besar di Ketambe. Analisis genetik mengonfirmasi setidaknya ada dua keluarga yang merupakan keturunan langsung Binjei, sementara empat keluarga lain berasal dari populasi liar. Pengamatan menunjukkan keluarga Binjei memiliki tingkat dominansi lebih rendah dibanding keluarga liar, tetapi tetap mampu bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini menjadi bukti bahwa program pelepasliaran dapat berhasil, meski individu eks-rehabilitan harus menghadapi tantangan sosial maupun ekologis.

3. Tajamnya ingatan  orangutan hingga punya daya jelajah yang luas

[Ilustrasi] Satu individu orangutan sumatra bergelantungan di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). (IDN Times/Prayugo Utomo)
[Ilustrasi] Satu individu orangutan sumatra bergelantungan di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Orangutan terkenal punya memori spasial yang luar biasa tajam. Mereka bisa mengingat lokasi pohon pakan dan akan menelusuri jalur yang sama berulang kali. Rata-rata jarak jelajah harian orangutan betina di Ketambe mencapai 400–800 meter, meski bisa lebih jauh saat buah langka.

Selain itu, wilayah jelajah atau home range betina biasanya berkisar antara 70–150 hektar, dan sering tumpang tindih dengan kerabatnya. Tumpang tindih ini menandakan adanya toleransi, tapi juga bisa jadi ancaman jika habitat semakin sempit akibat deforestasi.

Kehidupan sosial orangutan ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Dari membentuk feeding group saat pohon pakan berbuah, menjaga keseimbangan antara persaingan dan toleransi, hingga mengandalkan ingatan tajam dalam menjelajah hutan—semua memperlihatkan bahwa mereka adalah satwa dengan dinamika sosial yang kompleks.

"Memahami sosioekologi orangutan bukan hanya penting untuk ilmu pengetahuan, tapi juga jadi kunci bagi upaya konservasi orangutan sumatra yang terus terancam oleh deforestasi dan fragmentasi habitat," kata Fitriah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us