Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lembah Gelap Fintech, Ancaman di Balik Kemajuan Digital Keuangan

WhatsApp Image 2025-07-23 at 8.06.34 PM.jpeg
Advokat dan Konsultan Hukum Perbankan dan Korporasi Gumilar Aditya Nugroho. (Dok Pribadi)
Intinya sih...
  • Pindar Legal: Regulasi OJK membatasi keuntungan fintech legal, menciptakan ketimpangan dengan pelaku ilegal.
  • Penegakan Hukum Digital: Penegakan hukum belum secepat inovasi teknologi, butuh koordinasi lintas lembaga dan keterlibatan masyarakat.
  • UU P2SK dan Tantangan Etika: Kehadiran regulasi UU P2SK hanya pondasi awal, diperlukan sistem pengawasan berbasis data dan etika industri yang baik.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Industri keuangan digital di Indonesia tengah melesat cepat. Platform pinjaman daring atau Peer to Peer Lending (P2P) menjadi jembatan akses finansial bagi masyarakat yang sebelumnya tak terlayani bank konvensional. Namun, di balik kisah sukses dan inklusi keuangan, ada sisi gelap yang mengintai; maraknya pinjaman online ilegal (pinjol ilegal) yang mencoreng wajah industri fintech tanah air.

Hingga Maret 2025, Satgas PASTI mencatat lebih dari 10.731 entitas pinjol ilegal berhasil dihentikan, sementara yang memiliki izin resmi dari OJK hanya 96 entitas. Artinya, untuk setiap satu P2P legal, ada lebih dari seratus pelaku ilegal yang beroperasi di bawah radar hukum. Kondisi ini memunculkan krisis kepercayaan dan menjadi tantangan besar bagi industri keuangan digital Indonesia.

 

1. Pindar Legal: Terjepit regulasi, tersandera stigma

ilustrasi pinjol(pexels.com/monstera production)
ilustrasi pinjol(pexels.com/monstera production)

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pernah menyoroti dilema yang dihadapi para pelaku fintech legal. Batas maksimum manfaat ekonomi sebesar 0,8 persen per hari yang ditetapkan OJK membuat para anggota AFPI harus mengorbankan kesempatan memperoleh keuntungan lebih besar.

Regulasi itu memang bertujuan melindungi konsumen, namun dalam praktiknya menciptakan kompetisi yang timpang antara pemain legal dan ilegal. Fintech legal wajib menanggung biaya kepatuhan tinggi—mulai dari verifikasi identitas (Know Your Customer), audit independen, hingga pelaporan ke OJK. Sementara pelaku ilegal bebas mematok bunga tinggi dan menagih utang dengan cara-cara intimidatif.

Akibatnya, banyak masyarakat awam sulit membedakan mana fintech resmi dan mana yang ilegal. Saat terjadi kasus penagihan kasar atau kebocoran data, reputasi seluruh industri ikut tercoreng.

“Ini bentuk regulatory asymmetry, di mana penegakan hukum belum seimbang antara pihak patuh dan pihak pelanggar,” ujar Gumilar Aditya Advokat Perbankan dan Korporasi, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, stigma negatif terhadap P2P legal adalah efek domino dari lemahnya penegakan hukum, bukan kesalahan semata dari pelaku industri.

2. Penegakan Hukum Digital ibarat menangkap bayangan di dunia maya

pinjol ilegal
ilustrasi pinjol ilegal (pexels.com/Karolina Grabowska)

Meski Satgas PASTI sudah menutup ribuan entitas, modus baru selalu bermunculan. Banyak pelaku pinjol ilegal yang berganti nama aplikasi, berpindah ke server luar negeri, atau memanfaatkan platform distribusi alternatif agar tetap beroperasi.

“Fenomena ini menggambarkan satu hal penting, penegakan hukum digital belum secepat inovasi teknologi,” kata  Agum –sapaan akrabnya--

Dalam praktiknya, Gumilar menjelaskan ada tiga langkah yang harus diperkuat agar pemberantasan pinjol ilegal lebih efektif. pertama; koordinasi lintas lembaga. Penindakan harus melibatkan OJK, Kominfo, Kepolisian, dan PPATK agar pemblokiran aplikasi dan pelacakan aliran dana bisa dilakukan secara terpadu. Kedua; kerjasama dengan platform distribusi. Google Play dan App Store harus menjadi “garda depan” yang hanya mengizinkan aplikasi dengan izin resmi OJK. Kemudian keterlibatan masyarakat. Kanal pelaporan publik harus mudah diakses agar warga bisa melapor dan mendapat tindak lanjut yang jelas.

“Tanpa sinergi, upaya pemberantasan pinjol ilegal hanya seperti menangkap bayangan di dunia maya,” ungkapnya.

Kondisi itu diperparah dengan minimnya literasi digital dan keuangan masyarakat, terutama di daerah. Banyak korban pinjol ilegal bahkan tidak tahu cara memeriksa izin OJK atau melapor saat datanya disalahgunakan.

3. UU P2SK dan tantangan etika, ketika regulasi saja tidak cukup

Pinjol adalah singkatan dari pinjaman online
ilustrasi pinjol (unsplash.com/Kenny Eliason)

Hadirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dianggap sebagai tonggak baru bagi pengawasan fintech di Indonesia. Untuk pertama kalinya, OJK memiliki dasar hukum kuat untuk mengatur dan menindak pelaku fintech pendanaan secara menyeluruh.

Namun, Agum menilai kehadiran regulasi ini hanyalah pondasi awal, bukan solusi instan. “Legal certainty tidak otomatis menciptakan penegakan hukum yang efektif,” tegasnya.

Ia menambahkan, dibutuhkan sistem pengawasan berbasis data, kecerdasan digital, dan sanksi yang cepat bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk pengembang aplikasi dan penagih lapangan. Selain hukum, etika industri juga menjadi masalah besar. Beberapa pelaku fintech berizin OJK ternyata masih melakukan praktik tidak etis—seperti penagihan kasar atau bunga tidak transparan.

“Patuh hukum saja tidak cukup. Integritas dan etika adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik,” jelas Gumilar.

Ia menegaskan, ke depan, fintech dan bank seharusnya tidak bersaing, tetapi berkolaborasi. “Kemitraan fintech–bank bisa memperluas akses kredit ke masyarakat unbanked, asalkan diikat oleh kontrak hukum yang tegas dan transparan,” ujarnya.

Agum berpendapat, literasi publik menjadi benteng paling efektif melawan jebakan pinjol ilegal. Edukasi tentang cara memeriksa izin OJK, memahami risiko bunga tinggi, dan mengenali ciri-ciri penipuan digital harus digencarkan oleh semua pihak—pemerintah, industri, hingga lembaga pendidikan.

“Karena di era digital ini, inovasi tanpa hukum adalah kekacauan, dan hukum tanpa literasi adalah kelumpuhan,” pungkasnya

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Dua Tenaga Ahli Gubernur Riau Sekaligus Kader PKB Ikut Terjaring OTT

04 Nov 2025, 23:22 WIBNews