KontraS Soal Vonis 2 TNI Penembak Remaja: Jauh dari Keadilan

- Hukuman penjara 2 tahun 6 bulan dianggap ringan dan tidak proporsional
- Tidak ada restitusi atau ganti rugi bagi keluarga korban tindak pidana
- Keluarga korban diduga mengalami kekerasan oleh aparat TNI setelah pembacaan putusan
Medan, IDN Times - Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan atas dua prajurit TNI yang membunuh seorang anak berusia 13 tahun menuai kritik keras dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara.
Hukuman dinilai terlalu ringan, tanpa menyentuh aspek keadilan bagi korban maupun keluarganya. Bahkan, kerabat korban diduga mengalami kekerasan saat menyuarakan protesnya dalam persidangan, Kamis (7/8/2025).
1. Hukuman dianggap ringan dan mengabaikan rasa keadilan

Pengadilan Militer menjatuhkan hukuman penjara selama 2 tahun 6 bulan serta pemecatan dari dinas militer kepada Sersan Darmen Hutabarat dan Kopral Hendra Fransisco Manalu. Keduanya terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan Muhammad Alfath Hariski (13 tahun).
Meski vonis ini lebih tinggi dibanding tuntutan oditur, KontraS menilai hukuman tersebut tetap tidak proporsional dengan beratnya tindak pidana yang dilakukan. Padahal, pasal yang digunakan, yakni Pasal 76C junto Pasal 80 ayat 3, memiliki ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Menurut kami, hukuman tersebut tidak sebanding dengan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dan menyakiti keluarga korban. Jauh dari rasa keadilan,” ujar Ady Kemit, Staf Advokasi KontraS Sumut.
2. Tak ada restitusi untuk keluarga korban

KontraS juga menyoroti tidak adanya hak restitusi atau ganti rugi terhadap korban tindak pidana dalam putusan tersebut. Padahal, keluarga korban mengalami penderitaan mendalam secara moral, psikologis, dan material. Menurut KontraS, pengakuan terhadap hak restitusi merupakan bagian dari pemenuhan keadilan dan rehabilitasi bagi korban.
“Negara yang memberikan restitusi melalui putusan pengadilan menunjukkan komitmennya untuk tidak melupakan kejahatan yang terjadi dan menghormati hak keluarga korban atas kejelasan dan pertanggungjawaban dari pelaku,” jelas Ady.
3. Keluarga dan kerabat korban diduga mengalami kekerasan di pengadilan

KontraS juga menyayangkan terjadinya kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat TNI terhadap keluarga korban dan aktivis mahasiswa setelah pembacaan putusan. MIH, kakak korban, serta Ketua DEMA Politeknik Negeri Medan, BM, menjadi korban kekerasan usai menyuarakan protes terhadap vonis.
BM bahkan sempat ditarik ke sel tahanan dan diduga dipukul di bagian kepala serta leher. Sedangkan MIH mengalami kekerasan di bagian perut hingga memar. “KontraS menilai tindakan tersebut sebagai bentuk arogansi aparat terhadap masyarakat sipil,” katanya.