Isu Penguatan Perempuan, ASB Gelar Diskusi Publik Hak Atas Identitas

- Pemda diminta aktif memastikan inklusi sosial
- Pemenuhan hak Adminduk dan perlindungan sosial masih menjadi tantangan nyata
- Pemenuhan hak Adminduk dan perlindungan sosial bukan sekadar kebijakan administratif tapi wujud keadilan sosial
Medan, IDN Times - Aliansi Sumut Bersatu (ASB) menggelar diskusi publik, pada Jumat (3/10/2025). Kegiatan ini berfokus pada isu penguatan perempuan dan penghormatan terhadap keberagaman dan inklusivitas dalam upaya-upaya penguatan untuk mendorong penghormatan dan pengakuan terhadap keberagaman. Selain itu inklusivitas dilakukan melalui pendidikan kritis, dialog, advokasi dan penelitian. Melibatkan aktivis muda lintas iman, mahasiswa/I, OMS, jurnalis dan kelompok rentan lainnya.
Sekedar informasi, ASB merupakan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang telah berdiri sejak tahun 2006. Kemudian tahun 2024, ASB bekerjasama dengan Yayasan TIFA diberikan mandat untuk mewujudkan terpenuhinya hak kelompok rentan yaitu terpenuhinya hak administrasi kependudukan dan perlindungan sosial bagi kelompok rentan di Sumatera Utara dan Aceh.
"Menurut Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), khususnya dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kelompok rentan” antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang disabilitas. Kelompok rentan dapat bervariasi di berbagai konteks, tetapi beberapa contoh umum termasuk anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, perempuan dan anak perempuan, minoritas agama/suku/etnis, individu ragam identitas gender, pengungsi dan orang terlantar, dan lain-lain," kata Carolina Simanjuntak - Divisi Kelompok Rentan Aliansi Sumut Bersatu, pada IDN Times, Jumat (3/10/2025).
Lanjutnya, hak atas identitas hukum merupakan hak dasar yang melekat pada setiap warga negara. Seperti Administrasi kependudukan (Adminduk) seperti akta kelahiran, kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan dokumen lainnya adalah prasyarat penting untuk dapat diakui secara hukum oleh negara dan mengakses berbagai layanan publik.
"Tanpa dokumen ini, individu akan mengalami kesulitan dalam memperoleh hak-hak dasar seperti pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan, dan bantuan sosial. Oleh karena itu, pemenuhan hak Adminduk menjadi bagian integral dalam memastikan perlindungan dan kesejahteraan sosial," tambahnya.
1. Diminta adanya peran aktif Pemda bersama pemangku kepentingan lainnya memastikan inklusi sosial

Ketiadaan dokumen kependudukan berdampak langsung terhadap akses kelompok rentan terhadap perlindungan sosial seperti bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan berbagai program lainnya. Akibatnya, kelompok rentan semakin termarjinalisasi dan tertinggal dalam proses pembangunan.
Sehingga, dinilai perlu ada peran aktif pemerintah daerah bersama pemangku kepentingan lainnya sangat penting dalam memastikan inklusi sosial melalui layanan Adminduk dan perlindungan sosial yang mudah, cepat, dan responsif terhadap kebutuhankelompok rentan.
"Pemerintah diminta untuk dapat memiliki rasa tanggungjawab konstitusional dan moral untuk memastikan setiap warga negara, termasuk kelompok rentan, mendapatkan hak atas identitas hukum dan perlindungan sosial yang layak. Hak atas dokumen kependudukan seperti akta kelahiran, KTP, dan kartu keluarga bukan hanya kebutuhan administratif, tetapi merupakan pintu masuk untuk mengakses berbagai layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan perlindungan hukum. Tanpa dokumen tersebut, individu dianggap tidak ada secara hukum dan rentan mengalami diskriminasi serta keterbatasan akses terhadap hak-hak sipil dan ekonomi," sebut Caroline.
Dia menyampaikan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan perubahannya melalui UU No. 24 Tahun 2013 menegaskan bahwa, setiap penduduk berhak untuk didaftarkan dan memperoleh dokumen kependudukan secara gratis.
Demikian pula, perlindungan sosial diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang menyatakan bahwa kelompok rentan berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan dari negara.
2. Persoalan pemenuhan hak Adminduk dan perlindungan sosial masih menjadi tantangan nyata

Berdasarkan hasil pendampingan yang dilakukan oleh Focal Point ASB untuk Inklusif Sumut dan Aceh di wilayah intervensi program, yaitu Kota Medan, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten Aceh Singkil, persoalan pemenuhan hak Adminduk dan perlindungan sosial masih menjadi tantangan nyata. Meskipun terdapat berbagai inisiatif baik dari pemerintah dan masyarakat sipil, kesenjangan dalam cakupan layanan dan kendala implementasi masih sering terjadi. Faktor seperti aksesibilitas layanan di daerah terpencil, kapasitas petugas, keterbatasan anggaran, serta koordinasi antarsektor yang belum optimal turut mempengaruhi efektivitas pemenuhan hak-hak dasar ini.
Dari hasil diskusi Tim ASB pada kunjungan ke dinas terkait wilayah intervensi program, dalam konteks daerah seperti Kota Medan, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten
Aceh Singkil, di mana tantangan geografis, sosial, dan ekonomi masih kuat memengaruhi aksesibilitas layanan publik, peran pemerintah daerah menjadi sangat strategis. Pemerintah harus memastikan bahwa layanan Adminduk dan perlindungan sosial dapat menjangkau kelompok rentan secara proaktif, adaptif, dan inklusif, termasuk melalui layanan jemput bola, digitalisasi layanan yang mudah diakses, dan kerja sama lintas sektor.
3. Pemenuhan hak Adminduk dan perlindungan sosial bukan sekadar kebijakan administratif tapi wujud keadilan sosial

Oleh karena itu, pemenuhan hak Adminduk dan perlindungan sosial bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi merupakan bagian dari upaya mewujudkan keadilan sosial, inklusi, dan penghormatan terhadap martabat setiap warga negara.
"Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus terus memperkuat komitmen, kapasitas, serta sinergi antarlembaga untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun warga yang terabaikan dalam perlindungan
negara. Menyadari kompleksitas permasalahan ini, diperlukan forum diskusi publik yang melibatkan berbagai pihak untuk menggali permasalahan secara mendalam, berbagi praktik baik, serta merumuskan solusi dan strategi bersama. Diskusi publik ini diharapkan menjadi wadah strategis untuk memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan, membangun komitmen kolektif, serta merancang langkah-langkah nyata guna menjamin
bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, memperoleh hak administratif dan perlindungan sosial secara adil dan setara," tutupnya.
Turut hadir dalam diskusi publik ini yaitu Lusiani sebagai Kepala Seksi di Bidang Pelayanan RSUD Aceh Singkil), Dian Ivana Sari selaku Kepala UPTD Balai Latihan Kerja Kabupaten Langkat, Fatimah selaku Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, Veryanto Sitohang merupakan Komisioner Komnas Perempuan periode 2019 – 2025, Pendiri Aliansi Sumut Bersatu.