Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Hari Anti Penyiksaan 2025, Gen Z di Sumut Didorong Melek HAM

HAP_1.jpg
Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumatera Utara menggelar peringatan Hari Anti Penyiksaan dengan diskusi dan aksi kreatif, Kamis (26/5/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Intinya sih...
  • Pemuda diajak terus mengampanyekan anti penyiksaan
  • Sumatra Utara menjadi daerah dengan tren penyiksaan cukup tinggi
  • Pemerintah gagal dalam melakukan reformasi sektor keamanan

Medan, IDN Times - Setiap tanggal 26 Juni, masyarakat internasional memperingati Hari Internasional untuk Mendukung Korban Penyiksaan atau International Day in Support of Victims of Torture. Momen ini bukan sekadar seremoni, melainkan panggilan moral bagi negara dan masyarakat global untuk memperkuat komitmen dalam menghapus praktik penyiksaan dalam bentuk apa pun.

Di Sumatra Utara, para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) menggandeng Gen Z, mengkampanyekan anti penyiksaan. Peringatan hari anti penyiksaan kali ini dikemas dalam kampanye kreatif. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang digelar dengan unjuk rasa di jalanan.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya, menggelar panggung kreatif. Acara yang dihelat di salah satu kafe di bilangan Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan, dikemas dengan diskusi interaktif, pembacaan puisi, panggung musik, hingga seni lukis. Acara ini diikuti berbagai komunitas, pekerja seni, jurnalis hingga mahasiswa.

“Kita ingin memperluas jejaring. Khususnya generasi Z yang kita harapkan jadi agen perubahan. Tentunya untuk tetap semangat dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar Kepala Operasional KontraS Sumut Adinda Zahra Noviyanti disela acara, Kamis petang.

1. Pemuda diajak terus mengampanyekan anti penyiksaan

HAP_2.jpg
Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumatera Utara menggelar peringatan Hari Anti Penyiksaan dengan diskusi dan aksi kreatif, Kamis (26/5/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Bagi Adinda, pelibatan anak muda begitu penting terhadap isu-isu penyiksaan. Karena, tren penyiksaan yang terus terjadi dilakukan aparat penegak hukum. Sehingga, butuh peran anak-anak muda dalam mengampanyekan hingga melakukan advokasi dalam peristiwa-peristiwa penyiksaan.

“Kita ingin terus meningkatkan kesadaran kawan-kawan muda dalam isu-isu penyiksaan. Kampanye harus terus dimatangkan sebagai desakan kepada pemerintah untuk menekan angka peristiwa yang terus mengalami tren peningkatan,” kata Adinda.

2. Sumatra Utara menjadi daerah dengan tren penyiksaan cukup tinggi

HAP_4.jpg
Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumatera Utara menggelar peringatan Hari Anti Penyiksaan dengan diskusi dan aksi kreatif, Kamis (26/5/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Di Sumatera Utara, tren penyiksaan masih cukup tinggi. Catatan KontraS Sumut menunjukkan tren peningkatan cukup signifikan.

Sepanjang periode Juli 2024 hingga Juni 2025, tercatat sedikitnya 17 kasus penyiksaan terjadi di wilayah hukum Sumut. Angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mencatat 12 kasus, dan lebih tinggi dibanding 14 kasus pada periode 2022-2023.

“Artinya kita melihat walaupun sudah ada ratifikasi ratifikasi konvensi anti penyiksaan ternyata itu tidak mengubah situasi di lapangan. Penggunaan kekerasan dalam mendapatkan pengakuan, penggunaan kekuatan berlebihan penghukuman yang tidak manusiawi itu hingga hari ini masih dilakukan oleh aparat penegak hukum terutama Polri dan TNI,” ungkapnya.

3. Pemerintah gagal dalam melakukan reformasi sektor keamanan

HAP_3.jpg
Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumatra Utara menggelar peringatan Hari Anti Penyiksaan dengan diskusi dan aksi kreatif, Kamis (26/5/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Menurut Adinda, tren peningkatan kasus penyiksaan terjadi karena kegagalan pemerintah dalam melakukan reformasi sektor keamanan. Ini ditunjukkan dengan sejumlah kebijakan yang kontraproduktif dalam reformasi itu. Sebut saja Undang-undang TNI yang dikhawatirkan memberikan kewenangan masuknya para prajurit ke sektor sipil. Kondisi ini menjadi kekhawatiran semakin meningkatnya angka penyiksaan dan kriminalisasi terhadap kelompok masyarakat sipil.

Dari sisi kepolisian, KontraS melihat fenomena penyiksaan ini kian terbuka ke ruang publik. Kepolisian seakan semakin jauh dari tugas pokok dan fungsinya. Padahal, begitu banyak aturan kepolisian yang mengisyaratkan untuk perlindungan HAM.

“Kami mendesak kepolisian dan lembaga-lembaga yang menjadi aktor dominan dalam praktik-praktik penyiksaan itu untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh, reformasi secara menyeluruh dan bukan hanya simbolik-simbolik saja lewat jargon-jargon. Namun benar-benar melakukannya secara sistemik memastikan implementasi-implementasi berbagai kebijakan yang itu sebenarnya ada untuk mencegah praktik-praktik penyiksaan,” pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us